5. Ketahuan bohong!

14 3 0
                                    


Kumandang Adzan berhasil membangunkan Rana dari tidur nyenyaknya. Berbarengan dengan kakinya yang baru menyentuh lantai, alarm ponselnya berbunyi.

Masih duduk di kasur, Rana meraih hpnya untuk menghentikan kebisingan kemudian berlalu ke dapur.

Sedang menenggak segelas air minum, suara pintu terbuka tak berarti apa-apa pada Rana yang lempeng memperhatikan Silfi dengan wajah kantuknya terbirit-birit ke kamar mandi.

Silfi dan panggilan alamya di waktu subuh tak bisa dipisahkan. Sudah menjadi kebiasaan, jadi Rana tak heran.

"Jangan tidur. Wudhu sana terus shalat" Silfi yang masih terkantuk-kantuk berbalik badan.

"Mbak gak shalat?" Tanya Silfi dengan wajah segar. Rambutnya nampak basah.

"Libur" Jawabnya kemudian berteriak "bangunin Zea sekalian!"

Rana yang tak ada kerjaan memilih membuat nasi goreng. Ia sengaja membuat dalam porsi banyak agar anak kost yang lain juga bisa memakannya.

"Zea mana?" Tanya Rana pada Silfi yang langsung menangkupkan tangan di depan dada. "Mohon maaf Mbak, gue gak bisa. Zea tuh keboooo banget. Serius deh."

Mendapati Rana yang diam, Silfi pun menggeser wanita itu. Mengambil mangkuk besar dan menuangkan nasi goreng ke sana. "Loh Mbak, gak sarapan?"

"Mbak bangunin Zea dulu. " Rana berlalu tanpa melihat ke arah Silfi yang tersenyum. "Privilege calon ipar emang beda ya!"

"Berisik Sil!" Yang diteriaki malah tertawa membuat Bel memandanya heran.

"Kenapa lo?" Silfi menoleh, menemukan Bel yang baru menuruni tangga. "Mbak Rana bangunin Zea, cuy!"

"Serius?" Bel yang tak percaya, berlari kecil ke kamar Zea dan Silfi. Mengintip Rana yang dengan sabar membangunkan Zea yang tak bangun-bangun.

"Tumbenan banget ya, Mbak Rana bangunin orang lain. Biasanya dia cuek aja. Kalau pun bangunin kita, pasti caranya bar-bar. "

Anggukan menjadi jawaban Silfi. "Jangan sampai Gita tahu. "

Bel tertawa. "Kalau gak mau terjadi kesenjangan sosial. " Sambungnya lalu masuk ke kamar mandi.

Sedangkan di dalam kamar Silfi dan Zea terlihat Rana yang kesekian kali menghela napas.

Keadaan ranjang Zea yang berantakan dengan selimut yang tak dipakai gadis itu, seprai yang lepas dari kasur dan bantal guling yang terdampar di lantai. Tak lupa dengan posisi Zea yang mengangkang baik tangan dan kakinya membuat Rana elus dada.

"Zea, " Panggilnya, menepuk pipi Zea kemudian mengguncangkan tubuh cewek itu yang tak berpengaruh sedikit pun.

Suara ponsel berhasil menarik perhatian Rana. Lama ia mencari, ternyata sumber suara itu berasal dari gulungan seprei yang terpaksa Rana bentangkan.

Kontak yang dinamai 'abang' oleh Zea itu membuat Rana bingung harus menjawab atau tidak. Rana yang masih malas dengan Fatir memilih mengacuhkannya saja.

Semakin diacuhkan, Fatir rupanya semakin tak tahu diri. Cowok itu malah menghubunginya.

"Apa?!"

"Buset masih pagi udah emosi aja! Nanti cepet tua tahu loh"

"Gimana gak emosi, adekmu susah banget dibangunin!"

"Hm? Kamu bangunin Zea?"

Rana merutuk diri, kenapa ia bisa kelepasan mengatakan itu. Tak seperti dugaannya bahwa Fatir akan meledeknya, pria itu malah membuat Rana tercengang.

We NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang