15. Anak-anak dan Orang tua

9 3 0
                                    


Happy Reading


Kacau adalah kata yang mendeskripsikan keadaan kos kali ini.

Seperginya Silfi dan Fatir, Gita dibantu Zea merawat Sella. Keduanya mengira Sella tengah tertidur namun mereka dikejutkan dengan suara pecahan gelas. Ya, gadis yang kerap mereka panggil Teteh itu amat lemas sampai tak kuasa bangun dari tempat tidurnya.

Gita segera menyapu pecahan beling dengan Zea yang pergi mengambilkan Sella air dan membantu Sella minum. Sama-sama tak punya pengalaman merawat orang sakit, Zea dan Gita kelimpungan.

"Dingin~"

Gita dengan cepat menarik selimut Bel di atas lalu membentangkannya di tubuh Sella. "Badan Teteh panas" Beritahu Zea yang sudah berulang kali membandingkan suhu badan Sella dengan dirinya.

"Tapi dia kedinginan" Bingung Gita. "Gimana nih?" Zea mengangkat bahu karena ia benar-benar tak tahu harus bagaimana.

"Gue coba panggil Kak Intan ya" Zea langsung setuju dengan ide Gita. Tak butuh waktu lama, Gita sudah kembali namun Intan tak ada di belakangnya.

"Kak Intan shif malam" Gita mengulurkan sebuah obat yang diberikan Mutiara. Teman kelasnya itu mengatakan, ia sering diberikan obat itu oleh Intan ketika mengalami sakit seperti Sella. "Nih, kasi obat ini aja."

Mereka membangunkan Sella yang membuka mata dengan perlahan. "Teh, minum obat dulu ya?"

"Pahit" Sella menjauhkan obat yang disodorkan Zea. Mendengar itu kedua gadis di kamarnya saling pandang. "Namanya juga obat! Kalo manis mah permen!" Ketus Gita. Merasa tak sesabar Zea, ia keluar dari kamar.

"Ayolah Teh, biar cepat sembuh."

"Teh Sella emang mau sakit terus?"

"Diminum ya, Teh?" Bujuk Zea tak kunjung berhasil. "Gue tiduran aja Ze, nanti juga sembuh."

Usai mengatakan itu, Sella menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Zea dengan bahu turun turut bergabung dengan Gita.

"Zea! Gita! Bantu gue!" Belum saja pantatnya mendarat di sofa, suara Silfi dari luar mengejutkan mereka.

"Yaampun!" Seru Zea cepat mengambil alih tangan kanan Bel dan bagian kirinya dibopong Gita. "Kak Silfi bantuin dong! Kak Bel berat banget anjir"

Silfi yang baru meregangkan tangan berdecak pelan, membantu Zea dan Gita membopong Bel ke dalam.

"Eh jangan ke kamarnya! Kak Bel pasti gak bisa naik tangga!" Seru Zea setelah menyadari keadaan Bel tak akan bisa memanjat tangga ke kasur atas. " Terus kita taruh dimana?"

"Kamar kita? Nggak nggak!" Silfi langsung menolak. "Ayolah Kak, berat nih."

"Iya Kak, kasihan Kak Bel." Bujuk Zea "lagian Kak Bel bakal pakai kasur aku."

"Yaudah deh!"

Ketiganya bernapas lega setelah membaringkan Bel di kasur Zea. "Alamak pegel-pegel badan gue." Keluh Gita memijit bahunya.

"Awas aja besok pagi gue tagih dia ongkos ke tukang urut"

"Hueek!"

Ketiganya kompak menoleh ke arah Bel yang damai menutup matanya. "Gita.. Zea.. Lo dengar kan tadi? Siapa yang muntah?"

"Teteh!"

Gita berbalik badan, mual langsung menerpanya saat melihat muntahan Sella jatuh di lantai kamar.

"Yaampun, malam ini kenapa sih gue urus orang muntah mulu?!"

Walau mendumel, Silfi gegas mencari kain lap. Zea di dalam kamar mandi memijat lembut tengkuk Sella yang kini berdiri di depan wastafel mengeluarkan isi perutnya.

We NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang