19. Belinda Naya Widyamada |Social Butterfly

5 1 0
                                    

"Pagi kelaaas!"

"Pagiii!"

"Pagi Kak Bel cantiik!"

Kooran panjang penuh semangat itu sukses melukiskan senyum di wajah Bel. Apalagi beberapa anak yang diajarnya menyisipkan sebuah pujian, bagaimana Bel tak happy coba?

"Seperti yang saya bilang minggu lalu, kali ini kita akan belajar tentang debat."

"Saya mau tanya, di sini ada gak yang ikut ekskul debat?" Bel menyapu pandangan ke seluruh kelas. "Eh, tapi di sini ada ekskul debat, kan?"

"Ada kok Kak, aku ikut." Denis mengangkat tangannya diikuti Rora, si sekertaris kelas. "Berdua aja? Yang lain?"

Bel memandang sekitar, tetap hanya dua tangan yang teracung.

"Gak suka debat Kak!"

"Saya sukanya damai, Kak!"

Suara tawa penghuni kelas terdengar kala Mario di bangku belakang berceletuk. "Serius kamu suka damai? Kemarin bukannya kamu berantem, ya?"

Mario yang merasa malu pun menggaruk kepalanya. Bel geleng-geleng melihatnya. "Baik, sebelum masuk ke materi rupanya ada yang harus Kakak luruskan disini."

"Dengar ya semua... terkhusus Mario." Perintahnya melihat ke sekeliling kelas dan berhenti pada cowok dengan dasi diikat asal itu. "Debat itu bukan berarti kita berantem. Mentang-mentang saling sahut demi mempertahankan pendapat masing-masing bukan berarti debat itu lagi 'ribut', ya."

Remote ditangannya Bel pencet. Menampilkan sebuah slide bertuliskan Definisi di paling atas.

"Melainkan kalau menurut KBBI, debat itu adalah pertukaran dan pembahasan pendapat terkait suatu hal dengan saling menyampaikan argumentasi atau alasan dengan tujuan mempertahankan pendapat bahkan memenangkan pendapat."

Bel terus menjelaskan, sesekali memberikan contah dan membuat para siswa mengerti.

"Sepertinya kalian sudah paham mengenai debat mulai dari pengertian, tujuan, unsur-unsur, jenis debat, etika debat sampai struktur-struktur debat itu seperti apa, kalian udah mengerti kan?"

Anggukan dan jawaban iya menyambut Bel yang tersenyum bahagia apa yang ia ajarkan terserap dengan baik.

"Jadi, untuk oleh-oleh kalian hari ini-"

"Yaaah ada pr, kak?" Fatia si manis berkerudung putih berseru kecewa bak penonton sepak bola yang jagoannya kalah.

"Iya." Anak-anak yang lain ikut bereaksi seperti Fatia. Mereka mulai misuh-misuh dan memandang Bel sebal.

"Kalian bisa diam gak sih?!" Bumi selaku ketua kelas menggebrak meja dengan kuat. "Timbang pr aja kalian protes sana sini!"

Bumi kembali duduk setelah Bel mengodenya untuk duduk. "Saya kasi kalian pr tapi pr nya berkelompok ya."

"Karena di kelas ini ada dua puluh orang jadi kakak bagi empat aja. Masing-masing kelompok terdiri dari lima orang."

"Kelompoknya bagi sendiri kan, Kak?!" Tanya Elok dengan mata memohon. "Jangan Kak!"

Cakra yang dipandang kesal oleh Elok tak peduli, cowok itu dengan santai memutar-mutar bolpoinnya.

"Pilih sendiri aja kak" Pinta Elok tak kunjung menyerah. "Sesuai absen aja, kak!"

"Virliii bisa diam gak sih?!" Omel Oliv yang keberatan akan usulnya. "Kenapa gue harus diam? Gue tahu ya, kalian pasti mau sekelompok sama geng kalian!"

Elok dan Oliv mendelik bersamaan pada cowok berbehel itu. "Loh emang gak boleh gitu? Kalau iri mah bentuk aja kelompok sama geng kamu juga, selesai kan."

We NonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang