bab 6

18 6 1
                                    

Hai hai hai, kembali lagi dengan Raden Ayu.
Gimana kabar kalian? Ada yang kangen sama Awana Sabiru?

Happy reading guys
.
.
.
.
.

“Oh seperti itu ya?” Tanya Aruna lagi, dia tampaknya sedikit tidak percaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Oh seperti itu ya?” Tanya Aruna lagi, dia tampaknya sedikit tidak percaya.

“Iya mah, oh iya ini martabaknya dimakan ayo. Biru malah lupa ga buka martabaknya,” jawab Sabiru, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan menawarkan martabak pada sang mama dan kekasihnya.

Nyonya Aruna mengambil sepotong martabak, begitu pula dengan Awana dan Sabiru, mereka juga mengambil sepotong martabak.

Mereka mengobrol banyak hal sampai tidak terasa kalau martabak yang Awana dan Sabiru beli sudah habis satu porsi. Dan ternyata waktu juga sudah menunjukkan pukul setengah tiga sore.

Awana hendak berpamitan pada Nyonya Aruna dan Sabiru, namun saat dia hendak berdiri ucapan dari Nyonya Aruna membuatnya terkejut, dia melirik ke arah Sabiru yang ternyata sama-sama terkejut.

“Mama ga percaya kalau itu cuman terkena sinar matahari Biru!” tegas Nyonya Aruna membuat Sabiru dan Awana membulatkan matanya.

“M-maksud m-mama gimana ya? Sabiru agak ngga maksud?” Tanya Sabiru, dia berusaha menutup rasa kekhawatirannya kalau mengenai mamanya yang tahu tentang dirinya yang ditampar di sekolah.

“I-iya maksud nya Tante apa ya? Bukannya Sabiru udah sering kayak gini?” Tanya Awana, dia agak terbata-bata saat membantu Sabiru menjelaskan ke mamanya.

“Chika sama Lala udah cerita semua, tentang kamu yang di tampar Lidya dan Awana yang menghalangi Lidya agar tidak menamparmu untuk kedua kalinya,” ucap Aruna to the poin, jujur saat ini tubuh Sabiru dan Awana langsung menegang mendengar ucapan Nyonya Aruna.

“M-mah? Jadi Chika itu mata-matanya mama ya?” Tanya Sabiru sesaat setelah dia terdiam, dia membulatkan matanya sempurna saat mengingat dia melihat Chika yang sedang menelfon seseorang, dia ingat jelas saat itu Chika memanggil orang yang di telfon nya dengan nama “Nyonya Aruna”.

“Ya seperti yang kamu duga, dia memang mata-mata mama buat melindungi kamu waktu disekolah,” jawab Nyonya Aruna dengan santai, dia bahkan bersedekap dada dan menyilangkan kakinya di saat Awana dan Sabiru panik.

“Mahhh! Kenapa ga bilang? Kan Biru jadi ga bebas,” celetuk Biru mengutarakan ke tidak setujuan.

“Kenapa? Lagian kamu sama Chika juga sahabat kan?” jawab Nyonya Aruna dengan santai.

“Tahu lah, mama sukanya gitu!” ujar Sabiru cemberut.

Awana yang melihat Sabiru dan Nyonya Aruna yang sedang berdebat langsung tidak enak, pasalnya dia harus segera pergi karena mamanya terus menelfon diri nya sedari tadi.

“Emmm Tante, Biru. Awana pamit dulu ya? Mama udah telfon Awana dari tadi,” pamit Awana tidak enak, dia menatap Sabiru dan Aruna dengan tatapan memohon.

Awan Biru AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang