bab 5

48 23 46
                                    

Hai hai hai, kembali lagi dengan Raden Ayu.
Jangan lupa vote dan komen ya guys, biar Ayu semangat!
.
.
.
.
.
.

“M-minggir ngga! Gue mau lewat! Awas!” ucap Lidya yang terbata-bata, dia berusaha untuk menyingkirkan tubuh Chika dan Lala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“M-minggir ngga! Gue mau lewat! Awas!” ucap Lidya yang terbata-bata, dia berusaha untuk menyingkirkan tubuh Chika dan Lala.

“Tidak semudah itu, Ferguso,” jawab Chika dan Lala bersamaan lalu tertawa diikuti oleh semua teman sekelasnya.

Sabiru dan Awana saling bertatapan setelah Awana yang merasa lebih baik dan tidak semarah tadi. Mereka berdua kemudian tertawa bersama melihat Lidya yang tidak berdaya berhadapan dengan Chika dan Lala.

⚘( ၴႅ

Jam sekolah telah selesai, Awana menjemput Sabiru di depan kelasnya, dia dengan setia menunggu sang kekasih yang sedang piket kelas.

“Na duluan ya, semangat nungguin Ayang mbeb nya,” ujar salah satu temannya yang lewat di depannya.

“Haha iya bro, gue semangat kok. Lo hati-hati ya nanti di jalan jangan mikirin si Lala terus,” jawab Awana dengan gurauan yang langsung membuat wajah pemuda di depannya itu seketika masam.

“Si Lala apanya dah! Ngga ya, jangan nyebar fitnah ah, ga friend kita,” kesal pemuda itu, dia hanya menatap datar ke arah Awana saat dia melihat Awana tertawa karena jawaban nya.

“Ya kali gua nyebar fitnah Yu, gue bukan anak pick mie itu ya,” ucap Awana, dia kembali tertawa dan pemuda yang dipanggil Yu itu juga ikut tertawa karena dia paham siapa yang Awana panggil pick mie itu.

“Udah lah gue cabut dulu ya, semangat nungguin nya,” ucap pemuda itu lalu pergi dari hadapan Awana.

“Hati-hati Bayu, ingat besok ada ulangan jangan telat ya berangkatnya,” balas Awana, dia melambaikan tangannya pada pemuda yang dipanggil Bayu itu.

“Ish! Iya-iya!” kesal Bayu, lalu pergi tanpa menoleh lagi ke arah Awana yang kembali tertawa.

Tidak lama setelah Bayu pergi Sabiru keluar dari kelas dengan tas ranselnya yang hanya di letakkan di salah satu pundaknya. Dia menghampiri Awana yang tengah duduk sembari memainkan HP nya.

“Awana,” panggil Sabiru yang sudah berdiri di depan Awana.

Awana mendongak dan tersenyum lalu menyimpan HP nya, dia langsung mengusap rambut Sabiru dengan lembut setelah menyimpan HP nya di dalam saku celana nya.

“Sudah selesai piket nya?” Tanya Awana basa-basi, dia berjalan beriringan dengan Sabiru menuruni tangga.

“Udah lah, kalau belum kan Biru ngga mungkin ada di samping Wana. Gimana sih?” jawab Sabiru, dia memajukan bibirnya berniat cemberut. Entah kenapa dia seperti itu, padahal kalau dilihat-lihat pertanyaan Awana juga ga ada salahnya kok Sabiru cemberut? Entah lah Sabiru aja ga tahu apalagi kita ya kan?

Awan Biru AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang