Bab 3: Aku Tak Akan Memaafkanmu

3K 381 36
                                    

"Yeva!" Lian mendekat, tapi Yeva mundur.

Karena dilanda keterkejutan yang tak pernah dia bayangkan, seolah jantungnya jatuh dan kepalanya meledak dalam amarah. Kotak kue masih ada di tangannya, dan dia memilih untuk mundur ke ruang tengah.

Liam mengejarnya, menahan tangannya dari belakang. "Yeva, ingin mendengar penjelasanku?"

Air mata merembes menuruni pipinya, dan Yeva berhenti melangkah dengan kedua tangan dicengkeram Liam. Dia berbalik, menatap Liam dengan ekspresi hancur. Rasa sakit itu seolah telah memukulnya dengan palu raksasa dan berduri, yang menancap di setiap dagingnya.

"Apa yang ingin kau jelaskan?" tanya Yeva dengan suara tersekat. Air mata masih meleleh di wajahnya.

Ruangan tengah tiba-tiba terang benderang ketika gadis tadi menyalakan sakelarnya, dan dia berdiri sambil bersandar di dinding dengan jas putih milik Liam menutupi tubuh telanjangnya. Dia bahkan tidak berniat berpakaian dan pergi.

Yeva melirik gadis itu, dan dia membalasnya dengan senyuman tak bersalah.

Sambil mengusap air matanya dengan kasar, Yeva menatap Liam dengan kekuatan terakhir yang dimilikinya. Dia ingin menghadapi Liam dengan tenang, tidak terlihat buruk.

"Sejak kapan?" tanya Yeva.

Liam memandang lantai, kemudian menatap Yeva dengan wajah bersalah. "Dua bulan lalu."

Hening sejenak, dan tiba-tiba Yeva tertawa sumbang dengan suara tersekat dan air mata meleleh kembali. Rasa sakit itu kian menjeratnya, mendengar langsung pengakuan Liam. Pria ini telah berselingkuh darinya sejak dua bulan, dengan seorang gadis SMA yang beberapa hari lalu menangisi anjingnya yang sakit.

"Aku benar-benar bodoh," kata Yeva sambil mengusap air matanya. "Aku tidak pernah sedikit pun curiga, karena terlalu mempercayaimu."

Liam mengulurkan tangannya hendak menyentuh wajah Yeva, tapi reaksi Yeva begitu dahsyat hingga tangan Liam terlempar bersama dengan kotak kue yang meleyang di udara, jatuh ke lantai dan cheesecake di dalamnya berceceran.

Liam juga terkejut, melihat kue kesukaannya yang dibawa oleh Yeva pada tengah malam. "Yeva."

"Jangan sebut namaku lagi," kata Yeva sambil mengangkat tangan. Dia mundur, menatap kue itu lalu mendekat dan menginjaknya dengan sekuat tenaga. Ceceran kue menempel di lantai dan sepatunya. "Ini kue untuk ulang tahunmu. Selamat ulang tahun, Liam."

Usai mengatakan itu, Yeva segera pergi keluar dari klinik. Dia menangis sambil berjalan menuju apartemennya. Liam di belakang mengejarnya hanya mengenakan celana panjang saja.

"Yeva!"

Liam berhasil meraih tangan Yeva dan menghentikan langkahnya. Yeva meronta, tapi cengkeram Liam cukup kuat di tangannya.

"Aku minta maaf," kata Liam.

Sambil menghapus air matanya, Yeva menatap Liam dengan semua rasa sakit yang ditanggungnya. "Aku tidak memaafkanmu," balas Yeva dengan bibir gemetar.

"Aku bertemu dengan Alexa dua bulan lalu," kata Liam. "Dia sering datang ke klinikku."

Yeva memalingkan wajah tak ingin mendengarnya, sekuat tenaga menahan air matanya.

"Aku tidak pernah serius dengannya," lanjut Liam.

Yeva menangis sekaligus tertawa dalam hati. Dia mendengkus sambil berpikir, tidak serius pantatmu!

"Waktu dua tahun denganku tidak pernah kau anggap berarti dibandingkan dengan dua bulan bersamanya, hm?" Yeva berani memandang Liam dengan mata memerah.

Who's the Cheater?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang