Bab 19: Suasana Kamar Itu

2.6K 278 43
                                    

Yeva dan si daddy kambeeeekkk...

Beberapa hari ini aku sibuk, wkwk...

Aku lagi belajar desain grafis dan desain layout di InDesign, jadi kelupaan mau update. haha...


🍕🍕🍕


Yeva merasa seolah memasuki sebuah gua es yang sangat dingin, ketika dia memasuki kamar yang ditempati oleh Xenon. Aura tak menyenangkan seolah melingkupi seluruh ruangan, dan Yeva harus sangat berhati-hati atau kesempatannya untuk mendapatkan pria itu akan sirna.

Dia membawa nampan dengan satu piring berisi sandwich dan satu cangkir kopi dan kremer di pot kecil dari kaca. Kamar itu cukup luas dengan ranjang besar, ada meja dan sofa kayu dengan penghangat ruangan. Semua furniturnya terbuat dari kayu seolah memberikan suasana alam yang sesungguhnya.

"Selamat pagi, Mr. Maverick," kata Yeva seraya menaruh nampan di atas meja. Dia membungkuk dengan bokong menghadap ke arah Xenon yang sedang berdiri di depan pintu dengan wajah tanpa ekspresi.

Yeva bertingkah seolah dia tak pernah bergosip dan ketahuan oleh Xenon. Dia memindahkan piring dan cangkirnya ke meja, kemudian menegakkan tubuhnya seraya berbalik. Xenon masih berdiri di depan pintu yang sudah tertutup. Yeva merasa bahwa tatapan Xenon sedang mengawasinya, sekaligus memindainya.

Tanpa mengatakan apa pun, Xenon duduk di sofa sambil mengambil sebuah koran bisnis yang dibawa oleh Yeva di nampan yang sama. Dia membuka lipatannya, kemudian tatapannya beralih ke halaman koran.

"Mulai hari senin kau bisa keluar dari apartemen jelekmu itu," kata Xenon tiba-tiba.

Yeva membulatkan matanya tak percaya, dia memeluk nampan sambil menatap Xenon. Dia merasa Xenon berlaku tak adil dan ingkar janji padanya, perihal apa yang dia katakan di apartemennya tempo hari.

"Apa maksudnya ini? Bukankah Anda bilang jika saya datang dan bekerja di acara ini, Anda akan memberitahu saya, apakah malam itu kita tidur bersama atau tidak. Anda juga mengatakan, untuk mempertimbangkan saya. Setelah semalam mencium saya, Anda ingkar janji?" Yeva melontarkan keluh kesahnya dengan berani, merasa bahwa Xenon tidak seksi sama sekali untuk saat ini.

"Aku menarik kembali kata-kataku," kata Xenon masih menatap halaman korannya.

"Itu tidak adil," keluh Yeva.

"Kau dibayar untuk bekerja dua hari ini. Itu cukup adil," balas Xenon lagi, masih belum menatapnya.

Yeva mengerutkan dahinya, menatap Xenon dengan rasa kesal yang mulai muncul di hatinya. Dia merasa bahwa Xenon memang sulit ditangani, dan kesempatannya untuk menaklukkan pria ini perlu usaha yang lebih lagi.

"Bayaran atas pekerjaan saya itu hak saya," lanjut Yeva. "Tapi kebenaran tentang malam itu adalah sesuatu yang Anda janjikan."

Saat itulah Xenon mengangkat pandangannya dari halaman koran ke wajah Yeva. Dia membalas tatapan Yeva, dengan wajah yang masih sama tanpa ekspresi dan sedikit dihiasi ketidaksenangan yang sangat nampak jelas.

"Bukankah milikku kecil? Kau tidak perlu mengetahui tentang malam itu," kata Xenon kemudian, dengan nada yang terdengar datar, dan jelas begitu sarat akan sindiran.

Yeva belum sebodoh itu, dan dia tidak naif. Dia jelas tahu gosipnya dengan Jane telah menyakiti kebanggaan terdalam seorang pria, dengan mengatakan bahwa 'sesuatu' milik mereka kecil.

Yeva membeku sejenak, dan dia hanya tersenyum bercampur ringisan ketika mendengar perkataan pria itu. Dia pun segera mendekati Xenon dan berlutut di sisi meja, sambil memeluk nampan.

"Mr. Xenon, saya tidak bermaksud seperti itu. Itu perkataan Jane, dan itu gosip diantara para karyawan Anda." Yeva berkilah, dan dia tak mau disalahkan sendirian, jadi dia meneruskan, "Jika saya dipecat dan diusir dari gedung apartemen jelek itu, maka semua karyawan yang menggosipkan Anda harus diperlakukan sama."

Who's the Cheater?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang