Chapter 1

5.7K 420 56
                                    

Jika orang-orang pada umumnya akan mendapatkan warisan dari Almarhum orang tuanya, berbanding terbalik dengan Salma yang malah mendapat tagihan hutang dari pihak bank dengan jumlah yang sangat besar. Di usianya yang masih muda dan hanya tinggal sendiri ini, ia harus bekerja keras untuk melunasi hutang kedua orang tuanya tersebut.

Salma berjalan lurus sembari menatap kertas yang berisi tagihan yang harus ia bayar secepat mungkin. Jika tidak, maka rumah yang menjadi peninggalan satu-satunya dari orang tuanya harus di serahkan kepada pihak bank.

"Huh, gimana caranya gue bisa dapatin uang sebanyak ini dalam beberapa hari?"

Salma menghela nafas panjangnya lagi. Ia terus melangkah sembari menatap ke arah kertas tagihan itu. Karena tidak fokus dengan jalanan di depannya, ia pun tidak sengaja menabrak seseorang.

"Maaf,  nggak sengaja," kata Salma sembari mendongak ke atas karena seseorang yang ia tabrak ini jauh lebih tinggi daripadanya.

Seseorang yang tidak sengaja di tabrak oleh Salma itu menatapnya dengan tajam. Ia memandangi penampilan Salma dari atas sampai bawah.

"Jangan jalan sambil baca. Lo bisa aja ngebahayangin orang lain," ketus lelaki itu.

"I-ya. Maaf," kata Salma lagi.

    Lelaki yang tidak sengaja di tabrak oleh Salma itu bernama Rony,  seorang Ceo muda di salah satu perusahaan terkenal. Sebenarnya, ini juga bukan salah Rony seutuhnya, karena ia juga sedang menerima telepon sehingga tidak melihat jalannya juga.

    Rony tidak menanggapi permintaan maaf Salma itu. Ia melangkahkan kakinya dan kembali berbicara di telepon. Salma membalikkan badannya dan menatap punggung lelaki tersebut. Sebuah senyuman manis terbit di wajahnya. Ia sedikit terpesona dengan tatapan dan wajah lelaki itu.

    "Tampan," desisnya tanpa sadar.

    Salma menggelengkan kepalanya saat sadar apa yang baru saja ia katakan. Untuk sekarang, ia tidak bisa memikirkan masalah percintaan. Ia harus fokus dengan urusan pribadinya ini. Tidak ada waktu untuk laki-laki disaat genting seperti ini.

   Salma menatap kertas di tangannya lagi dan memasukkannya ke dalam tas. Ia menghela nafas panjangnya dan kembali melangkahkan kakinya ke cafe untuk bertemu dengan Novia, sahabatnya.

     ***

    "Lo lagi mikirin apa?"

    Novia memerhatikan gerak-gerik Salma yang lebih banyak melamun sedari tadi. Salma bahkan tidak menyentuh makanan di depannya. Padahal biasanya, saat Novia mentraktir Salma makan, wanita itu akan sangat senang sekali dan makan dengan lahap.

    Salma menghela nafas panjangnya lagi. Ntah sudah berapa kali ia menghela nafas panjang seperti ini. Ia sudah tidak tahu harus mencari dana dari mana. Ia juga tidak mau kehilangan rumah yang menjadi satu-satunya peninggalan dari kedua orangtuanya.

    "Gue punya hutang," kata Novia  mulai bercerita. Hanya Novia tempatnya untuk berkeluh kesah.

    "Hutang?" Novia mengernyitkan keningnya. Pasalnya ia sangat tahu jika Salma tidak pernah mau berhutang kepada siapapun. Jadi wajar saja jika ia bingung mendengar ucapan Salma itu.

    Salma menganggukkan kepalanya. "Hutang ke bank. Dua ratus juta."

    Novia membelalakkan matanya mendengar ucapan Salma itu. Ia tidak percaya jika Laura berani berhutang dengan jumlah sebanyak itu. "Sal, lo nggak salah? Buat apa uang sebanyak itu?"

    "Bukan hutang gue, Nov,  Tapi hutang orang tua gue. Dan gue harus bayar itu semua dalam beberapa hari," kata Salma mengeluh.

    "Trus gimana caranya lo ngebayar itu semua?" tanya Novia. Ia ingin membantu Salma, tetapi ia juga tidak memiliki tabungan sebanyak itu.

Pernikahan Bayangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang