Chapter 17

2.6K 324 51
                                    

Satu Bulan Kemudian

Salma sudah mulai bisa menerima janin yang ada di perutnya meskipun tidak seutuhnya. Di awal-awal kehamilannya, ia sering merasa mual dan muntah di pagi hari. Ia juga tidak bisa mencium aroma yang menyengat. Beberapa kali ia ingin muntah saat berpapasan dengan Rony karena tidak kuat mencium aroma parfumnya.

Salma yang tengah menikmati rotinya, melihat Rony berjalan ke arahnya. Salma menundukkan pandangannya dan menahan nafasnya. Ia juga mempercepat makannya.

"Pagi Salma," sapa Rony.

Ada yang berbeda dari indra penciuman Salma. Ia tidak bisa mencium aroma Rony dan tidak mau berdekatan dengannya. Mungkin saja ini hormon di awal kehamilannya.

"Sarapan buat gue mana?" tanya Rony.

Salma menutup mulut dan hidungnya. Tak lagi menghabiskan rotinya itu, Salma memutuskan untuk pergi. Tetapi Rony menahan tangannya.

"Kenapa setiap ngelihat gue, lo pasti ngehindar?" tanya Rony kebingungan.

Salma berusaha melepaskan tangannya. Tetapi Rony menggenggamnya lebih erat.

"Kenapa, Sal?" tanya Rony lagi. "Apa jangan-jangan lo hamil? Bekas merah yang waktu itu ada di kasur, itu punya lo?"

Salma membelalakkan matanya mendengar ucapan Rony itu. Bagaimana bisa Rony berfikir seperti itu.

"Iyaa, kan?" tanya Rony lagi memastikan.

Salma tidak mengatakan apapun. Ia hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Rony itu. Ia pun kembali menghempaskan tangan Rony hingga tautan tangan keduanya terlepas dan berlalu dari hadapan lelaki itu.

Sepeninggal Salma, Rony tersadar dengan apa yang dia katakan.

"Gue beneran ngomong gitu tadi? Artinya gue udah melakukan 'itu' sama Salma? Tapi kenapa gue se pede itu mikir kayak gitu. Tapi malam itu gue ngerasa..." Rony menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Nggak mungkin."

***

"Terimakasih, silahkan tunggu pesanannya sebentar lagi."

Salma tersenyum menyambut pelanggan cafe ini. Sekarang Salma lebih banyak menghabiskan waktunya di cafe atau di rumah Novia. Ia hanya akan pulang saat hendak tidur saja untuk meminimalisir pertemuannya dengan Rony.

"Hape lo bunyi terus dari tadi."

Novia datang dari arah ruang ganti. Sebentar lagi, shift Salma akan di gantikan oleh Novia.

"Siapa?"

Novia menggelengkan kepalanya. "Nggak tahu. Periksa gih, siapa tahu penting."

"Rony kali," tebak Salma. "Kalo Rony gue males."

"Dia belum tahu kalo lo..." Novia menghentikan ucapannya.

"Nggak harus tau."

"Tapi kan dia ayahnya. Dia berhak tau," kata Novia. "Kalo anak lo lahir, trus tanyain ayahnya siapa, gimana?"

Salma terdiam beberapa saat. "Masih lama. Gue masih bisa mikir ke depannya harus gimana. Tapi kalo harus ngomong jujur sama Rony, gue bingung harus mulai darimana."

"Kejadian malam itu?"

"Gue nggak punya bukti apapun soal kejadian malam itu. Rony juga nggak ingat. Dia cuma heran kenapa ada bercak merah di sprei-nya." Salma menghela nafas panjangnya. "Belum lagi hubungan Rony sama Bella. Di tambah sama perjanjian kita. Kepala gue mau meledak mikirin semaunya."

Pernikahan Bayangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang