Chapter 16

3.1K 391 43
                                    

Salma menatap dirinya di pantulan kaca wastafel. Wajahnya begitu pucat, ia merasa mual dan ingin memuntahkan isi perutnya. Pikirannya mulai melayang ntah kemana. Memikirkan apa hal yang membuat ia merasa mual seperti ini. Pola makannya teratur. jam tidurnya pun sama seperti sebelumnya. Hanya saja ia sedikit stres dengan hidupnya akhir-akhir ini, dan...

"Gue telat haid."

Jantung Salma berpacu dengan cepat. Ia menatap nanar pantulan dirinya di kaca. Deru nafasnya mulai beradu. Ia memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi di hidupnya.

Salma menghela nafasnya dan mencoba berpikir logis. Membuang pikiran buruknya itu. Hingga ia tersadar jika apa yang Rony lakukan tempo hari kepadanya bertepatan dengan masa suburnya, yang artinya peluang untuk ia hamil lebih besar.

"Shit. Gue kecolongan."

Salma membasuh wajahnya dan kembali menghela nafasnya lagi. Ia memutuskan untuk membeli tespect dan memastikan sendiri apa yang menjadi pikiran buruknya itu.

Dengan langkah santai, Salma keluar dari kamarnya. Ia sudah meminta izin kepada Vito untuk tidak bekerja hari ini, meski dengan perasaan tidak enak hati karena selalu izin.

Saat keluar dari kamarnya, Salma berpapasan dengan Rony yang duduk di sofa dengan laptop di depannya.

"Kenapa masih ada disini? Lo nggak kerja?" tanya Salma heran.

Mendengar suara Salma, Rony langsung berdiri. "Lo baik-baik aja?"

Salma mengernyitkan keningnya. "Kayak yang lo lihat. Gue baik-baik aja."

"Tadi lo muntah-muntah, gue khawatir. Jadi gue mutusin buat kerja dari rumah aja," kata Rony. "Mau kemana? Ke rumah sakit? Ayo gue anterin."

"Nggak usah sok peduli. Gue mau kerja," kata Salma berbohong.

"Tapi muka lo pucat. Lo harus ke dokter buat ngecek keadaan lo. Gue takut lo kenapa-kenapa, Sal."

Rony memegang tangan Salma, namun dengan cepat wanita itu menepisnya.

"Nggak usah lebay. Gue cuma kecapekan aja, nggak usah sok peduli gitu," kata Salma lagi.

Salma menatap Rony tajam dan kembali melangkahkan kakinya. Rony tahu jika terjadi sesuatu kepada Salma, tapi ia berusaha untuk menutupinya.

"Gue mulai nyari tahu darimana dulu?" Batin Rony berteriak.

***

Setelah membeli tespect di apotik, Salma bergegas menuju pom bensin terdekat untuk langsung mengecek keadaannya. Besar harapan Salma jika apa yang ia takutkan terjadi. Bagaimanapun, ia tidak mau mengandung anak Rony. Tidak untuk sekarang ataupun nanti.

Salma menatap urine-nya di dalam gelas kecil yang juga sengaja ia bawa dari rumah. Dengan nafas yang berderu kencang, ia mulai memasukkan tespect tersebut ke dalam gelas itu dan menunggunya beberapa saat. Tak lama setelah itu, ia mengangkat kembali tespect-nya.

Salma menutup matanya, tidak sanggup melihat bagaimana hasilnya.

"Plisss, jangan garis dua," bisik Salma dalam hati.

Salma menarik nafas panjangnya dan menghembuskannya perlahan. Ia mulai membuka matanya dan melihat bagaimana hasilnya. Seketika ia merasa lemas, kakinya seakan tidak memiliki kekuatan untuk menahan dirinya sendiri. Salma hampir terjatuh, namun ia segera memegang dinding di sampingnya.

"Garis dua..." lirih Salma.

Air mata Salma menetes begitu saja. Tangannya refleks mengusap perutnya. Ntah sejak kapan janin itu ada disana. Hal yang Salma takutkan terjadi. Hal yang mungkin akan semakin memperkeruh keadaannya, hidupnya.

Pernikahan Bayangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang