📜 44.00

49 13 1
                                    

"can be mine.."

Sejenak tubuh gadis itu dibuat kaku bak patung. nafasnya seolah berada di ujung tenggorokan kini, netra matanya pun tak mampu mengalihkan pandangannya walau sekejap ke arah lain. dirinya hanya fokus menatap satu titik— wajah sungguh-sungguh milik Sehun.

Sial mengapa harus terjebak diantara kecanggungan ini bersama lelaki itu sih?

Sehun tersenyum kecil melihat Irene yang diam saja dengan gerakan wajah gelisah yang kentara. Pikirnya, sedari dulu memang kelemahan Irene hanya di tidak mampu untuk menutupi apapun yang sedang dirasakan gadis itu ke orang lain.

"gausah terlalu di pikirin, omongan gue." celetuk Sehun tiba-tiba, benar-benar berhasil membuat atensi gadis itu kembali sepenuhnya.

Irene membenarkan letak topinya, kemudian memandang Sehun dengan tatapan yang sulit diartikan.. ni orang mau nya apaan dah?

"gimana gamau gue pikirin, kalo lo ngomongnya aja pake muka serius kek gitu," telak Irene. Sehun tertawa kecil, dirinya menunduk, berniat merapihkan bekas mangkok buburnya agar disatukan oleh mangkok milik Irene yang tersisa sedikit.

"terus gue harus masang muka apa cantik?" Tanyanya dengan fokus pandangan sepenuhnya mengarah ke Irene. "Kayak gini?" lanjutnya, kini disertai dengan wajahnya yang dibuat menjadi ugly face.

Irene menggeleng pelan, sembari bergidik ngeri, "stop it!" Gertaknya. Lelaki itu hanya mengangguk pelan, setelah berhasil menghentikan tawanya yang sempat menggelegar tadi.

"Hun?" panggilan itu, Sehun menoleh sekejap sebelum berdeham pelan, "apa hm?" Balasnya.

"lo tau kan semua hal itu awalnya dibentuk dari sebuah kepercayaan dulu?" Irene mengawali. Lelaki itu hanya diam menyimak, "kalo kepercayaan itu dari awal aja udah ngga ada, apa lagi yang harus dijadiin tameng perlindungan?" lanjut gadis itu.

"cinta? mau makan pake cinta doang setiap hari? gue sih ogah!" Desis gadis itu. Masih terus memandang wajah Sehun tanpa kedip.

"Komitmen? bukannya komitmen sama kepercayaan itu udah satu paket? kalo lo kalah dalam hal mertahanin kepercayaan, jangan ngarep buat dapat jalinan komitmen." lanjutnya, tanpa peduli jika ada argumen lain yang sedang dipersiapkan Sehun untuk mematahkan teorinya.

"terus disini, di awal banget akar masalah kita, lo aja udah kalah dalam mertahanin kepercayaan yang gue kasih buat lo, Hun." Skak nya! Tepat mengenai sasaran.

"Lo itu masih ragu, dari awal lo ragu mau ngejalanin ini semua. Tapi kenapa lo tetap maju, ya karena lo gengsi, gengsi sama ego lo karena lo yakin bisa nunjukin kalo hal sepele kayak gini doang ga mungkin bisa bikin lo kalah." suara Irene kembali terdengar, dan kali ini bergetar dan jujur saja ini kembali menyakitkan dirinya dimana harus mengetahui kenyataan bahwa Sehun adalah bagian dari rasa sakitnya, sejak dulu.

"Gue bener kan? ..." tolong, katakan tidak! Irene tidak sanggup untuk benar-benar mengakui, bahwa dirinya adalah salah satu bahan pertarungan lelaki itu dengan egonya sendiri.

Tubuh lelaki itu lemas, sangat lemas. ketakutan nya akan fakta yang semakin terkuak dan melambung tinggi, kini benar-benar terjadi. Gadisnya sangat amat mengetahui tentang dirinya, jauh lebih baik dari dirinya.

"Maaf!" hanya kalimat itu lah yang akhirnya benar-benar bisa terucap dari bibir Sehun, tanpa paksaan. Karena, memang benar adanya, dirinya sangat menyesal kini.

Irene tersenyum getir, tangan kirinya yang memang berada dibawah meja, kini digunakannya untuk meremas ujung Hoodie yang di pakainya. Jawaban yang sangat ingin dirinya dengar, namun bukan dengan konteks yang seperti ini.

SOMEONE 2 | HUNRENE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang