16. Bangkit

806 66 2
                                    

Di pertemuan satu bulan berikutnya, laki-laki itu kembali membicarakan masa-masa SMA Arumi yang suram. Bukan apa yang pernah dirinya lakukan, melainkan menceritakan pembahasan yang dulu pernah menjadi bola liar di sekolahnya mengenai Arumi.

Pembicaraan tersebut jelas tidak benar, ia bahkan tidak tahu dari mana itu berawal. Bahwa katanya, hampir semua anak cowok di sekolah mereka pernah mencoba Arumi.

Shaka membicarakan kembali hal tersebut di depan Reigan, di depan saudara pria itu dan saudara mendiang istri pertamanya yang sangat menerima Arumi dengan baik. Tidak hanya itu, Shaka menatap Reigan dengan tatapan prihatin disaksikan semua orang, berkata bahwa laki-laki itu mengasihani Reigan karena menikahi perempuan bekas pakai banyak orang.

Bagaimana kalau Reigan benci bahkan jijik dengan masa lalu Arumi? Itu yang membuat Arumi takut menceritakan kembali semua masa-masa suramnya saat masih remaja kepada suaminya untuk mematahkan ucapan Shaka.

Beban pikiran yang Arumi tanggung tidak hanya itu. Ia juga memikirkan apa yang akan Shaka ceritakan lagi di depan orang-orang pada pertemuan yang akan datang, apa laki-laki itu akan menceritakan antara dirinya dan Arumi yang membuat laki-laki itu begitu bernafsu ingin menceritakan masa-masa kelam Arumi kepada semua orang?

Arumi takut sekali. Bahkan saking takutnya, sudah beberapa minggu ini tidur Arumi tidak pernah nyenyak, selalu terbangun secara tiba-tiba setiap beberapa jam saat malam hari. Nafsu makannya berkurang, bahkan selalu mengeluarkannya kembali setelah berhasil susah payah mengisi perut. Semangatnya untuk tetap hidup sedikit menghilang, beberapa kali Arumi berpikir untuk mengakhirinya saja.

Hal yang juga membuat Arumi menjadi begitu terpukur, yaitu karena hubungannya dengan Reigan yang menjadi tidak kondusif. Interaksi mereka kembali menjadi canggung. Padahal hubungan mereka sudah jauh lebih membaik semenjak memutuskan untuk memiliki anak.

Hubungan Arumi dan Reigan kembali seperti dua minggu setelah mereka menikah, pria itu kembali pada sikapnya yang cuek.

Arumi tidak tahu sejak kapan lebih tepatnya. Namun sejak kedatangan Shaka, hampir dua bulan yang lalu. Hanya itu yang Arumi ingat dan tahu-tahu semuanya secara perlahan menjadi tidak terkendali.

Sejujurnya Arumi tidak mau hidup seperti ini terus. Hidup dalam ketakutan karena kehadiran seseorang yang tidak berkontribusi sama sekali dalam kehidupannya. Namun terlalu bingung dengan apa yang harus dirinya lakukan. Selama masih ada Shaka yang akan terus berkeliaran dan berpotensi berbicara macam-macam mengenai dirinya, ruang geraknya menjadi terbatas.

Secara tiba-tiba, perut Arumi kembali bergejolak, seperti satu jam yang lalu ketika dirinya menginjakkan kaki di kamar mandi. Ia menundukkan kepala, berusaha mengeluarkan sesuatu yang membuat mual dari perutnya, tetapi tidak begitu berhasil karena hanya cairan bening yang terasa pahit saja yang keluar.

Tidak ada yang harus dikeluarkan sebenarnya mengingat akhir-akhir ini hanya sedikit yang masuk ke perut, tetapi entah mengapa rasa itu begitu besar. Tubuhnya juga sedikit menghangat, pengaruh dari tidak memiliki pola tidur dan makan yang teratur. Semuanya kacau balau sehingga Arumi bahkan merasa wajar kalau kondisi kesehatannya memang menurun.

Arumi menjadi begitu sedih. Ia menatap matanya sendiri yang memerah dan berkaca, sedetik kemudian isakan lolos dari bibir perempuan itu.

Ia merutuki suasana hatinya yang juga rewel akhir-akhir ini. Suka tiba-tiba berubah dalam sepersekian detik, seperti saat ini. Kadang-kadang merasa marah, kadang-kadang merasa putus asa, kadang-kadang merasa sedih hingga rasanya hati tersayat-sayat dan berakhir menangis.

Arumi menutup mata dengan kedua tangan kemudian menangis tersedu-sedu.

Sangat tidak enak rasanya hidup dengan penuh ketakutan, tetapi tidak bisa melakukan apa pun untuk membela diri sendiri. Hanya pasrah menanti apa yang akan Shaka katakan kepada Reigan dan membuat Reigan mungkin akan lebih mempercayai laki-laki itu daripada dirinya.

Arumi menangis seraya dalam pikirannya tidak berhenti bekerja.

Bagaimana kalau Reigan benar-benar jijik kepadanya?

Bagaimana kalau pria itu kemudian menceraikannya hanya karena pembicaraan Shaka, karena rasa yang dimiliki pria itu tidak terlalu kuat kepadanya meski harusnya pria itu sendiri tahu kalau apa yang Shaka katakan mengenai Arumi itu tidak benar.

Bagaimanapun juga, harusnya meski Shaka lebih dahulu mengenal Arumi, Reigan yang paling tahu tentang dirinya.

Iya kan?

Pemikiran tersebut terus-menerus berputar di kepala Arumi, mencernanya lebih dalam hingga kemudian Arumi menghentikan tangis.

Benar pemikiran tersebut.

Sebenarnya apa yang Arumi takutkan?

Baik buruk mengenai dirinya, Reigan pasti lebih tahu. Reigan pasti paham bagaimana Arumi daripada Arumi sendiri. Reigan pasti tahu luar dalam dirinya sebanyak apa pun orang luar berkata macam-macam. Reigan pasti tahu omongan tersebut benar atau salah.

Benar kan?

Apa yang harus Arumi takutkan?

Apa yang harus Arumi khawatirkan?

Arumi tidak seharusnya memikirkan hal-hal yang tidak penting. Seharusnya ia fokus saja dengan tujuannya, yaitu hamil dan membuat Reigan mencintainya meski hingga kini tidak ada tanda-tanda pria itu secara jelas tertarik kepadanya.

Namun tidak apa-apa, ia tahu nanti akan ada waktunya Reigan mencintainya, saat mereka memiliki anak.

Setelah beberapa minggu ini Arumi banyak merenungi nasib buruknya, kali ini ia harus bangkit.

Iya, dirinya harus bangkit!

Dengan bermodalkan kalimat Reigan pasti lebih tahu mengenai dirinya, Arumi memutuskan untuk bangkit detik itu juga.

Arumi kembali menatap wajah tidak terawatnya. Perempuan itu kemudian menghapus air mata yang membanjiri pipi dan tersenyum kepada diri sendiri penuh dengat tekad.

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam ketika suaminya pulang. Selagi pria itu membersihkan diri, Arumi menyiapkan pakaian untuk dikenakannya. Beberapa belas menit kemudian, Reigan keluar dari kamar mandi dengan tubuh dan wajah tampak lebih segar.

Arumi membantu Reigan mengeringkan tubuh, membantu mengancingkan pakaian setelah itu memeluknya.

Arumi senang karena Reigan tidak menolak sama sekali. Merasa diterima, Arumi menempelkan telinga di dada pria itu, menikmati detak jantungnya yang berdebar secara beraturan.

Sudah lama sekali rasanya Arumi tidak memeluk bahkan mencium aroma pria itu saking menghindarinya karena ketakutan atas ulah Shaka.

Arumi menghirup aroma Reigan yang khas, pikiran Arumi yang tidak bisa tidak kusut tersebut seketika menjadi tenang.

"Mas, aku kangen ...." ucap Arumi mengutarakan isi hatinya yang terdalam.

Tidak mendapatkan balasan, Arumi tidak merasa aneh sama sekali. Ia justru akan terkejut bukan main kalau Reigan tiba-tiba saja menyahuti ucapannya dengan mengungkap dirinya juga merindukan Arumi karena hal itu tidak Reigan sekali.

Arumi melepaskan pelukannya, mendongak menatap pria itu kemudian berjinjit. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu, hendak mengecup bibirnya.

Namun, belum sempat bibir Arumi berlabuh di bibir Reigan, pria itu sudah lebih dahulu memalingkan wajah sehingga bibir Arumi mendarat di rahangnya.

"Jangan lakuin itu."

We Are CheatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang