03.b Menikah

1K 82 2
                                    

Dua minggu berlalu, hari yang Arumi tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Tema pernikahan yang sederhana dan intim, membuat acara pernikahan mereka cepat selesai. Dari mulai akad nikah di pagi hari, dan resepsi di hari yang sama.

Arumi tidak mengundang siapa pun. Hanya ayahnya saja yang membagi beberapa undangan dan lebih banyak mengundang dari pihak Reigan, bahkan undangan bagian Arumi dikembalikan kepada pria itu saking bingungnya harus mengundang siapa.

Di acara pernikahannya, Arumi hanya mengenal Hendrayana, Reigan, Novita dan Nugroho.

Satu pun Arumi tidak mengenal tamu undangan. Bukan masalah yang besar, Arumi justru senang karena bisa mengenal orang baru.

Ada juga keluarga mendiang istri Reigan, kedua orang tuanya, adiknya, sepupunya. Arumi memaklumi karena mungkin hubungan keluarga Reigan dan keluarga mendiang istrinya masih baik.

Mereka juga ramah kepadanya, bahkan tadi mereka sempat mengobrol. Arumi asumsikan memang keluarga mendiang istri Reigan adalah keluarga yang sangat baik, sehingga hubungan kekeluargaan mereka tidak bisa putus begitu saja.

Arumi langsung diboyong menuju rumah Reigan. Bukan rumah milik kedua orang tuanya, tetapi rumah milik pria itu sendiri. Rumah dengan dua lantai yang luas, serta memiliki halaman yang luas juga. Halamannya dihiasi dengan banyak tanaman bunga-bunga yang terlihat indah dan terawat.

Seminggu yang lalu Arumi menginjakan kaki di sini, untuk menyimpan barang-barang miliknya. Sehingga sekarang, ia hanya tinggal membawa tubuh saja karena pakaian dan barang-barangnya sudah di sini semua.

Meski begitu, Arumi tetap diantar oleh sang ayah yang begitu mereka duduk di ruang tamu Reigan, langsung memberi nasihat lebih dulu, untuk selalu bersikap baik, menghormati Reigan sebagai suaminya, dan menghilangkan sikap buruk dirinya selama masih single.

Arumi jelas akan melakukan hal tersebut tanpa diminta, justru ia berniat akan melakukan apa pun yang membuat Reigan nanti melihat sebahagia apa dirinya memiliki pria itu sebagai suaminya. Itu rencana Arumi.

"Iya Pa. Papa nggak usah khawatir!" ucap Arumi seraya ikut bangkit dari duduknya, kemudian memeluk sang ayah yang sudah berpamit ingin pulang.

Hendrayan kemudian gantian memeluk tubuh jangkung sang menantu, menepuk-nepuk bahu pria itu sebelum melepaskan rengkuhannya. "Tolong jaga Arumi ya Rei. Sayangi dan bimbing dia. Jangan segan-segan tegur dia kalau ada sikapnya yang bikin kamu nggak nyaman. Kalau kamu udah nggak sanggup menghadapi Arumi, kembalikan saja kepada papa secara baik-baik."

"Pasti, Pa," ucap Reigan seraya memberikan senyum kepada pria yang resmi menjadi mertuanya itu.

"Ya sudah, kalau begitu Papa pamit dulu!"

Arumi dan Reigan mengantar Hendrayan hingga pria itu duduk di balik kursi penumpang kendaraan yang tadi mengantar mereka ke sini.

Arumi melambaikan tangan kepada kendaraan beroda empat yang mulai bergerak meninggalkan halaman rumah Reigan tersebut. Hingga benda tersebut menghilang, barulah Arumi dan Reigan kembali masuk ke dalam rumah.

"Mas Rei mau langsung mandi sama istirahat?" tanya Arumi saat mereka berjalan bersisian menuju kamar mereka yang tepatnya berada di lantai dua. Tinggi mereka yang berbeda membuat Arumi harus mendongak menatap wajah pria itu.

"Ya, hari ini saya cukup lelah dan tubuh saya rasanya sudah lengket."

"Kalau begitu berendam air hangat aja gimana Mas biar badannya enakan," usul Arumi. "Aku siapin ya?"

"Boleh kalau kamu nggak keberatan."

"Enggak sama sekali, Mas. Aku siapin sekarang ya!"

Arumi tersenyum lebar, meski ia juga sama-sama lelah, tetapi entah mengapa ia merasa senang bisa diandalkan oleh Reigan. Di hatinya bahkan terasa seperti ada bunga-bunga yang tumbuh.

We Are CheatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang