18. Kebodohan Lainnya

1.6K 140 49
                                    

Arumi menangis semalaman. Merasa begitu kesakitan atas apa yang suaminya lakukan kepadanya. Meratapi semua nasib buruk yang dirinya alami selama hidup dan merasa kini dunianya sudah berakhir.

Sesak di dada detik demi detik semakin menjadi. Semua kesakitan, amarah, benci, putus asa dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya Arumi rasakan sekaligus dalam waktu yang bersamaan, ia menangis hingga napasnya tersengal-sengal dan kesulitan bernapas.

Sakit di perut yang Arumi rasakan bahkan tidak sebanding dengan rasa sakit yang Arumi rasakan di hatinya. Arumi mengabaikan rasa sakit itu, rasa keram yang membuat perutnya terasa kencang dan linu.

Kalimat-kalimat menyakitkan yang lolos dari mulut suaminya, perlakuannya, menari-nari di kepala Arumi seolah sedang mengejek.

Murahan, katanya.

Setiap satu kata itu hinggap di kepala, tangis Arumi kembali pecah. Betapa menyakitkan kata tersebut.

Tidak ada yang bisa Arumi lakukan untuk meredakan sesak di dada selain menangis hingga perempuan itu kemudian kelelahan. Arumi jatuh tertidur setelah sembilan jam menangis.

Sinar matahari yang menerobos melalui jendela tidak membuat Arumi terganggu sama sekali saking lelahnya. Namun, ia terbangunkan oleh rasa sakit yang semakin lama semakin menyiksa, menyerang perut.

Ketika ia berhasil bangkit dari ranjang yang diduduki setelah sedikit kesulitan, indra penglihatan Arumi langsung menangkap noda berwarna merah gelap menghiasi sprei putih yang melindungi ranjang yang semalaman ia tiduri, sehingga meski noda itu tidak lebih besar dari telapak tangannya, noda tersebut terlihat dengan jelas.

Rasa panik tidak mampu Arumi hindarkan. Jantungnya berdegub cepat secara bersamaan dengan rasa sakit pada perut yang semakin menyerang secara berutal. Rasa sakit yang dirasakannya itu sama persis seperti saat hari pertama kedatangan tamu bulanan, hanya saja rasa sakitnya mungkin puluhan kali lipat lebih besar.

Arumi sedang hamil, ia tidak mungkin kedatangan tamu bulanan. Lalu apa yang menyebabkan rasa sakit yang sedang dirinya alami ini?

Apa terjadi sesuatu dengan kehamilannya? Jantung yang bertalu-talu, seketika rasanya langsung berhenti saat pemikiran tersebut memenuhi isi kepala Arumi.

Arumi tidak mau itu terjadi. Pemikirannya kini langsung tertuju bahwa dirinya harus pergi ke rumah sakit. Arumi harus memeriksakan diri detik ini juga.

Tertatih-tatih, Arumi melangkah menuju kamar mandi, berniat sedikit saja membersihkan tubuh sebelum pergi.

Ringisan tidak henti-hentinya lolos dari bibir perempuan itu. Rasa sakit yang dialaminya benar-benar seperti kedatangan tamu bulanan sungguhan, keram dan linu secara bersamaan, belum lagi sesuatu yang terasa seperti dorongan di antara kedua pahanya.

Ketika Arumi melepas celana dalam yang dikenakan, sebuah gumpalan secara bersamaan terjatuh ke tempatnya berpijak.

Gumpalan tersebut mungkin segenggamannya, berwarna merah gelap dengan sedikit warna putih gading. Arumi berjongkok memperhatikan gumpalan tersebut, gumpalan darah yang aneh berbentuk persis seperti yang ia lihat kemarin di layar monitor ketika melakukan pemeriksaan terhadap kehamilannya.

Jantung Arumi rasanya seperti berhenti berdetak sebelum beberapa saat kemudian memompa dengan cepat. Kepala Arumi ikut berdenyut saking cepatnya berdetak, jantungnya bahkan terasa seperti ingin meloncat menerobos dada.

Arumi jatuh terduduk di lantai kamar mandi yang dingin, menatap gumpalan tersebut dengan pandangan kosong, tidak mempedulikan perut sakitnya yang teramat sangat. Pemikirannya hanya satu, bahwa gumpalan darah tersebut mungkin saja janinnya yang telah gugur.

We Are CheatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang