22.a Perasaan Terlarang

788 93 12
                                    

Athaya tidak berbohong soal ucapannya yang akan membawa Arumi berkenalan dengan ibu dan adiknya setelah mereka pulang liburan.

Setelah sehari absen mengunjungi kafe Athaya karena kejadian yang kini berusaha Arumi lupakan itu, Arumi berada di kediaman mereka.

Berdiri bersisian dengan Athaya di ambang pintu, berhadapan dengan dua perempuan yang juga berdiri bersisian.

Perempuan yang usianya lebih muda daripada Arumi, menyambut kedatangannya dengan senyum yang begitu lebar seraya menatapnya. Sebaliknya, perempuan yang jauh lebih tua dari mereka semua, melunturkan senyum begitu tatapannya bertemu dengan Arumi.

Arumi yang awalnya tersenyum manis, mengubah senyumnya menjadi jenis senyum canggung melihat bagaimana reaksi wanita itu. Di hati Arumi, timbul sedikit rasa sesal telah begitu saja menerima ajakan Athaya untuk menemui mereka. Arumi pikir, ia akan disambut dengan baik oleh ibu pria itu, tetapi ternyata tidak sesuai dengan yang ada di dalam bayangannya, wanita itu bahkan memasang raut wajah tidak suka.

Sebenarnya apa yang Arumi harapkan juga meminta dikenalkan kepada orang tua pria yang sudah beristri?

"Siapa ini Mas?" tanya wanita itu seraya menatap Athaya dengan tatapan menuntut penjelasan. Kata pertama yang Arumi dengar begitu ia menginjakkan kaki di sana.

"Ini temen Mas yang kemarin Mas bilang mau kenalin ke Ibu."

Sarah sontak mengernyitkan kening. Menatap Athaya keheranan.

"Ibu pikir temen yang Mas maksud itu banyak," ucapnya mengutarakan isi pikiran. Ketika putranya itu secara tiba-tiba menghubungi ingin mengenalkan dirinya pada teman, ia pikir temennya lebih dari satu, baik perempuan maupun laki-laki. Maka dari itu ia cukup semangat karena sudah cukup lama putranya tidak datang ke rumah, membawa teman-temannya juga.

Kini Athaya membawa temannya dan tidak sesuai dengan bayangannya, hanya membawa perempuan, satu orang?

Perasaan Sarah mendadak gelisah.

"Nggak Bu, satu orang aja," jawab Athaya melebarkan senyum.

Takut teman putranya merasa tidak dihargai, mau tak mau Sarah kemudian mempersilakan mereka masuk. Sebelum mereka duduk di ruang tamu, lebih dahulu wanita itu menatap anak perempuannya.

"Adek tolong buatin minum ya," perintahnya yang kemudian adik Athaya itu langsung turuti tanpa membantah.

"Kalian udah lama temenan?" tanya Sarah tidak bisa menahan penasaran, merasa bahwa pertemanan antara anaknya dengan temannya itu tidak wajar. “Ibu baru tahu kamu punya teman yang ini."

"Arumi emang temen baru Mas," jawab Athaya begitu santai. Arumi jangan ditanya, jantungnya terasa berdebar sepuluh kali lipat lebih cepat merasa wanita yang duduk di antara dirinya dan Athaya tengah menyidang mereka.

"Jihan tahu?"

Athaya sontak menggeleng.

"Kamu ada masalah sama Jihan?" Sarah langsung bertanya, menaruh sedikit rasa curiga apalagi beberapa hari yang lalu mendengar berita kurang menyenangkan mengenai menantunya. Kali ini anaknya yang berbuat demikian. "Jangan bilang karena masalah kemarin kamu ...."

Wanita itu tidak melanjutkan kalimatnya, ia melirik Arumi melalui ujung mata memberi kode kepada Anaknya.

Athaya kembali menggeleng kuat, mengerti ke mana arah yang dimaksud ibunya. "Nggak Bu, kan Mas udah bilang berita Jihan kemarin itu cuma gimmick mereka aja buat promosi produk si dokter. Malah kan Mas izinin Jihan pergi ya karena itu aja. Nggak ada hubungannyalah sama Mas kenalin Arumi ke Ibu, Arumi itu sebenarnya maunya temenannya sama Ibu loh, bukan sama Mas," jelas Athaya agar ibunya berhenti curiga.

We Are CheatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang