17. Penghinaan & Pernyataan

1.4K 105 14
                                    

Arumi terperangah menatap hasil tes kehamilan instan yang beberapa menit lalu dirinya lakukan. Tidak hanya sekali tes, Arumi melakukan tiga tes sekaligus setelah merasa tidak yakin atas hasil tes yang pertama. Ketiganya menampilkan hasil yang sama, yaitu dua garis meski satu alat lainnya menunjukkan garis yang samar.

Dirinya hamil?

Arumi tidak bisa menahan kedua sudut bibir untuk tersungging ke atas, membentuk senyuman begitu lebar hingga matanya yang menampakkan binaran-binaran ikut terdorong membentuk bulan sabit, menggambarkan bagaimana ledakan-ledakan kegembiraan di dadanya.

Arumi tidak membiarkan dirinya terlena. Setelah membiarkan terlarut dalam kebahagiaan selama beberapa menit, Arumi yang ada di kamar mandi langsung membersihkan tubuh dan mengenakan pakaian yang simpel berupa kaus dan celana panjang.

Arumi ingin memeriksakan diri ke dokter. Tentunya untuk memastikan secara langsung, agar mengetahui berapa usia kehamilannya, langkah apa yang harus ia ambil, dan apa yang harus dirinya lakukan agar janinnya sehat serta berkembang sebagaimana mestinya.

Ini adalah kehamilan pertamanya. Ia masih bingung harus melakukan apa dan bagaimana sehingga membutuhkan bimbingan dari orang yang memang ahli dalam hal ini.

Beberapa jam berlalu, Arumi kini berbaring di atas ranjang. Seseorang menyingkap kain yang menghalangi perutnya hingga perutnya yang masih terlihat rata itu terlihat.

"Bener Dok saya hamil?" tanya Arumi tak sabar bahkan ketika dokter wanita itu baru saja menempelkan sebuah alat ke perutnya.

Wanita itu bahkan sampai terkekeh. Sebelum menjawab pertanyaan, wanita itu lebih dahulu membiarkan tangannya yang menggenggam alat berjalan-jalan di area permukaan perut Arumi.

"Betul Bu, lihat ini ...." ucapnya menunjuk layar monitor di hadapan mereka.

Dokter itu mengajukan berbagai pertanyaan, seperti kapan hari pertama haid terakhirnya yang langsung dijawab Arumi dengan pasti. Kemudian, menjelaskan berat janin serta ukuran dan lain sebagainya.

Selama dokter itu berbicara, Arumi menatap layar monitor dengan haru. Di perutnya, ia melihat benda persis seperti yang dirinya sering lihat di internet yang menyatakan bahwa itu adalah janin, sebesar kacang merah yang bentuknya pun lumayan persis, lonjong kecil yang ujungnya sedikit melengkung dan seperti memiliki tunas.

Arumi yang tadinya bawel, kini terdiam dengan kedua tangan yang menutup mulut sendiri, apalagi ketika dokter menarik kesimpulan mengenai usia kehamilannya, yaitu 8 minggu. Malu kalau sampai tangisnya pecah.

Setelahnya, dokter memberi beberapa nasihat yang Arumi angguki. Pastinya ia akan menuruti seluruh kalimat yang lolos dari mulut orang itu kalau itu sangat baik untuk kehamilannya dan membuat anaknya sehat.

Selesai dengan sesi tersebut, Arumi langsung pulang. Langsung ke kamar dan merebahkan diri di ranjang. Iseng, ia menyingkap baju bagian atasnya sehingga perutnya kembali terpampang tanpa sehelai benang pun kemudian menatapnya. Senyum kembali tersungging mengingat di sana telah tumbuh apa yang selama ini dirinya dan Reigan inginkan.

Bagaimana cara memberitahu pria itu?

Sebuah ide entah mengapa secara tiba-tiba hinggap di kepala mengenai bagaimana kalau ia memakai dress milik Laras yang tersimpan rapi dan terawat di lemari kamar sebelah?

Arumi terdiam, mempertimbangkan ide itu.

Arumi pikir, bukan masalah yang terlalu besar kalau ia memakai pakaian Laras. Reigan sudah mengenalkan wanita itu kepada Arumi berbulan-bulan yang lalu meski mereka tidak pernah kembali membahasnya lebih dalam. Itu artinya, Reigan tidak keberatan Arumi mengenal dan mengetahui wanita itu kan? Seharusnya, tidak menjadi masalah kalau Arumi mengenakan pakaian milik Laras, toh wanita itu sudah tidak ada dan pakaiannya masih bagus, sangat disayangkan jika pakaiannya disimpan begitu saja. Lebih baik Arumi pakai pakaian wanita itu, siapa tahu Reigan melihat Laras dalam diri Arumi dan kemudian pria itu segera mencintainya.

We Are CheatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang