8. Bersikap Sesukanya

663 47 1
                                    

Biasanya, setelah Arumi selesai mengurus Reigan, maksudnya menyiapkan pakaian untuk pria itu bekerja, membuatkan dan menemani pria itu sarapan, juga mengantarnya bekerja meski hanya sampai halaman rumah, Arumi akan langsung lanjut kembali ke kamar dan tidur hingga siang bahkan lanjut sampai sore kalau Reigan tidak makan siang di rumah.

Arumi rasanya baru terlelap ketika sesuatu yang berisik tertangkap indra pendengaran. Arumi melirik pewaktu yang terdapat di meja samping ranjang, benda tersebut menunjukkan pukul 01.00 siang.

Sepertinya Arumi terbangun tidak hanya karena suara berisik yang bersumber dari luar, tetapi karena memang sudah waktunya saja ia terbangun. Arumi penasaran juga, keributan apa yang terjadi di luar. Sebelum itu, Arumi mencuci wajah terlebih dahulu kemudian keluar dan mendapati banyak orang yang tengah mengerjakan sesuatu.

Menggeser sofa dari ruang tamu ke arah ruang lain, meja, dan semua perabotan di ruangan itu dipindahkan ke ruangan lain hingga menciptakan ruangan yang lengang dan luas.

Mereka akan pindah rumah, tetapi Reigan tidak memberitahunya?

Arumi buru-buru menuruni tangga ketika indra penglihatannya menangkap Ambar yang tengah berjalan seraya membawa nampan berisi teko bening yang di dalamnya terdapat cairan berwarna orange lengkap dengan beberapa gelas di sebelahnya.

"Mbak!" seru Arumi bertepatan dengan Ambar meletakkan bawaannya di atas meja bekas pindahan dari ruang sebelah.

Arumi langsung menghampiri ketika perempuan itu menoleh. "Ada apa Mbak, kok barang-barangnya dipindahin?" tanya Arumi heran.

Beberapa saat kemudian ia sadar sesuatu. "Mau ada acara kumpul-kumpul lagi sama saudara Mas Reigan sama Mbak Laras?" lanjutnya yakin.

Namun mengingat acara tersebut dilaksanakan setiap tiga bulan sekali dan hari ini baru dua bulan setelah acara sebelumnya dilaksanakan, Arumi jadi ragu. Apalagi kemarin tempat berkumpul tidak di dalam rumah.

Dalam hati ia bertanya, harusnya bulan besok kan?

"Bukan Mbak!" Ambar langsung menjawab.

"Terus?" tanya Arumi penasaran.

Ambar menghela napas seraya menatap Arumi dengan pandangan heran. Kening perempuan itu berlipat dalam.

Sontak saja Arumi balas menatap Ambar dengan kedua alis terangkat. Ada apa? tanya Arumi dalam hati. Apa ada yang salah dengan dirinya?

"Mbak Arumi itu kok nggak tahu terus ya?"

Mendengar jawaban Ambar, Arumi jelas semakin heran. Ia menatap Ambar dengan tatapan aneh. Selalu seperti ini. Apa perasaan Arumi saja kalau Ambar sering menghakiminya? Kadang Arumi malas berbicara dengan Ambar, ia lebih sering berinteraksi dan lebih nyaman dengan Wati.

"Ya memang nggak tahu! Salah aku kalau nggak tahu?" Arumi balas mengintimidasi Ambar. Sebal saja dengan perempuan itu, karena selalu tidak langsung menjawab pertanyaannya, selalu berputar-putar dulu.

"Mau memperingati hari meninggalnya Mbak Laras, Mbak!" Akhirnya Ambar menjawab, meski terlihat ogah-ogahan. "Besok lebih tepatnya!" Ambar berusaha menjawab biasa saja, tetapi tetap Arumi mendengar nada ketus dari perempuan itu.

"Permisi Mbak, pekerjaan saya di belakang masih banyak!" Tanpa menunggu respons dari Arumi, Ambar meninggalkan Arumi di tengah hiruk-pikuk orang-orang yang bekerja.

Arumi menghembuskan napas kasar, kedua tangannya bertolak pinggang. Kemarin acara kumpul-kumpul, sekarang acara peringatan meninggalnya mendiang Laras. Besok-besok apa lagi yang tidak akan Reigan kembali tidak memberitahunya tentang hal penting seperti ini?

Apa lagi sekarang alasannya, apa lupa lagi?

Malu sekali Arumi menjadi satu-satunya orang yang tidak tahu apa pun di rumah ini, mentang-mentang ia hanya pendatang.

We Are CheatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang