21.b Kesekian Kalinya

1K 111 6
                                    

Umpatan langsung keluar dari bibir Reigan begitu kalimat terakhir Arumi masuk ke indra pendengaran. Ia kembali mengencangkan cengkraman pada kedua tangan Arumi, menatap Arumi kini dengan mata yang sama-sama melebar.

"Saya nggak pernah bilang jijik sama kamu!" ucap pria itu sama-sama dengan emosi yang menyelimuti diri.

Arumi langsung mendenguskan tawa, sementara kedua matanya berputar memutus tatapan mereka. Ia menelan ludahnya yang terasa seperti kerikil, kemudian kembali menatap pria itu dengan tatapan menantang.

"Masa?" tanyanya tak percaya.

Apa pria itu lupa dia mengatai Arumi murahan karena foto dari Shaka? Kalau tidak jijik, lalu kenapa harus mengatainya?

Melihat Arumi yang menantangnya, Reigan menyatukan kedua tangan Arumi ke dalam satu genggaman, menahan di atas kepala perempuan itu sementara tangan lainnya menahan rahang Arumi cukup kuat.

Pergerakan yang Reigan lakukan itu begitu cepat hingga kemudian pria itu kini berhasil memangut bibir Arumi dengan gerakan yang lembut tetapi menuntut, menghisap bibir atas dan bawah, sesekali memasukan lidahnya ke mulut perempuan itu. Tidak peduli Arumi tidak membalas ciumannya, bahkan menolak ciumannya.

Reigan terus memperdalam, tangannya yang menekan rahang Arumi berpindah posisi menjadi menangkup sepanjang belakang kepala dan pipinya, menekan agar ciuman yang dilakukannya semakin dalam.

Jangan tanya bagaimana perasaan Arumi sekarang, jantungnya bergemuruh hebat akibat luapan dari amarah yang bergumul dalam jiwa.

Ia sangat marah, tetapi tidak kuasa melawan tenaga Reigan yang tidak sebanding dengan tenaganya yang kini secara perlahan juga mulai berkurang.

Arumi tentu tidak diam saja, ia dengan seluruh daya upayanya berusaha melepaskan diri. Berusaha melepaskan cengkraman tangan pria itu di kedua tangannya, berusaha melepas ciuman yang tidak dikehendakinya, menggelengkan kepala, tetapi nyatanya kepalanya tidak bergerak sama sekali saking pria itu memeganginya kuat-kuat.

Sedikit menyerah, Arumi menatap pria yang begitu dekat dengannya itu dengan tatapan putus asa. Kini ia hanya bisa berharap dengan tatapanya, Reigan sadar apa yang dilakukannya itu adalah kesalahan dan berhenti melancarkan aksinya.

Namun entah tidak peka atau berpura-pura tidak mengerti arti meski mata mereka saling bertemu, Reigan tetap melakukannya. Bahkan bukan melepaskan ciuman itu, ia justru semakin memperdalam lagi permainan bibirnya. Mempermainkan diri Arumi juga dengan kini pria itu justru memejamkan mata seolah tengah menikmati kegiatan yang dirinya lakukan.

Arumi benar-benar tak habis pikir. Ia tidak tahu Reigan manusia yang terbuat dari apa, tiba-tiba berada di kamarnya, berbicara merindukannya, dan kini menciumnya setelah apa yang pria itu lakukan bahkan berbulan-bulan yang lalu tidak ada interaksi di antara mereka.

Pria itu pikir Arumi senang?

Pria itu seakan ingin membuktikan kalimatnya sendiri mengenai Arumi yang sangat menyakitkan itu, yaitu yang mengatai Arumi murahan. Pria itu ingin membuktikan sendiri bahwa kata tersebut memang benar, menciumnya tanpa persetujuan dengan sesuka hati.

Mengingat itu, amarah kembali berkobar. Saat kemudian Reigan kembali membuka mata dan menatapnya, kaki Arumi di bawah sana hendak menendang pria itu. Namun, seperti sudah membaca pergerakannya, kedua kakinya kemudian ditahan dengan kaki pria itu sehingga kini seluruh tubuhnya benar-benar terkunci.

Pria itu menciumnya hingga pasokan udara di paru-paru Arumi menipis. Ia melepaskan tautan bibir mereka, menyatukan kening dirinya dengan kening Arumi.

Tidak sedikit pun tatapan mereka terputus.

We Are CheatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang