"Robin?"
Daripada terkejut, Vendetta terkekeh. Ini bukan kali pertama dia mendapat permintaan untuk membunuh vigilante, atau lebih spesifiknya, sidekick Batman, Robin. Di kota seperti Gotham yang dipenuhi korupsi dan kejahatan, tidak sedikit orang yang membenci mereka yang membuat aturan dan main hakim sendiri demi melindungi warga sipil. Tapi uniknya, kali ini permintaan tersebut datang dari seorang miliarder bercap playboy bernama Bruce Wayne, pemilik dari Wayne Enterprises yang terkenal di seluruh dunia.
"Kenapa kau ingin membunuh Robin?" tanya gadis itu, pandangannya beralih pada segelas wine yang tidak kunjung dia sentuh. "Kau bukan bagian dari mereka," ucapnya.
Mereka?
Bruce berbohong tentang identitasnya sebagai Batman selama lebih dari dua puluh tahun dalam hidupnya, menutupi keterkejutan sekecil ini bukan apa-apa. Kalimat yang tanpa sadar gadis itu ucapkan berarti sesuatu, sesuatu yang selama ini mereka cari. Kemungkinan yang dia maksud dengan 'mereka' adalah Black Water, organisasi rahasia yang telah menculik dan menyiksa Tim, sekaligus organisasi rahasia yang telah dia bunuh dengan kedua tangannya.
"Dengar, Mr. Wayne. Aku tidak membunuh vigilante."
Pandangan Vendetta kembali tertuju padanya, sepasang mata berwarna emas dan biru itu bertemu.
"Lagian, apa yang akan semua orang katakan kalau mereka tahu kau membayarku untuk itu?" katanya, dia tersenyum jenaka.
"Mereka tidak akan pernah tahu," ucap Bruce, dia menyeruput wine-nya. "Kau seorang assassin berbakat. Kau sangat ahli bersembunyi di balik kegelapan, itulah kenapa aku tidak pernah mendengar apa pun tentangmu. Apa yang kau takuti?" Dia diam-diam memancing.
Gadis itu tertawa kecil. "Aku hanya tidak ingin membuat masalah," ucapnya.
Bruce tidak menyerah. Dia masih punya tujuan yang bagaimanapun harus dia capai. Jauh sebelum mereka akhirnya mendapat satu-satunya petunjuk tentang gadis bernama Vendetta itu, dia sudah bertekad untuk melakukan apa pun untuk mengungkap segala misteri yang ada, dia tidak akan membiarkan Gotham berada dalam bahaya. Penyamarannya sebagai 'Brucie' Wayne yang bisa membuat para wanita jatuh hati pasti akan membuahkan hasil kali ini.
"Hadiah yang akan kuberi padamu tidak akan mengecewakan. Kau bisa beli apa pun yang kau mau dengan itu," kata Bruce, dia memasang senyum memikat. "Kau tahu, kalau kau memang sangat berbakat, maka akan banyak orang yang rela membayarmu berapa pun," sambungnya.
Vendetta menggeleng. "Aku tidak terlalu tertarik, uang bukan segalanya," dia membalas.
Suaranya terdengar begitu tenang, seolah mereka berdua sedang melakukan percakapan sehari-hari. Kalau Bruce ingat, Tim pernah bilang kalau gadis itu memang bersikap biasa saja, bahkan terlampau nyaman. Tim juga bilang kalau gadis itu mengaku telah membunuh semua orang yang ada di dalam gedung tersebut dengan sebuah senyuman di bibir, bagai sebuah candaan, bagai seorang psikopat. Dia jadi bertanya-tanya, apakah dia bisa melihat wajahnya berubah masam lagi seperti saat dia mendapati The Dark Knight di hadapannya?
"Lalu, kenapa kau memilih 'pekerjaan' ini?" tanya Bruce, dia memutuskan untuk ikut dalam permainannya. Dia menahan diri agar tidak berlebihan, dia tahu kalau gadis yang duduk di sebelahnya itu masih lebih muda dari Richard Grayson, anak angkatnya yang pertama.
"Karena aku sangat jago dalam hal 'ini'?" Vendetta menyeringai, seolah jawabannya sudah jelas.
Bruce kembali menyeruput wine-nya. "Aku tahu. Karena itulah aku menghubungimu," katanya.
Ekspresi milik Vendetta masih tampak sana, tetap tenang dan terkendali. Tapi, meskipun tidak terlalu jelas, Bruce dapat melihat dahinya yang sedikit berkerut, usahanya yang mencoba untuk bersikap ramah, serta pundaknya yang menegang tidak nyaman dalam balutan gaun mahal kurang bahan. Dia tidak tahu apakah gadis itu adalah orang yang pandai mengendalikan gerak-geriknya atau dia memang tidak bereaksi banyak terhadap segalanya, keduanya berbeda tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Robin: Vendetta
FanfictionBagi assassin, membantu vigilante bukan hal yang bagus. Bagi vigilante, tertarik pada assassin juga bukan hal yang bagus. Tim tertangkap. Tidak ada jalan keluar, dan sialnya, satu-satunya orang yang datang menolongnya adalah seorang gadis yang, enta...