Gadis itu berdiri di tengah sebuah ruangan besar. Ruangan tersebut bernuansa putih, tidak ada warna lain yang bercampur selain warna hitam serta perak dari senjata-senjata yang berjajar penuh di salah satu sisi ruangan. Mulai dari pisau lipat berukuran kecil hingga sniper berakurasi tinggi. Tidak jauh di hadapan gadis itu, berdiri seorang wanita berjaket hitam yang sedang menggenggam sebuah pistol di sebelah tangannya. Perlahan, pandangan mereka berdua bertemu. Wanita itu tersenyum tipis, sementara gadis itu masih berekspresi datar.
Dor! Dor! Dor!
Selanjutnya, wanita itu mengarahkan moncong pistol dan menembakkan seluruh isinya ke arah sang gadis. Peluru-peluru melesat dalam kecepatan penuh. Peluru pertama mengenai pundak, peluru kedua mengenai paha, peluru ketiga mengenai dada, dan peluru lainnya mengenai titik vital yang berbeda-beda. Darah terciprat ke mana-mana. Menerima serangan tersebut, gadis itu meringis sambil menggigit bibir, tapi dia tetap berdiri tegak di tempatnya. Sudah hampir ratusan kali mereka berlatih seperti ini dan rasanya tidak pernah berbeda, menyakitkan.
"Sakit." Gadis itu mengeluh sambil mendengus pelan. Tidak biasanya dia menunjukkan wajah masam, tapi belakangan ini ada sesuatu dalam dirinya yang mulai memberontak.
Melihat satu per satu peluru tersebut perlahan keluar dari anggota tubuh yang dia tembakkan serta luka bekas tembakan peluru yang perlahan menutup, wanita itu mengulas sebuah senyum puas, segitiga berwarna putih yang ada di sebelah matanya seolah ikut bersinar.
"Tidak apa-apa, kau bisa menahannya. Terus lakukan itu dan kau tidak akan merasakan sakit lagi. Bukankah kau ingin jadi lebih kuat dan ingin menolong banyak orang?" tanyanya lembut.
Gadis itu hanya bisa mengangguk patuh tanpa mengatakan apa pun. Benar, dia ingin jadi lebih kuat dan memanfaatkan kekuatan yang dia miliki untuk menolong orang lain. Dulu, dia ragu karena kekuatan yang dia miliki, manifestasi senjata, hanya bisa digunakan untuk melukai. Tapi wanita itu mengulurkan tangan, wanita itu meyakinkannya bahwa dengan senjata-senjata yang dia punya, dia masih bisa membantu orang dengan cara lain. Mungkin bukan dengan muncul di publik saat kekacauan terjadi, tapi dengan mengeliminasi 'orang jahat' secara diam-diam.
Hari-hari selanjutnya, ketika 'orang jahat' yang harus gadis itu eliminasi balas menyerang dan menembaknya dengan pistol, dia tidak lagi terluka. Hari selanjutnya lagi, ketika 'orang jahat' yang harus dia bungkam membela diri dan mengirisnya dengan belati, dia juga tidak lagi terluka. Sejak hari itu, tidak ada satu pun senjata yang bisa menggoresnya dan hal tersebut diam-diam membuatnya merasa lebih superior. Gadis itu mulai menikmati misi-misinya, mulai menyukai reaksi orang-orang yang terkejut begitu mengetahui kalau serangan senjata tidak mempan padanya, mulai menyukai adrenalin yang dia rasakan dari menghabisi mereka.
"Bagus, kau sudah sangat berkembang. Tinggal sedikit lagi sampai kau bisa membuka potensi penuhmu. Bukannya kau penasaran? Lalu, sekarang, apa kau juga siap untuk misi selanjutnya?"
Wanita berjaket hitam itu mengerahkan beberapa lembar kertas berisi banyak foto orang-orang yang tidak gadis itu kenal. Wanita itu selalu bilang kalau mereka adalah manusia egois yang tega melukai orang lain, dan sebagai pihak yang baik, dia harus menggunakan kekuatannya untuk menghabisi orang-orang seperti mereka. Tanpa dia sadari, kalimat itu perlahan melekat dalam pikiran, seolah berubah menjadi tujuan hidupnya. Dia tidak lagi pernah merasa bersalah atas aksi pembunuhannya dan dia selalu merasa kalau apa yang dia lakukan itu benar.
Sampai suatu hari, saat gadis itu melihat ke jajaran foto yang wanita itu berikan untuk yang keberapa kalinya minggu ini, dia menemukan foto seorang gadis kecil berambut hitam yang seumuran dengannya---atau mungkin lebih muda. Itu adalah kali pertama dia melihat target yang berada di bawah umur, dan itu membuat rasa ragu mulai menyelip dalam hatinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/365305031-288-k623659.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Robin: Vendetta
Fiksi PenggemarBagi assassin, membantu vigilante bukan hal yang bagus. Bagi vigilante, tertarik pada assassin juga bukan hal yang bagus. Tim tertangkap. Tidak ada jalan keluar. Dan sialnya, satu-satunya orang yang datang menolongnya adalah seorang gadis yang, enta...