10 Head Under Water

41 5 36
                                    

Malam hari di Gotham, jalanan masih tampak ramai. Banyak orang yang berlalu-lalang pulang dari kantor, atau bahkan baru berangkat untuk bekerja di dunia malam. Truk yang Vendetta dan Tim tumpangi melesat bagai kilat di jalan, berbelok menghindari rintangan, dan melaju dengan kecepatan penuh demi menghindari ketiga mobil berwarna hitam yang sedang mengejar mereka habis-habisan sejak terakhir kali keduanya melarikan diri dari atap gedung tersebut.

Suasana berubah genting ketika salah satu dari mobil itu hampir berhasil menyusul mereka, ditambah lagi oleh kehadiran mengejutkan dari seorang gadis berambut pirang dengan jari bersinar yang tampaknya memercikkan aliran listrik. Kini, gadis itu melompat ke arah mereka, mendarat di bak dengan keras, membuat badan truk hampir kehilangan keseimbangan lagi.

"Metahuman apa? Metahuman siapa!?" tanya Tim panik, dia ingin menoleh ke belakang, tapi pandangannya harus tetap lurus ke depan atau mereka akan sampai ke dunia lain.

"Aku tidak tahu!" Vendetta menggelengkan kepala dengan cepat, kemudian dia membuka kaca jendela dengan terburu-buru. "Aku akan mengatasi ini, kau menyetir saja! Bawa kita ke suatu tempat yang bag---yang tepat!" ucapnya tidak jelas sambil menjulurkan tubuh keluar.

Vendetta mendapati jalanan yang mereka lewati tampak samar dalam penglihatannya. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya dengan kasar, membuat matanya menyipit dengan helaian rambut yang semakin berantakan. Tangannya perlahan meraih sisi bak mobil, kemudian dia mulai merayap pelan di sepanjang sisi truk, tidak kunjung menyerah meskipun hampir terlempar oleh kecepatan. Dengan gerakan gesit, gadis itu menghempaskan tubuhnya hingga pada akhirnya dia sukses mendarat dengan mantap di bak belakang.

Vendetta berhasil menjaga keseimbangannya meskipun truk yang mereka tumpangi terus melaju dengan ekstrim. Jantungnya berdegup kencang, kini dia dan gadis berambut pirang itu berdiri berhadapan. Mereka saling bertatapan selama beberapa saat, memikirkan hal yang berbeda di tengah suara gemuruh mesin mobil dan deru angin yang tidak henti-hentinya.

"Senang bertemu denganmu, Vendetta." Gadis itu yang pertama berbicara, dia menyeringai.

Vendetta memperhatikan penampilannya. Rambut pirang panjang bergelombang, mata coklat, syal kotak-kotak merah yang membungkus leher, serta mantel coklat tebal. Pakaian yang aneh untuk musim ini---padahal pakaian sendirinya tidak kalah aneh. Tapi, dilihat dari cara bicara dan bagaimana gadis itu memanggil namanya, sepertinya dia sudah tahu siapa dirinya.

"Apa kau yang dikirim mereka untuk membunuh kami?" Vendetta melontarkan pertanyaan retoris sebagai basa-basi, setelahnya, dia merengut tidak suka. "Metahuman lain, huh?"

Gadis berambut pirang itu tidak merespon, tapi seringaiannya melebar, seolah sudah menanti momen-momen seperti ini dalam hidupnya. Dia mengulurkan tangannya ke samping, percikan yang ada di jarinya membesar, mulai menyelimuti lengan, kemudian menjalar ke sekelilingnya, menciptakan kilatan cara terang yang silau dan membutakan mata. Rambut bergelombangnya mengambang di udara, nada tajam yang mirip dengan suara cambuk yang diayunkan dengan kecepatan luar biasa terdengar begitu percikan raksasa tersebut bergerak tidak beraturan.

Vendetta memicingkan mata tidak suka. Sudah dia duga, mereka pasti akan mengirimkan seseorang yang tidak perlu menggunakan senjata untuk bisa menyerangnya.

"Kekuatannya listrik, Ti---Robin!" dia berteriak, berharap Tim dapat mendengar suaranya.

"Benar." Gadis pirang itu menimpali, mengkonfirmasi asumsinya dengan bangga. "Mereka bilang mereka memasukkan DNA belut listrik ke DNA-ku. Keren, 'kan?" katanya.

Vendetta menaikkan sebelah alis. Keren apanya? Kekuatan super miliknya jauh lebih keren. Selain itu, sepertinya dia akan lagi-lagi berhadapan dengan musuh yang sombong, banyak bicara, dan tidak tahu diri. Dia pernah melawan banyak orang seperti itu dalam pekerjaannya sebelumnya, biasanya mereka hanya besar omong untuk menutupi kemampuannya yang tidak seberapa. Tapi, kali ini mungkin berbeda, lawannya sama-sama metahuman seperti dirinya.

Robin: VendettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang