9 Another Incidents

36 5 38
                                    

"Oke, pertama-tama, sialan."

Vendetta mengumpat begitu orang-orang itu mulai mengelilingi mereka berdua dengan senapan yang tergenggam erat di tangan, seolah tidak akan membiarkannya mendapat celah sedikit pun untuk melarikan diri. Sejujurnya, dia tidak takut sama sekali. Dia kebal serangan senjata, mereka tidak akan pernah bisa melukainya hanya dengan bermodal peluru. Tapi, yang mereka incar bukan dirinya, melainkan Robin, dan Robin hanya manusia biasa.

Gadis itu berguling ke samping, beranjak dari atas tubuh Tim, kemudian bangkit berdiri dan mengepalkan tangan erat-erat. Mata emasnya memicing, memperhatikan musuh yang berjajar membentuk lingkaran sambil menodongkan senapan. Kalau dihitung, ada sekitar tujuh orang. Sejak kedatangannya, mereka belum melakukan apa pun untuk menyerang, seolah sedang menunggu sesuatu untuk terjadi. Mencurigakan, apa mereka tidak menduga kemunculannya?

"Kalau kau tidak ingin mati, pergi dari sini sekarang," ucap Vendetta pada Tim, suaranya dingin, menandakan kalau dia benar-benar serius.

Mengabaikan rasa sakit yang ada di lengannya, Tim menegakkan tubuh dan bertumpu pada kedua kaki. "Apa mereka mencoba membunuhku?" tanyanya, mengerutkan dahi heran.

"Ya, pintar. Itu yang kukatakan tadi." Gadis itu dibuat mendengus, nyaris memutar bola matanya. "Sudah kubilang, hentikan pencarianmu tentang mereka, atau tentang menangkapku. Ini demi kebaikanmu sendiri karena berbahaya dan kau bisa mati. Tapi tampaknya kau tidak bisa menuruti perkataanku sama sekali!" katanya, dia menggerutu tidak suka.

Tim tentu saja tidak terima. "Aku tidak---"

Dor! Dor! Dor!

Belum sempat dia melanjutkan kalimatnya, serentetan peluru tiba-tiba menghujani keduanya. Tim melompat ke samping, menghindar, lalu menarik jubahnya untuk melindungi diri dari beberapa peluru yang terlalu cepat untuk dia hindari. Beberapa bagian jubahnya rusak, tapi setidaknya tidak ada peluru yang berhasil lolos dan melukainya. Setelah itu, dia memutuskan untuk menggunakan tongkat dan menjatuhkan musuh yang dalam berada jangkauannya.

Sementara Tim melancarkan serangan balasan sekaligus menghindari serangan, Vendetta mengayunkan tangan, menciptakan beberapa belati dari udara korong yang melesat sangat cepat ke titik vital mereka. Belati tersebut menancap di dada dengan akurasi tinggi, membuat mereka mengerang kesakitan, dan pada akhirnya satu per satu mulai terjatuh ke tanah.

"Kau membunuh mereka!" teriak Tim, dia secara refleks meraih lengan gadis itu, berniat menahannya. "Kau tidak perlu melakukannya!"

"Tentu saja aku membunuh mereka," jawab Vendetta tidak terkesan, seolah itu adalah hal yang sudah pasti. Kemudian dia menarik lengannya, membebaskan diri dalam sekali hentakan. "Kau pikir pukul dan tendang saja akan menghentikan mereka untuk membunuhmu? Kau pasti bercanda, Robin. Ini bukan dunia fantasi." Dia menggelengkan kepala, merasa konyol.

"Tapi---" 

Tim menggigit bibir, dia berdiri bungkam dengan perasaan yang berkecamuk di dadanya. Dia tahu itu, dia tahu kalau perkataan gadis tersebut tidak sepenuhnya salah. Tapi, dia tidak ingin mempercayainya, dia tidak boleh mempercayainya. Itu bukan jalan yang dia pilih selama ini.

"Kalau begitu, aku juga harus menjatuhkanmu," ucap Tim, suaranya penuh kepastian.

Vendetta mencibir. "Hentikan mereka yang ingin membunuhmu atau hentikan aku yang ... aku tidak tahu." Dia mengangkat kedua bahu acuh tak acuh. "Aku yang sekarang sedang bicara dengan damai padamu dan memberimu reality check? Pilihanmu," jawabnya enteng.

Tim mendengus, dia memang selalu berhasil dibuat mendengus dengan sikap gadis itu sejak mereka pertama bertemu. Pada akhirnya, dia hanya bisa mengepalkan tangan sambil memalingkan wajah, memandang tubuh-tubuh yang perlahan kehilangan nyawa di bawah kakinya. Pikirannya tidak luput dari satu hal. Tidak cukup untuk menculik dan menyiksanya, ternyata mereka menjebaknya dan ingin membunuhnya sekarang. Bagian terburuknya, dia tidak tahu alasannya kenapa, dan itu membuatnya frustasi. Tapi, apa pun yang terjadi, membunuh masih bukan jalan yang akan dia pilih. Dia tidak pernah dan tidak akan pernah mengambil nyawa seseorang demi memerangi kejahatan, tidak seperti gadis itu.

Robin: VendettaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang