41

742 43 0
                                    

Gedung yang terbakar itu sekarang hanya menyisakan puing-puing bangunan yang telah hancur. Jasad kedua manusia itu tidak dikenali ketika seorang polisi datang, atas pengaduan dari warga sekitar yang melaporkan bahwa terjadi kebakaran.

Kebakaran itu terjadi karena korsleting listrik. Saat polisi tengah memeriksa tempat kejadian, ditemukan dua jasad yang sudah hangus terbakar. Bahkan identitasnya tidak bisa dikenali, yang mengharuskan dokter forensik turun tangan untuk mengenali identitasnya.

Kedua jasad itu adalah Drean dan Prita. Polisi membuat laporan atas kematian dua orang itu yang mati akibat perkelahian. Ditemukannya semua peluru dimasing-masing tubuh mereka, sebagai bukti bahwa mereka mati karena pertarungan mereka. Dan mereka terjebak di dalam gedung saat api mulai menyebar dan semakin membesar.

"Rencana yang sangat bagus, sayang." Puji Ali kepada Prilly saat ia tak sengaja melihat berita yang disiarkan di televisi.

Prilly tersenyum tipis. Dengan ini ia tidak perlu repot untuk mengotori tangannya. Dia hanya memancing dan mereka yang mengambil umpan. Karena negara ini bukan termasuk kedalam 'wilayahnya' maka dari itu Prilly membuat skenario seperti itu agar dirinya tidak terlibat dengan hukum.

"Lalu bagaimana dengan Kale, Ali?"

"Tidak perlu kamu pikirkan." Jawabnya acuh. "Ayo kita temui anak-anak." Ajak Ali, Prilly pun mengangguk.

Keduanya pun menuju rumah sakit.

Begitu sampai diruang inap si kembar. Kedua pasangan itu segera menghampiri si kembar yang anteng di hospital bed.

"Bagaimana kabar kalian Gamelo?"

"Kami baik-baik saja Ma." Jawab Theo mewakili.

Lisy merentangkan kedua tangannya kepada Ali. Dengan sigap Ali membawa gadis kecilnya itu ke dalam gendongannya. Meskipun Lisy sudah nampak besar, Ali tidak merasa keberatan sama sekali.

Gadis kecil itu menyandarkan kepalanya pada bahu sang papa. Ia dengan erat mengalungkan kedua tangannya pada leher Ali. Ali menepuk punggung Lisy penuh kasih sayang.

"Bagaimana kabar mamamu Ali?"

"Sudah lebih baik, beliau sudah sadar beberapa waktu yang lalu. Ingin menjenguknya?" Tawar Ali, Prilly mengangguk.

"Kalian ingin ikut?" Tanya Prilly pada kedua anaknya. Theo mengangguk.

Prilly mengandeng tangan Theo, sementara Lisy gadis kecil itu tidak mau diturunkan dan begitu menempel kepada Ali. Keluarga kecil itu pun keluar menuju ruangan dimana Nyonya Zachery dirawat.

Setibanya di sana, tidak ada satu orangpun. Nyonya Zachery terlihat berbaring dengan pandangan melihat ke atas. Wanita paruh baya itu nampak tak menyadari kehadiran keluarga kecil tersebut. Barulah ketika Ali mendekat dan memanggilnya, atensinya tertuju kepada mereka.

"Mama, bagaimana keadaan mama? Apakah sudah lebih baik?"

"Setidaknya sudah lebih baik Ali."

Tatapan Nyonya Zachery bergulir ke arah Prilly yang tengah menatapnya dalam diam. Tangannya terulur, memanggil Prilly agar mendekat. "Kemarilah." Panggilnya.

Prilly dengan langkah kaku menghampiri Nyonya Zachery. Theo yang ia genggam pun telah menggenggam tangan Ali.

Prilly berhedem dengan pelan. "Nyonya harus beristirahat dengan baik agar pemulihan yang dilakukan lebih cepat."

Nyonya Zachery mengambil satu tangan Prilly dan menggenggam telapak tangannya dengan kedua tangannya. "Panggil aku mama seperti Ali, Prilly." Ujarnya.

Prilly tidak bisa menahan rasa terkejutnya, begitu pula dengan Ali. Meskipun Nyonya Zachery tidak menunjukkan reaksi apapun ketika tahu faktanya, tapi Ali juga takut ibunya itu tidak menerimanya. Karena Nyonya Zachery selektif dalam hal apapun.

PretentiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang