Menggapai Takdir Surga Ku

024-RENCANA

Elisha sedikit tenang dan tersenyum mendengar ucapan Nadhira. Sebenarnya dia juga menginginkan dirinya dan Fachri dapat melihat kedua anak mereka tumbuh menjadi anak yang sehat dan pintar. Namun, dia tidak ingin menjadi egois, apapun akan dia lakukan termasuk memberikan kehidupan nya untuk kedua anak nya yang belum lahir ini.

"Anak-anak ini hadir bukan tanpa alasan. Mungkin nanti dia yang akan membuat mu untuk terus hidup di dunia ini, allah tidak akan memberikan sesuatu kepada hambanya tanpa ada sesuatu. Anak kembar ini akan menjadi jembatan kamu dan Fachri untuk selalu bersama. Ibu yakin, ayo sekarang shalat dzuhur dulu. Tutup laptop mu dan berdoa lah pada Allah."

Siang setelah shalat dzuhur berjamaah, Gibran diajak berdiskusi dengan Nazwa tentang lowongan yang masuk. Nazwa menyerah file CV dan surat lamaran yang membuat Gibran terkejut ketika dia mengetahui siapa wanita yang melamar di cafe nya. Nazwa memberikan pertimbangan untuk coba di interview terlebih dahulu, lalu jika cocok maka akan di trainee. Gibran setuju. Interview akan dilakukan lusa, siang ini Nazwa sudah mengirimkan balasan dari CV yang dikirimkan Kamalia.

Gibran kembali ke ruangan. Dia memikirkan perempuan yang mengirimkan CV ke cafe nya itu. Di tengah lamunannya itu, ada sebuah pesan yang masuk. Dia membaca pesan itu dengan cermat. Itu adalah pesan dari Imran dengan niat kedatangannya menemui Gibran. Gibran menghela napas setelah selesai membaca pesan dari Imran dan mengirimkan balasan.

"Apa om Imran sudah mengetahui ini semua dari Fachri?"

"Ya allah apalagi ini. Gibran seperti sudah lelah, bisakah berikan akhir yang bahagia dari masalah ini."

Di tempat lain, khanza dan eshaal sedang makan siang bersama. Selain pusing karena pekerjaan, eshaal juga di pusingkan dengan ngidam khanza selama hamil. Saat sedang bersantai setelah mengangkat telepon dari ayahnya, khanza memanggilnya. Khanza menyampaikan keinginan, dia ingin sekali bertemu dengan Elisha. Setelah acara syukuran 4 bukan waktu Elisha sama sekali tidak menghubungi nya. Kurang lebih sudah 2 bulan semenjak kejadian itu.

"Kak Elisha?"

"Iya, saat di rumah ia sakit dan langsung dibawa oleh bunda dan kak Gibran. Setelah itu aku sama sekali tidak mendapatkan kabar apa-apa dari nya. Khanza hanya takut kak Elisha kenapa kenapa mas." Ucap Khanza

"Kamu tidak bertanya langsung dengan kak Gibran?"

"Tidak, kak Gibran punya kehidupan nya sendiri. Kalau mau tanya kak Fachri tidak enak juga karena pasti kak Elisha nyembunyiin sesuatu, kamu tau yang terakhir kita main ke rumahnya kak Elisha seperti memendam sesuatu. Aku takut jika bertanya tentangnya pada kak Fachri akan menimbulkan salah faham diantara mereka berdua."

"Ada benarnya. Lalu kamu mau ke tempat kak Fachri atau telepon kakak kamu aja?"

"Pengennya sih main ya, tapi mas kan sibuk juga. Khanza juga masih ada urusan kampus. Jadi kirim pesan saja."

"Yaudah, ayo pulang za."

Matahari terus bergerak ke arah barat. Ia ikut tenggelam bersamaan dengan adzan maghrib yang sebentar lagi akan berkumandang. Gibran sedang bersiap-siap untuk segera pulang, dia menitipkan cafe pada Nazwa sore itu. Imran akan datang ke rumah setelah shalat isya. Sesampainya di rumah dia mengejutkan husna karena pulang secepat ini. Gibran menyampaikan pesan Imran pada husna. Husna merasa cukup senang, karena Imran pastinya sudah mengetahui apa yang dialami mereka, sehingga dia mencoba untuk membujuk Elisha agar tidak melanjutkan niatnya.

"Kapan dia datang gi?"

"Jam 8 malam bun, gibran mandi dan siap-siap dulu ya bun."

Jam di dinding menunjukkan pukul 19.45. Gibran turun ke bawah dan membantu husna menyiapkan ruang tamu sebelum Imran dan naya sampai. Gibran meminta kepada husna untuk tidak menyesal dengan apa yang dia lakukan saat ini, kematian abyan hari itu memang sangat mengejutkan semua orang termasuk Khanza dan husna yang sama sekali tidak mengetahui keadaan abyan.