15. Long Way

10 1 0
                                    

Seperti janjiku dan Jeno sebelumnya untuk pergi bareng ke kampus hari ini. Aku telah menunggunya di depan halaman rumah.

Sengaja, tak mau membiarkan ia masuk kedalam rumahku. Aku tidak mau lagi membuat mama terus bertanya-tanya mengenai hubunganku dengan Jeno.

Tak perlu waktu lama bagiku menunggunya. Suara deru motornya yang semakin mendekat ke arah rumahku dapat ku dengar dan begitu pula dengan irama jantungku yang kian tak beraturan mengikuti deru motornya itu.

Ada apa ini? Bagaimana bisa aku menjadi gugup secara mendadak.

Jeno menghentikan motornya tepat di dekat aku berdiri saat ini. Ia buka helmnya dan menampakkan wajahnya yang sedang tersenyum manis menatapku.

 Ia buka helmnya dan menampakkan wajahnya yang sedang tersenyum manis menatapku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deg

"Hai," sapanya dengan suara manisnya.

Aku meremas tali tas selempang yang kini kukenakan. Irama jantungku semakin tak beraturan karenanya, aku benar-benar gugup dibuatnya.

"Uda lama nunggu?" Tanyanya.

Aku menggeleng pelan. "Baru kok," kataku berusaha untuk bersikap tenang.

Jeno hendak turun dari motornya, tapi lebih dulu ku hentikan niatannya itu.

"Kenapa turun?"

"Mau pamit ke orang tua lo."

"Gak usah. Uda yuk buruan. Gue ada kelas pagi," jawabku cepat sebelum ia berubah pikiran.

"Oh oke."

Jeno menyerahkan helmnya padaku dan aku pun segera mengenakannya. Saat hendak mengaitkan talinya, entah kenapa benda itu sulit sekali di kaitkan.

Hei... Ayolah bekerjasama denganku, ini bukan sebuah cerita roman picisan.

"Sini."

Aku terdiam sesaat saat Jeno menarik tanganku dan memasang tali helm dengan telaten.

Sepertinya dia sadar dengan hal yang kulakukan.

Setelah memasangkan benda itu, Jeno memandangku lagi.

"Ckk... Kenapa gak minta tolong aja. Gak usah gengsi." Ucapnya sembari tertawa kecil.

"Siapa yang gengsi. Nih pengait emang rusak," cecarku tak terima karena ucapan Jeno barusan.

Jeno hanya menggelengkan kepalanya sembari terkekeh geli. Sepertinya dia masih lucu melihat tingkahku.

-

Setibanya di kampus, tadinya aku hendak kabur meninggalkan Jeno begitu saja. Kurang sopan memang, tapi aku tak ada pilihan selain ingin menghindarinya untuk beberapa saat sampai jantungku ter netralisir.

Baru saja aku hendak kabur, langkahku terhenti. Aku baru ingat tujuanku mengajaknya menjemputku. Bodoh kenapa aku menjadi pelupa.

Aku memutar tubuhku lagi, berjalan ke arahnya dengan langkah pasti. Lalu memandangnya dengan cara seksama dan hal itu justru membuat Jeno sedikit memundurkan tubuhnya.

Rain DuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang