024 :: Elegi Sang Hujan

77 12 9
                                    

"Arakan mega di atas langit itu seperti kesedihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arakan mega di atas langit itu seperti kesedihan. Ketika mereka terus bertemu dan berkumpul, maka akan menjadi mendung hitam seperti duka. Lalu, apabila kesedihan dan duka itu tidak lagi mampu ditampung olehnya, hujan akan turun dengan deras. Mereka jatuh menimpa bumi seperti air mata yang menciptakan melodi-melodi kesedihannya."

Siang itu, Bagas berjalan santai melewati koridor seraya menggenggam lembut jemari Sekar-pacarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siang itu, Bagas berjalan santai melewati koridor seraya menggenggam lembut jemari Sekar-pacarnya. Beberapa pasang mata menilik keduanya dengan pandangan aneh. Mungkin, karena sudah menjadi rahasia umum bagi murid lainnya kalau Sekar sedang dekat dengan Steve si ketua OSIS, namun mereka yang mendapati kabar bahwa cewek itu telah resmi berpacaran dengan Bagas si biang kerok sekolah pun merasa heran.

Mengalihkan tatapan dari orang-orang, Sekar sibuk memandangi cowok di sampingnya seraya memasang senyuman tipis. Beberapa hari lalu, Bagas memutuskan untuk mencukur rambutnya karena dirasa sudah terlalu panjang sehingga sering membuatnya merasa gerah. Bagas juga tidak ingin dibawakan gunting oleh Bu Ayu dan dibotaki secara brutal karena telah melanggar tata tertib sekolah. Hasilnya, kini Bagas terlihat begitu berbeda. Sekar mengakui Bagas menjadi semakin tampan dari hari-hari biasanya.

Kali ini, Bagas berniat mengajak Sekar ke kantin yang berada di lantai dua. Bagas tahu Sekar tidak begitu nyaman dengan keramaian, jadi ia memutuskan ke sana karena kantin tersebut tidak seramai kantin di lantai satu. Sepasang netra yang Bagas kenali seakan menyita atensi cowok itu. Perlahan ia membawa Sekar untuk duduk satu meja dengan Shaka.

Ketika keduanya sedang sibuk memesan makanan pengganjal perut, baru disadari bahwa Shaka memang tak duduk sendirian di sana. Tak beberapa lama datanglah Mentari seraya membawa dua mangkok bakso untuk dirinya sendiri dan Shaka. Tumben baik, mungkin hari itu Mentari sedang gabut dan mau-mau saja disuruh begini begitu oleh Shaka.

Bagas mencoba menahan tawa seraya beradu tatapan jahil dengan Shaka. Cowok itu menunjuk Mentari dengan lirikan dan berbisik, "Tumben, Mak Lampir nurut?" tanyanya merasa tak berdosa kepada Shaka.

Yang ditanyai hanya menangguk seraya terkekeh. Tidak ada respons lain dari Mentari, cewek itu duduk dengan tenang seraya bersiap memakan baksonya yang terlihat masih mengepul panas.

BaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang