039 :: Serupa Semula

102 10 16
                                    

"Semenjak mendengar suara tawamu, tiba-tiba aku merasa bahwa dunia ini tidak dingin lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semenjak mendengar suara tawamu, tiba-tiba aku merasa bahwa dunia ini tidak dingin lagi."

Pagi kembali menyambut dengan cerahnya senyuman sang surya di ufuk timur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi kembali menyambut dengan cerahnya senyuman sang surya di ufuk timur. Rasa hangat lantas menyelimuti seluruh sudut kota. Gundah dan resah yang sempat membekap dada pun sirna diusirnya. Dan burung-burung kecil di atas langit bersenandung, mengajak siapa pun sontak tersenyum kala mendengarnya.

Sekar menatap hamparan lazuardi yang memukau. Kedua sudut bibirnya saling menarik satu garis senyum tipis. Ia sudah berdiri di depan pagar rumah Bagas terhitung 10 menit lebih. Sedetik kemudian, cewek itu menilik ponselnya dalam genggaman, tak ada pesan yang Bagas kirimkan sejak kemarin.

Setelah suasana haru semalam, Sekar, Rendi, Shaka, dan Mentari memutuskan pulang tanpa berpamitan. Mereka tahu Bagas perlu waktu luang lebih untuk menemui mamanya yang dirindukan. Semua selalu berharap bahwa Bagas akan segera mendapatkan senyumannya yang paling cerah lagi saat ini. Meski Sekar melihat cowok itu menangis tersedu-sedu semalam, setidaknya harapan kecilnya sudah terwujud, keluarga Bagas sudah kembali.

Sekar benar-benar tak mampu menduga bahwa orang yang selama ini Bagas cari adalah Tante Wulan. Perempuan yang selalu membuat Sekar kagum itu sebelumnya tampak hangat namun misterius. Ia tak tahu bahwa ada luka besar yang didekapnya selama ini. Ditambah lagi pembicaraannya tentang sosok sang putra yang begitu mengharukan, ternyata itu adalah Bagas. Keduanya pasti saling sangat merindukan satu sama lain.

Sekar menutup ponselnya dan menjauh dari rumah besar bercat putih itu. Ia mengembuskan napas pelan.

Sekarang Bagas dan Tante Wulan sudah baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Cahaya yang kemarin tampak temaram kini sudah mampu bersinar dengan begitu terang. Dan semalam Sekar melihat dengan jelas bahwa kedua obsidian gelap milik Bagas—untuk pertama kalinya—tampak begitu berbinar. Cewek itu merasa sejak pertemuan pertama mereka, Bagas belum pernah terlihat sebahagia itu. Ternyata alasan untuk membuat Bagas tersenyum begitu sederhana; melihat keluarganya yang utuh.

Sejemang kemudian, suara motor terdengar mendekat. Sekar mendekat pada bibir jalan kala menyadari siapa pelakunya.

"Kamal?"

BaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang