032:: Ruang Temu [2]

54 10 3
                                    

"Ada yang mampu bersaing dengan hangatnya fajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada yang mampu bersaing dengan hangatnya fajar. Ruang temu dan genggaman tangan milik Bagas."

"Aku mau keluar dari klub ini, Kak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku mau keluar dari klub ini, Kak. Aku pikir ini semua udah cukup bikin aku capek." Sekar berbicara pelan. "Aku mau berhenti mengejar baskara dan mau jadi bintang biasa," lanjutnya lagi dengan yakin.

"Enggak boleh. Gue enggak akan izinin elo keluar dari sini."

Sebuah suara berat menginterupsi atensi kedua cewek tadi.

"Bagas?" kejut Wilona begitu saja.

Bagas berdiri seperti seekor singa yang siap menerkam mangsa-menyapu seluruh ruangan dengan tatapan tajamnya kemudian berhenti pada Sekar yang masih duduk membelakanginya. Dengan rasa terkejut, Wilona pun berdiri dan menatap Bagas-yang entah datang dari mana. Pasalnya, ia yakin bahwa sejak tadi hanya ada dirinya dengan Sekar saja di sana. Mengapa Bagas tiba-tiba bisa ada di sini? Dan, lebih penting lagi, sejak kapan dia berdiri di ambang pintu?

Dengan mata yang sudah sedikit memerah karena menahan tangis, Sekar pun menatap orang itu. Dapat ia lihat dengan jelas pada bingkai wajah Bagas kini dihiasi perasaan kalut. Meskipun begitu, ia tetap Bagas yang Sekar kenal selama ini.

Tatapan tajam tadi belum cukup mengalahkan hangatnya telapak tangan Bagas yang kini sudah meraih jemari-jemari dingin milik Sekar. Dan cewek itu hanya mampu menatap Bagas yang kini sudah menuntunnya berada di sudut lapangan sekolah. Suasananya sepi, membuat suara Bagas saat memanggil namanya terdengar begitu jelas.

"Sekar ...."

Sekar berharap bahwa ini hanya mimpi. Bahwa Bagas di hadapannya ini adalah ilusi dari dalam kepalanya saja. Bawa suara Bagas memanggilnya hanyalah halusinasinya saja. Bahwa semua ini tetap palsu. Tapi kenyataannya tidak begitu.

Banyak kalimat yang ingin Bagas ucapkan namun cowok itu terlalu bingung akan memulainya dari mana. Melihat Sekar di hadapannya benar-benar membuat rindunya hilang. Namun menghidupkan kembali sesak yang selama ini mencekiknya. Rasanya, Bagas benar-benar pantas mendapatkan ini semua. Bagas dengan leluasa menerima jika Sekar memang membencinya.

BaskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang