BAB 2

8 2 0
                                    

Yang kusuka dari perjalanan hidupku adalah saat bertemu denganmu.

Yana memasuki bus yang sudah ada di depannya dengan pandangannya sekilas mengarah ke arah motor Mahantan bersama keempat temannya. Mereka sudah pergi menjalankan motornya meninggalkan lokasi sekolahnya membelah jalanan kota Bogor di sore hari yang di penuhi oleh embun hujan yang baru turun tadi.

Di dalam bus itu, Yana duduk tepat di sebelah kanan, dekat jendela yang terbuka sehingga angin terasa tepat di bagian wajahnya dan dia juga bisa leluasa menatap kearah luar, memandang jalan yang cukup sepi itu dan licin.

Yana mengubah ekor matanya kala di sebelahnya, ada motor Mahantan yang berjalan beriringan dengan bus. Keempat temannya ada di sebelahnya dan di belakangnya. Sontak, Yana terpaku menatap pahatan wajah Mahantan dan hembusan angin yang menyunggar rambut lebatnya. Sangat menawan ternyata.

Pupil kedua bola mata Yana membesar saat Maha menoleh kearahnya dan itu sontak membuat Yana membuang pandangannya lalu menutup kaca bus itu dengan gorden yang untungnya disediakan. Lagi dan lagi dia kedapatan menatap wajah itu. Paras yang kata orang orang sangat menawan. Yana, mengakui itu. Dan dia mulai candu.

Suara deru motor berbunyi sangat keras karna motor Maha kian melaju, mendahului bus yang ditumpangi Yana, itu tidak luput dari penglihatan Yana. Gadis itu dalam diam menatap Maha yang melajukan motornya membelah jalanan yang sepi itu.

Satu tarikan dalam bibir gadis itu berbentuk, ia tersenyum tipis kala melihat Maha yang mulai jauh itu pergi dengan teman temannya. Dalam harap, dia berdoa semoga suatu hari nanti dia dapat bertemu lagi dengan laki laki itu.

Katakan lah jika dia menyukai laki laki itu, karna kenyataannya memang, sepertinya iya.

Bus berhenti, Yana pun segera turun dan langsung melangkahkan kedua kakinya memasuki rumahnya yang berada di pinggir jalan, sebelah kanan halte. Rumahnya hanya sederhana, bertingkat dua dan di sampingnya ada toko, yaitu toko loundry yang sudah lama di bangun oleh Ibunya. Bisa dihitung sudah lima tahun. Itu sebelum ayahnya pergi.

"Selamat sore penghuni rumah." sapa Yana riang memasuki rumahnya yang nampak sepi, wajar, kedua adiknya mungkin lagi pergi bermain dan ibunya yang pasti berada di toko.

"Kok pulangnya gak basah? Tadi 'kan hujan deras loh." sahut suara wanit terdengar dari arah dapur. Itu adalah ibu Yana, Ana namanya.

"Iya, Yana terobos soalnya." canda Yana sedikit berlari menghampiri sang Ibu, lalu menyalamnya.

"Kenapa?"

"Bosen di sekolah, Zaka sama Zumi gak ada." cemberut Yana. Gadis itu kemudian meletakkan tas nya di kursi kayu itu.

"Loh? Si kembar kemana?"

"Katanya ada acara keluarga." jawab Yana lalu membuka kulkas mini mereka, mengambil air dingin lalu menenguknya sampai kandas.

"Kamu tu, kebiasaan loh. Jangan banyak banyak minum air dingin Yana." ucap Ana. Dia sering kali memperingati Yana karna anak pertamanya itu suka sekali minum air dingin.

"Haus ma." sahut Yana, kembali meletakkan botol minum itu dan menutup kulkas mini itu.

"Kan biasa air hangat itu, ini kamu juga lagi hujan hujan loh, nanti sakit gimana."

"Yana kuat."

Setelah Yana mengatakan itu, dia pergi menaiki anak tangga di sebelah kiri dapur mereka. Dia melangkah menuju kamarnya, ingin berganti baju lalu pergi ke toko, ingin membantu dan juga ingin menggibah. Seperti itulah biasanya yang dia lakukan.

Sesampainya di dalam kamarnya yang berwarna hijau, di penuhi poto poto serta lemari buku yang menjunjung tinggi, tiba tiba ponsel yang barusan dia letakkan di atas tempat tidurnya berbunyi. Dia menoleh, ternyata itu adalah teman sekelas dan teman sebangkunya, Zumi namanya.

"Halo."

"Halo woi!!"

"Zumi, kamu-"

"Lo apa kabar oi? Gua ke rumah lo ya, gua ada sesuatu buat lo."

"Acara keluarga kamu udah selesai?"

"Udah dong, dari tadi pagi."

"Trus kamu kenapa ga sekolah?"

"Malas." terdengar suara kekehan di sana, di tempag Zumi, gadis yang di kenal sangat ceria dengan kepolosannya.

"Kamu tuh ya,"

"Gua on the way, ya."

"Kamu sendiri?"

"Zaka pergi nongkrong."

Panggilan berakhir. Dan itu dilakukan Zumi, gadis yang berada di seberang sana. Sementara Yana, gadis itu kembali meletakkan ponselnya di atas kasur nya lalu melangkah keluar menuruni anak tangga tanpa mengganti seragamnya yang masih melekat di tubuh gemuknya. Iya, dia bertubuh sekitar 50kg.

"Selamat sore." sapa Yana ketika memasuki toko yang berada disamping rumahnya. Hanya beberapa langkah saja.

"Selamat sore." sahut seorang perempuan berhijab, dia adalah Bianca, gadis yang sudah lama bekerja dengan Ibunya.

"Ada apa cerita hari ini kak Bi?" tanya Yana mendekati perempuan yang sedang menyetrika itu.

"Tidak ada, topik habis. Lagian bosen juga gibah itu itu aja." jawabnya tanpa menghentikan setrikaannya dan Yana yang tertawa kecil ketika mendengar jawaban Bianca.

"Na," suara seorang perempuan yang bertugas sebagai pencuci berseru memanggil Yana. Dia adalah Gea, perempuan yang baik hati, ramah dan tidak sombong menurut Yana.

"Kenapa kak?"

"Ada customer baru, ganteng, polisi dia." katanya dengan mendekati  Yana dan Bianca.

Perlu ditahu, selain Gea yang menurut Yana baik hati dan tidak sombong, Gea juga mempunyai mulut yang sering di ejek 'mulut ember' dan juga perempuan yang suka menggibah orang. Dia adalah ratu gibahnya. Selain itu juga, dia sering ganti ganti pacar, kadang bingung juga dia sebenarnya bagaimana. Pasalnya, perempuan berusia dua puluh dua tahun itu kadang merasa gamon, kadang suka sana, kadang suka hts nya dan ini, targetnya nambah. Naksir polisi juga.

"Ge, gua kasih tahu ya, sebelum lo melangkah lebih jauh, mending lo sadar diri aja dulu." kata Bianca, melirik sebentar ke Gea.

"Gak, gua sudah sadar diri. Gua harus mencobanya." terdengar aneh memang, tapi begitulah Gea.

"Terserah lo sih?"

"Ganteng memang?" tanya Yana sedikit penasaran juga. Soalnya jarang jarang ada customer mereka polisi, biasanya tetangga mereka atau tidak paling banyak anak kost di komplek depan sana.

"Ganteng, pake banget." jawab Gea semangat "Lo harus liat nanti."

"Ganteng sih ganteng, tapi lo yakin dia gak punya pacar?" sinis Bianca ke Gea. Dan Gea yang mulai terdiam. Sorot matanya berubah menjadi sendu dan menghembuskan nafasnya cukup berat.

"Gpp, selain jalur kuning melengkung, gas aja terus!" kata Yana ceria dan menaik turunkan kedua alisnya ke Gea membuat perempuan itu tersenyum lebar lagi dan mengangguk angguk kepalanya.

"Gua gas!!" kata Gea dan bersamaan itu Ana datang dari belakang menatap Yana, Bianca dan Gea. Di tangannya ada ember kecil, sepertinya baru selesai menjemur.

"Yana, kamu kok ga ganti seragam dulu baru kesini? Nanti kotor loh, anak ini." Ana tak habis pikir dengan kelakukan anaknya itu. Yana selalu mengherankan baginya. Menurutnya, Yana mirip dengan suaminya, tapi rupanya mirip dengannya.

"Nunggu Zumi, ma."

"Kan bisa ganti sebentar." kata Ana heran dan geleng geleng kepala melihat Yana yang cengengesan itu.

"Sana, nanti kotor itu baju kamu. Orang baru hari senin juga."

"Iya mah, ih! Bawel banget." gerutu Yana dan mencak kesal kemudian gadis itu berbalik, melangkah keluar dari dalan toko itu, belok dan memasuki rumahnya.

********

MAHANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang