BAB 13

3 1 0
                                    

Yana melangkah keluar dari dalam kelasnya bersama Zumi, tidak ada Zaka. Kata Zumi tadi, Zaka sudah pulang duluan. Dan jika boleh jujur, Yana merasa bersalah atas kejadian tadi, dia tidak bermaksud seperti tadi. Zaka adalah orang baik, laki laki yang pertama kali menjadi temannya, dan wajar jika dia bersikap heran tadi atas keanehan laki laki itu.

Sesampainya digerbang sekolah, Yana maupun Zumi mulai menyebrangi jalan yang sedang ramai dipenuhi oleh murid SMA Jaya dan Mendrova dengan pelan dan hati hati. Mereka akan menunggu bus di halte depan, seperti yang Yana lakukan, dulu. Hari ini, dia sudah menelpon ibunya agar tidak menjemputnya karna dia pulang bersama Zumi.

"Kak Maha tuh!" suara Zumi terdengar di samping Yana, menunjuk kearah depan sekolah dengan dagunya, di sana Maha beserta teman temannya baru keluar dari gedung sekolah mereka dengan motor mereka masing masing.

Yana menoleh, menatap laki laki yang bernama Maha itu. Helm yang harusnya diletakkan di kepala berpaling menjadi di pergelangan tangan laki laki itu. Yana menelan salivanya, memalingkan pandangannya kearah lain karna dadanya yang kembali berpacu cepat, tidak normal seperti biasanya.

"Dia lihat kesini." kata Zumi memberitahu, Yana mengangguk saja tanpa menatap kearah Maha yang kata Zumi menatap kearah mereka.

Seolah semesta yang sedang mendukung, bus pun tiba membuat Yana cepat cepat menaiki bus itu, meninggalkan Zumi yang terdiam dengan kerutan di dahinya. Lalu sebentar dia menoleh kearah Maha, laki laki itu sudah menjalankan motornya bersama teman temannya menyelusuri jalanan yang sedang ramai itu. Kemudian dia ikut menaiki bus itu, duduk di samping Yana, seperti biasa perempuan itu duduk di dekat jendela, kacanya dia biarkan terbuka tanpa gorden.

Bus berjalan, menyelusuri jalanan itu dengan diiringi musik yang menggema pelan dengan indah dan hembusan angin yang memasuki celah celah dari jendela yang terbuka itu.

Well hey, so much i need to say
Been lonely since the day
The day you went away

Bersamaan dengan musik yang terdengar, lagu yang berjudul the day went you away itu membuat Yana menoleh ke arah luar lewat jendela kecil itu ketika sebuah klakson berbunyi tepat di sampingnya dan siapa sangka itu adalah Maha sendiri. Laki laki itu menatap Yana dari bawah, di belakang dan di sampingnya ada teman temannya.

Yana menyerngit heran, menatap Maha cukup lama, lalu memalingkan wajahnya dari laki laki itu. Yana menoleh ke depan, pura pura fokus ke depan, mengabaikan Maha yang masih mengenderai dengan motornya di sebelahnya. Tidak tahukah laki laki itu bahwa tatapannya itu membuat dia secara tiba tiba dapat serangan jantung.

"Yana!!" suara Maha terdengar, laki laki itu berteriak memanggil Yana membuat sang empunya nama pun menoleh, menaikan sebalah alisnya kepada Maha seolah bertanya 'ada apa'.

"LO HARUS KASIH TIGA PERMINTAAN SAMA GUA!!" teriak Maha, tatapan Maha sesekali ke depan lalu kembali lagi ke Yana. Menatap Yana yang terdiam dengan tatapannya.

"NANTI GUA TELPON LAGI!"

Deg

Yana menelan salivanya sedikit susah. Dia tidak dapat untuk mengeluarkan suara sekata pun, tatapannya juga seolah olah hanya fokus untuk menatap Maha yang kini dimana laki laki itu sudah kembali melaju cepat meninggalkan bus yang dia tumpangi setelah mengatakan itu.

Yana terdiam membisu, mencerna setiap kata yang disampaikan Maha tadi. Bayang bayang wajah laki laki itu spontan tidak henti dari kepalanya. Dia menggeleng pelan lalu menghembuskan nafasnya, menoleh ke samping ternyata Zumi sudah lebih dulu menatapnya.

"Tadi kak Maha minta nomor lo." kata Zumi.

"Ternyata kamu yang ngasih?" Yana mendelik heran.

"Dia yang minta." ucap Zumi, "Katanya penting." lanjut Zumi. Dia mengalihkan pandangannya kembali ke depan, tidak lagi menatap ke Yana. Pertanyaan pertanyaan yang begitu banyak bercabang di otaknya, dia ingin bertanya, tadi dia urungkan. Belum saatnya, pikirnya.

"Aku donorin darah aku sama kakaknya kak Maha." kata Yana pelan. Dia menatap ke Zumi, perempuan itu kaget, Yana sudah menduga itu. Lagian, Zumi berhak tahu akan hal itu.

"Trus?" tanya Zumi.

"Ya gitu, katanya dia nggak mau berhutang budi." jawab Yana.

"Trus dia ngomong gitu tadi kenapa?" tanya Zumi.

"Katanya, aku boleh ngasih tiga permintaan sama dia dan setelah itu dia nggak mau lagi berurusan sama aku. Maksudnya apa coba??" suara Yana sedikit mengegas dan bola matanya yang terlihat sedih.

"Dia seakan akan gak mau ketemu aku lagi." ucap Yana lirih. Dia memalingkan wajahnya menatap kearah luar, wajahnya langsung diterpa angin yang cukup kencang di sore hari itu.

"Kan dia gak mau berhutang budi, dia mau membalas budi, jadi wajar dong." kata Zumi namun setelah itu Yana hanya diam saja.

"Trus lo bilang apa?"

"Aku nggak mau." jawab Yana.

"Dodol!" seru Zumi dengan suaranya yang cukup nyaring, Yana pun menoleh.

"Harusnya lo terima aja." kata Zumi "Lumayan kan, lo bisa dekat sama dia. Buat dia suka sama lo, gila!"

Yana menggeleng pelan "Nanti aku yang sakit. Katanya kan setelah itu, dia nggak mau lagi berurusan sama aku."

Zumi terdiam, mencerna, kemudian mengangguk mengerti "Iya juga ya."

"Ya sudah lah, lagian aku juga ikhlas kok bantuin kakaknya." kata Yana, ingatannya muncul saat dia kecelakaan waktu lalu. Dimana pada saat itu, saat melakukan operasi, ada seorang ibu ibu membutuhkan darah untuk operasi anaknya, dan ibunya, Ana yang tidak bisa menolak pun mengangguk, membantu ibu itu yang ternyata itu adalah ibu dari Mahantan sendiri.

"Nama kakaknya siapa?" tanya Zumi.

"Kalau nggak salah namanya Reni."

Bus berhenti, tepat di halte dan Zumi maupun Yana turun. Hari ini, Zumi memutuskan untuk sebentar ke rumah Yana. Katanya dia rindu dengan kegibahan Gea dan Bianca. Sudah seminggu juga dia tidak bertemu dengan kedua perempuan bertolak belakang itu.

Yana dan Zumi menyebrangi jalanan yang mulai sepi itu, lalu memasuki rumah Yana, namun sebelum itu menoleh sebentar kearah samping, dimana toko Loundry ibunya terlihat cukup ramai saat ini.

"Loh, Zumi mau nginap ya?" tanya Ana saat akan keluar rumah, mereka bertemu.

Zumi cengar cengir tak jelas "Kalau boleh sih."

"Mama mau kemana?" tanya Yana ketika melihat penampilan Ana yang terlihat ingin pergi.

"Tuh, kamu tuh pelupa banget sih. Tadi pagi kan kamu yang bilang pengen jenguk kak Reni. Pengen lihat keadaannya. Gimana sih?" heran Ana. Dia menggeleng gelengkan kepalanya pelan, menatap Yana yang terdiam polos.

"Pas banget tuh tante." Zumi bertepuk tangan, dia tersenyum lebar "Zumi juga pengen tahu."

"Ya sudah sana ganti baju kalian. Cepat!"

Zumi mengangguk semangat, berbeda dengan Yana yang masih terdiam.

"Gua pinjam baju lo ya." kata Zumi dan setelah mengatakan itu, Zumi tanpa merasa malu pun berlari menaiki anak tangga menuju kamar Yana yang berada di lantai atas.

********

MAHANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang