BAB 11

6 0 0
                                    

Memulai hal baru dengan keadaan yang menegaskan.

Suara riuh dan bersamaan dengan tepuk tangan meriah itu tak membuat Yana merasa nyaman. Sedari tadi, dari permainan pertandingan itu dimulai, di lapangan sekolah mereka, dia berulang kali mengehembuskan nafasnya jengah, dia bosan, dia ingin pergi keluar dari trotoar itu, namun Zumi di samping selalu menolak ajakannya.

Yana sekali lagi mengalihkan pandangannya ke penjuru trotoar itu, mencari sesosok yang memang Yana sudah rencanakan dari kemarin. Jika laki laki itu ada, Yana akan ikut menonton, namun, sedari tadi Yana sama sekali tak melihat keberadaan laki laki itu.

"Zumi, aku ke kelas dulu ya. Kepala aku pusing." kata Yana dengan sengaja memegang kepalanya. Dia terpaksa berbohong dan semoga Zumi mempercayainya.

"Serius?" raut Zumi seketika menjadi panik dan Yana yang mengangguk pelan.

"Yaudah ayok!" ajak Zumi, berdiri duluan lalu diikuti Yana.

Jalan ke arah luar berada di sebelah kanan Yana, dan otomatis Yana yang harus melangkah duluan baru Zumi, mengingat saat ini trotoar mereka sangat lah ramai. Semua anak SMA Jaya sepertinya datang  untuk melihat pertandingan basket itu. Dan saat Yana sudah berbalik, bola matanya bertemu dengan kedua bola mata Mahantan yang baru memasuki trotoar itu. Di belakangnya ada Jay, Nugu dan Stev.

Yana mengalihkan pandangannya dan kembali duduk, mengabaikan Zumi yang masih berdiri dengan menatapnya aneh, mengabaikan detak jantungnya yang mulai bereaksi. Gilak, hanya melihat Maha saja dadanya sudah tak karuan. Dia seketika gugup, kedua tangannya dia letakkan diatas pahanya, meremasnya cukup kuat. Dia melirik ke sebelah kanannya, Maha sudah duduk dengan ketiga temannya dengan jarak yang cukup dekat.

Dan Zumi yang akhirnya mengetahui mengapa Yana mendadak bego, blank pun tersenyum meledek. Dia juga kembali duduk, mencolek colek lengan Maha dan diakhiri kekehannya.

"Kak Maha tuh." kata Zumi. Dia melirik sedikit kearah Maha, rupanya laki laki itu juga sedang menatap kearah mereka.

"Dia natap ke sini."

"Diem, Mi."

Zumi tak bisa menahan tawanya. Dan dengan terpaksa dia membekap mulutnya sendiri dengan tangan kananya, mencoba untuk tertawa pelan. Dia menatap Yana dari samping, wajah Yana sudah memerah dan sedikit berkeringat.

"Kak Maha ganteng banget." ucap Zumi dan Yana yang menoleh, menatap Zumi dengan tatapan tajamnya.

"Ya elah posesive amat." ledek Zumi lagi. Dia terkekeh sambil berujar lagu "Samperin gih."

Yana diam. Dia sedang menormalkan detak jantungnya, mengabaikan Zumi yang masih belum berhenti meledeknya. Dia ingin sekali menoleh ke arah Maha, menatap laki laki itu sebentar, tapi apalah, dirinya masih belum bisa. Dia takut Maha nanti berpikir macam macam padanya.

"Kak Jay bengong aja tetap ganteng ya." guman Zumi, dia menatap terang terangan kearah Maha, Jay, Nugu dan Stev. Sedangkan Yana, dia yang mendengar ucapan Zumi barusan bergedik ngeri. Dia menggelengkan kepalanya pelan, Zumi sudah terlihat sedang jatuh cinta memang.

"Eh, itu ada cewek nyamperin kak Maha." Zumi berkata tiba tiba dan memukul mukul lengan Yana pelan berulang kali.

Yana yang memang penasaran pun menoleh ke arah tempat duduk Maha. Benar, ada seorang gadis duduk di samping pemuda itu. Tadinya di sebelah kanan Maha adalah Nugu, kini Nugu duduk di belakang mereka.

Yana menelan salivanya pelan, lalu dia kembali menoleh ke depan. Dia tidak bisa mengatakan bahwa dia tidak sakit hati, tidak cemburu. Nyatanya, memang itu terbalik. Dia cemburu. Dia akui itu.

Mendadak Yana benar benar merasa bosan. Dia melirik sebentar ke Zumi, perempuan itu masih diam di tempat duduknya sembari mencuri curi pandang ke arah Maha atau Jay di sana. Yana tidak tahu itu.

Yana bangkit berdiri, Zumi mendongakan kepalanya menatapnya heran "Lo mau kemana?"

"Kelas." jawab Yana singkat, padat dan jelas. Raut wajahnya Zumi sudah tahu bahwa temannya itu sedang jengkel ditambahi rasa cemburu.

Zumi mengangguk pelan, lantas dia pun ikut berdiri mengikuti langkah Yana di depannya. Sesekali dia menoleh kearah Jay, berharap laki laki itu menyadarinya, namun yang terjadi bukan Jay, melainkan Maha yang sedari tadi menatap kearahnya, lebih tepatnya ke Yana.

"Kak Maha natap lo terus." bisik Zumi dari belakang.

"Biarin." sahut Yana acuh, cuek dan mulai mempercepatkan langkahnya agar keluar dari aula itu.

"Eleh." ledek Zumi pelan. "Bilang aja lo senang." lanjut Zumi. Namun, Yana hanya diam saja membiarkan Zumi yang seolah belum puas atas ledekannya.

Setiba di luar aula, saat Zumi menutup pintu biru itu, ada sebuah tangan yang menahan pintu itu dari belakang. Zumi menyerngit heran dan menoleh ke belakang, ternyata orang itu adalah Maha.

Zumi mendadak kaku. Pasokannya seketika berhenti, dia melirik Yana yang sudah melangkah tanpa menyadarinya. Sepertinya perempuan itu tidak tahu bahwa Maha mengikuti mereka. Dia menoleh kembali ke Maha, memberikan senyuman kikuknya. Benar kata orang, tatapan laki laki itu sangat tajam, buat takut.

"Yana, kemana?" suara berat Maha terdengar di telinga Zumi. Sontak dia mengelus elus telinganya karna dia mungkin salah dengar. Bagaimana bisa laki laki di depannya itu bersuara kepadanya, menanyakan perihal Yana. Bagaimana itu bisa terjadi.

"Hah?" beo Zumi. Otaknya masih mencoba mencerna. Ini tiba tiba rasanya. Dia seketika mendadak bodoh.

Maha menghembuskan nafasnya dan terdengar sebuah decakan malas dari mulut laki  laki itu "Teman lo yang tadi kemana?"

"Yana?" tanya Zumi balik.

Maha mengangguk malas "Hm."

"Tadi di sini, trus sekarang nggak ada." Zumi menatap kosong sebelahnya "Mungkin dia ke kelas-"

Ucapan Zumi berhenti kala Maha tiba tiba berjalan begitu saja meninggalkannya. Zumi mematung, menelan salivanya, dia berbalik, menatap punggung lebar dan langkah lebar itu yang semakin lama, semakin jauh menghilang.

"Ternyata orang orang benar, parasnya sangat menawan." gumannya, dia tersenyum malu malu, lalu memegang wajahnya yang mendadak panas.

"Lo kenapa?" Zumi terkejut, dia melepaskan kedua tangannya dan menatap Zaka yang berdiri disampingnya. "Yana mana?" tanya Zaka.

"Hah?" Zumi terlihat seperti orang bodoh sekarang. Zaka yang melihat itu menyerngit heran.

"Lo kenapa sih? Mulai gila lo ya." tuduh Zaka dan langsung saja Zumi mencubit kuat lengan Zaka, terdengarlah suara ringisan pemuda itu.

"Yana pergi, sama Mahantan." kata Zumi, dan setelah mengatakan itu dia terdiam membisu. Dia sontak menutup mulutnya, dia baru menyadari sesuatu.

Yana. Yana tadi pergi dan Maha datang, menanyakan keberadaan gadis itu. Lalu dengan lempengnya dia menjawab, otomatis Maha sedang menemui Yana di kelas mereka.

"Maha?" beo Zaka. Dia menoleh ke lorong sekolah mereka yang terlihat sepi dan berjalan pergi meninggalkan Zumi begitu saja.

"Woi!" teriak Zumi.

"Kenapa gua selalu ditinggalin sih?" decaknya, dia menghentakkan pelan kedua kakinya dan ikut melangkah mengikuti Zaka yang masih terlihat di depannya.

*******

MAHANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang