BAB 9

3 0 0
                                    

Kringg

Bunyi bel berdering sangat nyaring itu membuat spontan mereka langsung bersorak ria dan langsung membereskan semua alat tulisnya tanpa mengetahui bahwa masih ada guru mereka yang masih berdiri di depan ruangan serba putih itu.

"Kalian ini benar benar." katanya berucap kecil, dia adalah guru Fisika, bu Nurmala namanya.

"Pulang bu," celetuk salah satu mereka, dia mengucapkan itu dengan senyumannya yang melebar.

"Ibu juga tahu." balas sang guru itu. Lalu dia lekas pergi dari ruangan itu diikuti mereka, termasuk Zumi dan Zaka.

Sepanjang perjalanan, keduanya hanya diam tak ada percakapan sama sekali. Jika biasanya mereka selalu bertiga, kini mereka hanya berdua karna Yana belum bisa untuk sekolah. Gadis itu masih sakit, namun tidak separah kemarin dan mungkin dua hari yang akan datang dia akan sekolah kembali, seperti semula.

Tiba di parkiran, Zumi naik ke mobil hitam milik sang kembarannya. Begitu juga Zaka, dia langsung menyalakan mesin mobilnya dan melajukannya pelan pelan karna masih di kawasan sekolah. Namun, saat melintasi gerbang sekolah mereka, hendak menyebrangi jalan, dari arah depan, tepat di halte ada seorang Maha berdiri diantara keramaian itu. Laki laki itu berdiri dengan masih memakai seragamnya dan motornya yang terparkir di sebelah halte.

"Itu bukannya kak Maha ya?" Zumi menunjuk kearah Maha yang berada di depan sana dan Zaka yang ikut melihat. Di sana, Maha sedang diam berdiri dengan tatapannya lurus ke depan, ke sekolah mereka.

"Ngapain dia?" Zumi berucap heran. Dia menatap ke samping dan Zaka yang mengangkat pundaknya sekilas, bersikap acuh.

"Bukan urusan kita." kata Zaka mulai menjalankan kembali mobil hitamnya ketika jalanan sudah mulai sepi.

"Mungkin ketemu kak Wardi ya?" guman Zumi, dia melihat sekilas Maha dari kaca spionnya.

Sementara Maha, laki laki itu masih diam berdiri dengan tegap, pandangannya lurus ke depan, menatap ke sekolah yang mulai sepi itu. Dia datang ke sekolah itu adalah tujuannya untuk menemui Yana, bukan Wardi. Tapi, sekarang malah Wardi yang muncul dan kini berdiri di hadapannya.

"Ngapain lo?" tanya Wardi memberikan tatapan tak sukanya ke Maha.

Maha berdecak kesal, melirik malas dan berucap "Bukan urusan lo."

"Lo mau ketemu siapa di sini? Tumben tumbenan lo sendiri, teman teman lo kemana?" tanya Wardi.

Maha menghela nafasnya dan kini menatap Wardi, dan tanpa sepatah kata apapun dia langsung berjalan mendekati motornya, menaikinya, menyalakan mesinnya dan melaju pergi dari situ, meninggalkan Wardi yang melongo tak terduga.

"Songong banget tu anak." guman Wardi.

Di sepanjang perjalanan, saat Maha fokus mengendarai motornya tiba tiba suara ponsel di saku seragamnya berdering. Dia melirik sebentar ke bawah lalu mulai menepikan motornya di pinggir jalan. Dia merogoh sakunya mengambil ponselnya di dalam sakunya dan melihat layar ponselnya yang terpampang nama Lusi. Adik perempuannya yang menelpon.

"Halo." suara Maha menyapa saat mengangkat panggilan dari Lusi.

"Abang, pulang! Pulang! Kak Reni udah bangun!"

Maha terdiam sekilas, dia belum bereaksi bagaimana, dia masih mencerna ucapan Lusi, seketika otaknya nge-blank.

"Abang?"

Maha tersenyum, cukup lebar mungkin lalu berujar "Iya, abang pulang."

Setelah mengatakan itu, dia mematikan ponselnya, kembali menyimpannya dan buru buru menyalakan kembali mesinnya, menjalankannya membelah jalanan cukup ramai di sore hari itu. Tepat pada sore hari itu, Reni bangun dari komanya selama beberapa minggu. Maha senang, sangat senang. Dia sangat berterima kasih ternyata ada keajaiban.

MAHANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang