Lagian, hati tahu kok dimana dia akan jatuh dan kapan itu
Bus berhenti, tepat di halte atau pas di depan sekolah Mendrova, di seberang jalan itu. Dan dari dalam keluarlah beberapa siswa dari bus itu, termasuk Yana sendiri.
Di pagi hari yang tidak begitu cerah itu, Yana datang cukup pagi, tidak biasanya. Jika biasanya dia selalu datang ke sekolah pas saat dia mendengar bel berbunyi atau para teman temannya yang mulai keluar melangkah menuju lapangan untuk memulai apel pagi setiap hari. Tapi, walaupun begitu, gadis itu tidak pernah di hukum. Karna, terlambatnya hanya beberapa detik, atau paling lama sekitar dua menit.
Saat melangkah memasuki gedung sekolah itu, melewati gerbang yang masih terbuka itu, lalu memberi sapaan kepada pak Yino, selaku satpam sekolah mereka, tiba tiba sebuah suara melengking memanggil namanya. Dia pun berhenti dan berbalik badan menatap Zumi yang sudah berlari melewati gerbang itu kearahnya. Seketika senyuman terukir di bibir tipis milik gadis itu.
"Lo kok tumben banget datang pagi pagi?" tanya Zumi, gadis yang sudah berteman dengan Yana sejak masuk sma.
"Biar beda." jawab Yana asal dan menatap kearah laki laki yang baru datang lalu memarkirkan motornya. Dia adalah Zaka, kembaran Zumi.
"Lo gak bareng sama Zaka?" tanya Yana ke Zumi yang juga sedang menatap kedatangan kembarannya itu.
"Bareng, tapi tadi di depan sana bensinnya habis. Nyebelin banget kan." kata Zumi, wajahnya juga sudah berubah menjadi kesal, mencabik beberapa kata. Dan Yana yang hanya menanggapinya dengan kekehan kecilnya. Dia memang sudah biasa dengan Zumi dan Zaka yang dari pertama dia kenal, keduanya tak pernah akur sama sekali. Sekalinya akur pasti ada sesuatu.
"Lo resek banget sih jadi orang, udah tahu bensin habis, bantuin kek dorong, ini lo malah pergi duluan. Berdosa lo sama abang sendiri." Zaka datang mendekat. Laki laki itu menampilkan wajah kesalnya, menatap Zumi sang kembarannya itu dengan keringat yang sudah muncul diarea pelipisnya.
"Ya lo sendiri, bensin motor sendiri gak tahu udah mau habis apa enggak." balas Zumi menatap malas kearah Zaka, "mending tadi gua berangkat sama pak Yayan aja." sambungnya.
"Yaudah, mulai besok lo berangkat sama pak Yayan." ucap Zaka dan langsung melangkah pergi meninggalkan kedua perempuan itu.
"Resek banget sih jadi abang tu orang."
"Abang kamu." kata Yana mengoreksi. Lalu dia menarik lengan Zumi untuk segera ke kelas mereka lalu ke lapangan untuk melakukan apel pagi mereka setiap hari.
Disepanjang perjalanan menuju kelas mereka yang berada paling ujung, bel akhirnya berbunyi setelah itu terdengar suara guru dibalik mic itu mengintruksi agar semua mereka berbaris di lapangan. Segera.
"Siapa disini yang namanya Yana?"
Saat tiba di kelas, di depan ruangan kelas mereka. Yana maupun Zumi berhenti ketika mereka melihat seorang Wardi, sang ketua osis itu sedang berdiri di ruangan kelas mereka, dibagian depan. Sontak mendengar namanya disebut, Yana menyerngit heran juga bingung.
"A-aku kak." suara Yana yang pelan namun masih bisa didengar membuat Wardi pun berbalik dan menatap Yana dari ujung bawah sampai atas. Dirinya seperti sedang mengintimidasi.
"Lo bilang apa semalam sama si Maha?" tanya Wardi, laki laki itu sudah sepenuhnya berdiri berhadapan dengan Yana dan juga Zumi.
Mendengar nama 'Maha' yang merasa tidak familiar membuat satu ruangan yang hampir masih dipenuhi oleh mereka sontak kaget dan juga terheran heran. Mereka langsung fokus menatap Yana, menunggu gadis itu menjawab. Namun, Yana yang merasa tidak mengerti hanya diam saja.
"Gara gara lo bilang ke mereka gua pergi, kabur, mereka ngatain gua cemen. Tahu nggak lo?" tatapan Wardi yang selalu teduh kepada setiap orang kini berbeda. Tatapan itu sedikit menajam ke Yana.
Yana menggeleng "ak-"
"Lo kalau gak tahu apa apa, ga perlu ikut campur." kata laki laki itu dengan nadanya yang menusuk, lalu lekas pergi keluar dari ruang kelas itu.
Kini, Yana mematung, terdiam dengan mencerna apa yang terjadi padanya. Semalam dia memang bertemu dengan laki laki yang bernama Maha itu, bahkan dia juga bertemu dengan teman temannya. Tapi, dia sama sekali tidak ada mengatakan apa apa selain dia semalam memperkenalkan namanya, itu pun karna dia ditanya. Lalu apa yang salah.
"Omo!" Yana melirik ke Zumi, dia yakin pasti gadis itu tentu kaget dan akan memberikan pertanyaan pertanyaan seputar tentang Maha.
"Lo semalam ketemu sama Maha?" kan benar. Sudah dia duga. Yana pun menjawabnya dengan anggukan kecil saja lalu melangkahkan kedua kakinya ke arah bangkunya, diikuti Zumi dibelakangnya.
"Dimana?"
"Di halte."
"Kok lo ga bilang sama gua?" kening Zumi mengkerut. Dia menatap Yana yang meletakkan tas abu abunya di atas meja mereka, dia merasa sepertinya teman sebangkunya itu tidak akan menjawab pertanyaannya. Maka dari itu dia kembali melemparkan pertanyaan. Dia sangat penasaran.
"Trus lo gak diapa- apain kan? Mereka gak macem macem 'kan?" tanya Zumi, ikut meletakkan tas nya juga di atas meja.
Yana menggeleng malas "gak Zum."
"Serius?" tanya Zumi khawatir bercampur masih penasaran juga.
"Iya, yuk ah." Yana menarik lengan Zumi keluar, melangkah ke arah lapangan yang terletak di depan kelas mereka. Ternyata sudah banyak yang berbaris disana.
"Gua mau kasih tahu sesuatu sama lo." ucap perempuan berkacamata itu.
Yana menyerngit heran, "apa?"
"Lo kenal Jay?" tanya Zumi. Dia menatap Yana yang kini hanya diam, dia sangat menunggu jawaban gadis itu, karna semalam dia yakin pasti Yana juga bertemu dengan laki laki itu.
"Ke-kenal kek nya." jawab Yana kemudian walaupun dengan keraguan.
"Gua suka sama dia." bisik Zumi tiba tiba sehingga mulut Yana sontak berucap kaget, lalu ketika sadar dia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia malu karna semua teman sekelasnya kini menatap kearahnya.
"Gimana?" Zumi bertanya dengan senyum manisnya. Sangat manis pasti menurutnya.
"Kamu serius?" kini Yana yang bertanya. Dia menyerngit heran menatap Zumi. Bagaimana bisa seorang Zumi, gadis yang dikenal sangat polos, kutu buku, ceria, dan memang kadang bar-bar suka sama Jay, anak yang dikenal brandalan dan jangan lupakan dia adalah teman Maha.
"Emang kenapa?" tanya Zumi "Lagian hati tahu kok dimana dia akan berlabu."
"Bukan begitu-"
"Gua suka sama Jay. Apa yang salah sih? Lo aneh deh, sama kek Zaka." Zumi memutar bola matanya menatap ke depan, tidak lagi ke sebelahnya dimana Yana diam berdiri disampingnya.
"Sejak kapan?" tanya Yana pelan, menatap Zumi yang kembali menolehnya.
"Sejak dia kemarin datang ke sini," jawab Zumi dan tersenyum manis saat mengingat Jay yang dua hari lalu datang bersama geng nya menemui Wardi. Sungguh, disaat itu, pandangan pertamanya jatuh kepada berambut ikal itu.
"Jayana Nugraha."
"Kamu tahu?" tanya Yana dengan heran. Pasalnya, jarak mereka kemarin itu sangat jauh saat Maha dan teman temannya datang menghampiri Wardi, sang ketua osis itu.
Zumi mengangguk polos "gua stalking semalam."
Setelah mendengar jawaban Zumi yang cukup membagongkan baginya, dia hanya bergedik ngeri dan mengangguk angguk saja. Dia menelan salivanya ketika diluar kendalinya bayang bayang wajah Maha datang kepadanya. Mata tajam itu, serta pahatan laki laki itu yang hampir mendekati kata sempurna. Yana tidak akan pernah lupa itu.
********
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHANTAN
Teen Fiction'Jika orang lain jatuh cinta dengan parasnya, maka aku jatuh cinta dengan caranya'