Bab 2.

16.6K 1.4K 36
                                    


Matahari pagi ini bersinar terang, menyapu pergi gelapnya langit malam. Diruang rawat Andreas, laki-laki itu tampak masih terlelap nyaman dibawah selimutnya.

Bahkan ia sampai tak sadar, jika kini kepalanya tengah diusap lembut oleh seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik dan awet muda.

Esmira Halley, ibu kandung dari Andreas. Ia sangat memanjakan dan selalu memberikan segalanya untuk Andreas si bungsu kesayangan. Sekalipun kini Andreas telah dewasa dan memiliki dua orang anak, perlakuannya tetap tak berubah.

Begitu juga dengan sang suami. Yang saat ini tengah duduk pada sofa diruangan itu, menunjukkan wajah angkuh dengan kaki kanan yang ditumpukan pada paha kiri.

Caden Halley, Ayah kandung dari Andreas yang masih tampak begitu tampan diusianya yang tak lagi muda. Perlakuannya pada Andreas pun tak jauh berbeda dari sang istri. Begitu memanjakan, hingga menolak jika si bungsu menunjukkan sikap dewasanya dihadapan mereka.

"Nyenyak sekali." gumam Esmira, beralih mengusap pipi Andreas dengan senyum kecil.

Gabriel dan Diego yang semalaman menemani Andreas, telah diusir oleh Esmira. Karena keduanya bersikeras tidak ingin masuk sekolah.

Perlahan kelopak mata itu terbuka, Andreas merasa terganggu karena pergerakan Esmira. 

Andreas menatap Esmira sayu. Dia merasa hangat akan perlakuan wanita itu. Meski sedikit risih, tetapi Andreas bisa menerimanya.

"Siapa?"

Esmira memang sudah mendengar kondisi putra kesayangannya. Tetapi tetap saja Esmira merasa sedikit kecewa karena putranya melupakannya.

"Aku adalah ibumu. Kamu terbiasa memanggilku Mommy. Nama mommy, Esmira Halley."

Andreas mengangguk, sukmanya telah terkumpul. Jadi, dia bergerak untuk duduk dan bersandar pada headboard ranjang pesakitannya.

Tatapannya juga memandang Caden yang berjalan mendekat.

"Ini Daddy, boy." Tangan Caden terangkat, ingin mengusap rambut Andreas namun sang anak justru menghindar.

"D-Daddy, maaf, aku sedikit risih saat disentuh." ucap Andreas agak kaku. Bisa ia rasakan, jika aura Caden berubah gelap setelah mendengar ucapannya.

"Kau harus kembali terbiasa." datar Caden, mencengkram pelan pipi Andreas agar berhenti menghindar.

Andreas langsung tau jika Caden adalah ayahnya. Lain halnya dengan dua pemuda yang lebih dulu datang, dia bisa menolak.

Tetapi rasanya, untuk Caden.. Andreas merasa takut untuk menepis tangannya.

"T-tapi bisakah sedikit dikurangi? Aku sungguh tidak merasa nyaman." Sebisa mungkin Andreas ingin melepas tangan Caden di rahangnya.

Namun bukan lepas, cengkraman Caden menguat. "Kau sudah biasa manja boy, dan akan tetap seperti itu. Kami akan membuatmu mengingat, jika kau tidak diperbolehkan bersikap dewasa ketika bersama kami!"

"G-gila." gumam Andreas tanpa sadar.

Caden dan Esmira yang mendengarnya, langsung dibuat geram atas perubahan sikap si bungsu yang menurut mereka terlalu jauh.

"Kau berani melawan sekarang?" Caden terus menguatkan cengkraman, membuat Andreas menggigit bibirnya menahan sakit.

"T-tidak, maaf." gumam Andreas menggelengkan kepala. Caden yang mendengarnya merasa puas, ia langsung melepas cengkraman dan beralih mengusap rambut sang anak.

"Bagus."

Esmira tersenyum simpul, dia mengambil bubur yang sudah dia siapkan sejak tadi. "Lebih baik kau harus makan." Dia mulai menyuapi Andreas.

Awalnya Andreas enggan, tetapi melihat tatapan tajam Caden. Dia cepat membuka mulutnya.

Dalam hati merutuki orang-orang disekelilingnya. Mereka melakukan hal yang mereka suka tanpa mau tau perasaan risihnya.

Sebenarnya dia siapa? Mereka siapa? Apakah mereka memang keluarganya? Apakah memang dia terbiasa dimanja?

"Namaku, siapa?" tanya Andreas dengan ragu. Sejak kemarin, tidak ada yang pernah menyebutkan atau memberitahu namanya.

"Andreas Halley, anak bungsu kesayangan keluarga Halley." jawab Esmira, dengan telaten mengusap ujung bibir Andreas yang terkena bubur.

"Andreas Halley." gumam Andreas mengangguk mengerti. "Apa aku terbiasa dimanja?"

"Ya, sayang. Tidak hanya dimanja, kau selalunya akan bersikap manja dan manis dihadapan kami. Bahkan, kedua putramu juga ikut memanjakanmu."

Mendengar penjelasan Esmira, Andreas terdiam tak percaya. Bagaimana bisa? Seorang anak, memanjakan Ayahnya?

"Dua pemuda yang sejak kemarin disini? Sungguh?" Rasanya Andreas tidak percaya. Jika dia seorang ayah, harusnya dia lah yang memanjakan anak.

"Daddy mengerti apa yang kau pikirkan. Jangan sampai kau lakukan hal yang ada dipikiran mu Andreas. Kedua putramu tak akan suka, " ujar Caden tiba-tiba.

Pria itu kembali pada posisi awal. Bedanya, sedikit lebih dekat dengan mereka. Dia menyadari apa yang dipikirkan Andreas.

"Pokoknya kau harus tetap sama seperti dulu." Esmira menekan kata-katanya.

Andreas tentu tidak akan terima. Dia adalah orang dewasa, bukan sepatutnya dia diperlakukan manja.

"Aku tidak yakin, aku sendiri sudah dewasa. Seharusnya, kalian juga berhenti memanjakanku." tolak Andreas, mengabaikan tatapan tak suka yang langsung dilayangkan padanya.

"Kau hanya perlu patuh. Jangan membantah ataupun menolak." tegas Caden mutlak.

Saat Andreas membuka mulut untuk membantah, Esmira lebih dulu menyuapkan bubur kedalam mulutnya.

"Menurut, hanya itu yang kami minta. Kau juga sudah terbiasa melakukannya sejak kecil."

Andreas tampak mengerut tak terima. Ingin kembali mencoba membantah, namun entah kenapa lidahnya terasa kelu.

Sial, seakan harga dirinya mulai berontak ingin pergi. Anaknya dua, sepertinya mereka juga sudah remaja. Tetapi, ayahnya malah dimanja oleh kakek nenek mereka.

Juga, mereka tak kalah memanjakan dia? Sungguh, apakah dunia sudah terbalik.

"Siapa nama kedua anakku?"

Esmira tersenyum, dia menyodorkan segelas air putih. Bubur telah habis, karena dia tak berhenti menyuapi Andreas sejak tadi.

"Putra pertama mu namanya, Gabriel Halley, yang kedua sekaligus bungsu Diego Halley."

"Istri?"

"Dia sudah jauh dan menjalani hidupnya sendiri."

Andreas mengangguk pelan, langsung mengerti dari maksud ucapan Esmira. Dan ternyata benar, jika dua orang pemuda yang datang kemarin adalah anaknya.

"Kapan aku bisa pulang?"

Caden melirik tajam. "Kau gila? Baru sadar sudah ingin pulang?"

"Aku hanya bosan berada diruangan serba putih ini." jawab Andreas pelan.

"Kau belum benar-benar pulih, sayang. Masih harus banyak beristirahat." Esmira mengusap lengan Andreas lembut.

Andreas menggeleng. "Istirahat bisa dirumah. Siapa tahu setelah pulang, aku bisa sedikit mulai mendapatkan ingatanku kembali."

"Jangan terburu-buru." nada Esmira berubah tak suka. Ia benci saat Andreas memaksakan diri.

Andreas tampak menghela nafas. "Aku sudah baik mom, aku bisa pulang kapan saja." Kedua orang di hadapannya berlebihan.

Andreas tidak mengerti sama sekali. Berapapun dia memikirkannya, tidak ada orang dewasa yang diperlakukan manja.





To be continued...


Done ya anjir!!

Treated like a child ( Slow Up ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang