"Rio, ayo jalan." Andreas menoleh kesamping, menatap tajam Rio yang tampak gugup.
Keduanya kini tengah berada di dalam mobil, dengan Andreas yang memaksa dan mengancam Rio untuk mengantarnya jalan-jalan keluar. Tanpa meminta izin pada Caden ataupun Esmira.
Andreas sungguh bosan, Mommy dan Daddy nya benar-benar berlebihan. Ingin keluar dari Mansion saja ia tidak di perbolehkan. Dan untungnya, sekarang Andreas bisa mengajak Rio untuk menyelinap keluar bersama. Karena Caden yang telah berangkat bekerja, dan Esmira yang sedang sibuk membaca majalah.
"Tuan, sebaiknya kita kembali saja." Rio was-was, menentang perintah Caden sama dengan mengantarkan nyawanya. Dia sedikit meminta pada Andreas, berharap anak tuan besarnya itu mau kembali.
Namun Sepertinya Rio harus menelan pil pahit. Andreas acuh dan memandang pemandangan. "Tuan, anda bisa dimarahi oleh tuan Caden."
"Teruskan saja. Daddy tidak akan marah hanya karena pergi ke suatu tempat."
"Tuan, ini untuk kebaikan Anda sendiri. Bagaimana jika Tuan Caden murka?"
Andreas memukul kaca mobil, memandang pantulan wajah Rion dengan tajam.
"Jika kau memang sangat takut pada Tuanmu itu, hentikan mobilnya dan keluar sekarang. Aku bisa pergi sendiri." desis Andreas. Ia hanya bosan dan ingin menghirup udara segar diluar sana, tapi kenapa semua orang selalu menentang.
Rio langsung gelagapan. "T-tidak Tuan, saya akan mengantar dan menjaga Anda. Maafkan saya."
Andreas hanya mendengus, kembali menatap pemandangan tanpa niat untuk menjawab.
Selama beberapa menit kemudian mobil itu masuk ke parkiran salah satu pusat belanja disekitar kota. Andreas segera masuk, untung saja dia memakai pakaian kasual.
Sebenernya Andreas sendiri tidak tau apa yang harus dia lakukan di pusat belanja ini. Dia hanya spontan mengajak Rio karena bosan berada didalam Mansion selama beberapa hari.
Juga, orang dewasa seperti Andreas berada di mall sendiri? Sedikit aneh. Karena biasanya dia datang bersama anak atau setidaknya keluarga. Jika sendirian, Andreas seolah mati kutu.
"Hari apa ini? Kenapa disini ramai sekali."
Andreas berhenti melangkah, memasukkan kedua tangan kedalam saku celana. Netra jernih Andreas meliar, menatap ramainya orang-orang yang berlalu lalang.
Hingga saat pandangannya berhenti disalah satu toko boneka, Andreas tiba-tiba meringis. Sebuah ingatan muncul dalam memorinya bak kaset rusak.
Andreas mengerut, memegangi kepalanya sembari menunduk. Meski samar, perlahan ia mulai ingat, jika dulu saat Diego kecil mereka pernah membeli sebuah boneka panda berukuran sedang disana.
"Boneka panda itu Diego namai Deri." gumam Andreas tersenyum kecil. Merasa lebih baik, Andreas langsung membawa langkahnya kearah toko boneka tadi.
Tetapi belum berjalan masuk. Seseorang menepuk bahu Andreas. "Andreas?"
Andreas pun menoleh. "Ya?" Orang yang menepuk bahunya adalah pria yang errr mungkin sediki lebih muda darinya. Memiliki rambut cokelat kemerahan dengan wajah tegas.
"Sendirian?" Pria itu tampak celingukan. Mencari seseorang yang mungkin bersama Andreas.
Andreas pun sama, jika dipikir dis bersama Rio kan. Namun pria itu malah tak ada di sampingnya. Di mobil saja mengoceh ini itu, sampai di pusat perbelanjaan dia ditinggal.
"Iya." Andreas menjawab gugup. Orang dihadapannya seakan akrab dengannya. Dia menjadi tak enak karena telah melupakannya.
Si pria mengangkat sebelah alis, merasa heran akan sikap Andreas. "Kau, tidak mengingatku?"
"Maaf, bukan maksudku. Tapi aku sedikit mengalami masalah dengan ingatanku." jelas Andreas segera, tak ingin membuat si pria salah paham.
"Ah, benar. Aku sempat mendengar jika kau mengalami kecelakaan. Kalau begitu, apa kita harus berkenalan lagi?" si pria tersenyum, yang tanpa Andreas sendiri sadari itu adalah senyum miring.
"Y-ya begitulah." Andreas mengusap lehernya canggung. "Apa sebelumnya kita akrab?"
Kanza Wiratama, si pria tersebut mengangguk ringan. "Namaku Kanza, dan kita sangat akrab sampai banyak yang mengira jika kita adalah saudara." ujarnya dengan sedikit bercanda, ingin mencairkan suasana agar Andreas tak terlalu canggung.
"Wah benarkah?!" Andreas semakin tidak enak. "Aku benar-benar tidak berniat melupakanmu." Wajahnya menunjukkan raut wajahnya bersalah.
Kanza menaikkan sebelah alis atas respon pria didepannya. Dia semakin tersenyum miring. "Baiklah, bagaimana jika kau ke rumahku? Sudah sejak lama kau tidak pergi kesana."
Mendengar perkataan Kanza, Andreas sungkan. Dia ingin menolak karena rasanya tak mungkin dia ikut dengan orang yang tak dia ingat.
"Maaf, mungkin lain kali." tolak Andreas hati-hati.
Kanza mengangguk paham, ia menepuk pundak Andreas pelan. "Aku mengerti, kau pasti masih ragu karena belum mengingatku."
"Oh ya, tadi kau mau pergi kemana?" Kanza lanjut bertanya, sebelum Andreas kembali menjawab dengan nada sungkan yang diam-diam membuatnya kesal.
"Aku hanya melihat-lihat. Tadinya ingin ke toko boneka, siapa tahu ada boneka yang mungkin menarik untuk Diego." jawab Andreas sedikit bercanda.
"Andreas, kau terlihat sungkan itu menggangguku," ujar Kanza bernada sedih. Ia menunduk untuk menarik simpati Andreas.
"Aku tahu bahwa kau kehilangan ingatanmu. Tapi tetap saja, mendengar perkataan sungkan darimu membuatku merasa buruk." Kanza berkata sembari menutup mata dengan jari, mengusap dibagian ujung seolah terdapat air mata disana.
"Tapi mungkin ini juga salahku. aku tidak pernah menjengukmu sama sekali."
"H-hei, apa maksudmu? Aku tidak bermaksud seperti itu, Kanza." Andreas mendekat, dengan sedikit kaku merangkul bahu Kanza.
"Kau membuatku semakin buruk." Kanza melirik tak enak.
"Berhenti berkata seperti itu, kau ini." Andreas tersenyum seraya mengguncang bahu Kanza.
Sejujurnya Andreas canggung, dia yang menolak skinship malah merangkul orang lebih dulu. Oh ya ampun, dia merasa buruk didepan seseorang.
"Tuan Andreas! Kita harus pergi, Tuan Caden menghubungi saya untuk segera membawa anda pulang!" Rio datang lalu berkata panjang. Dia ngos ngosan setelah berlari juga takut karena ancaman Caden.
Andreas menghela nafas pelan. Melepaskan rangkulannya pada Kanza. "Tapi aku baru sampai Rio. Belum apa-apa sudah disuruh pulang?"
Rio menatap Andreas memelas. "Tuan saya mohon, mari pulang. Ini demi kesejahteraan bersama. "
"Baiklah, baiklah." pasrah Andreas, ia menoleh pada Kanza yang hanya diam. "Kanza, aku pulang dulu." pamitnya, yang dibalas anggukan ringan oleh Kanza.
"Ayo, Tuan!" desak Rio, membuat Andreas mau tak mau mulai beranjak dengan hati dongkol.
"Dasar menyebalkan." batin Andreas menggerutu tak jelas.
Kanza menatap kepergian Andreas dengan tatapan tajam. wajah ramah yang dia perlihatkan pada Andreas sudah hilang. Kanza membuka topengnya, dia menyeringai.
"Heh lihat itu. Bukankah dia semakin keluar dari karakter?" ujarnya kemudian terkekeh. "Manis sekali, dia bahkan merangkul bahuku dengan akrab."
To be continued..

KAMU SEDANG MEMBACA
Treated like a child ( Slow Up )
Novela JuvenilCollaboration with @glummzz Menurut tuan dan nyonya Halley, putra bungsunya akan tetap menjadi bayi kecilnya. Bahkan ketika dia beranjak dewasa dan memiliki putra, Bungsunya tetap menjadi kesayangannya. Tidak teralihkan meski dia memiliki banyak...