Bab 3.

17.3K 1.5K 40
                                    



Andreas sudah berada didalam mansion kediaman Halley. Pria itu duduk kaku dengan pandangan kosong seolah tanpa jiwa.

Perlakuan setiap keluarga membuat Andreas begitu shock. Dia menanyakan kewarasan keluarga Halley terlebih dirinya yang menerima suka rela perlakuan seperti ini sebelumnya.

Andreas tidak mengingat apapun, dia hanya mengingat namanya meski samar.

Abraham Halley, selaku saudara Caden mengangkat alisnya. "Apakah Andreas memang seperti ini sejak dari rumah sakit? Dia menjadi pendiam." Dia sudah terbiasa melihat senyuman Andreas. Melihat raut bingung sedikit frustasi yang Andreas tampilkan sekarang memunculkan tanda tanya besar di kepalanya.

"Dia menjadi aneh sejak bangun." Caden mengikuti pandangan Abraham. "Apakah amnesia bisa merubah kepribadian seseorang secara drastis?"

Abraham mengangkat kedua bahu. "Hanya amnesia, bukan? Kalau begitu kita hanya perlu membuat Andreas mengingat semuanya kembali."

Abraham bangkit dari duduknya. Berjalan menghampiri Andreas dan duduk disebelahnya.

"Eas." Abraham memanggil Andreas dengan panggilan kesayangan mereka.

Andreas melirik Abraham. "Aku?"

Abraham tersenyum kecil, merangkul bahu Andreas dan mendekatkan wajahnya. "Eas adalah panggilan kesayangan dari kami. Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Andreas hanya menggeleng. Raut tak suka terlihat jelas diwajahnya karena risih dengan perlakuan Abraham.

"Lepas." Andreas mencoba menyingkirkan tangan Abraham, namun Abraham justru menariknya kedalaman dekapan.

"Kau sangat suka sekali di peluk, ingat?" tanya Abraham, menahan tubuh Andreas yang memberontak.

"Mungkin itu dulu? Sekarang jika boleh jujur. Aku sedikit tidak nyaman." Andreas dengan keberanian yang tak seberapa nya itu mengatakan ketidak sukaannya.

Abraham menguatkan pegangan pada bahu disana. Andreas meringis kecil, Karena pria disebelahnya menggunakan seluruh kekuatannya.

"Kau tidak nyaman?" Abraham tertawa jenaka.

Andreas mulai terpancing emosi. "Ya, aku tidak nyaman."

"Kau sangat berani sekarang ya." Abraham menarik senyum miring.

"Lep-"

"Sayang, lihat mom bawa apa." Esmira datang diwaktu yang tepat, menyela Andreas yang akan terus melawan ucapan Abraham.

Abraham akhirnya menyingkir. Membiarkan Esmira berganti mendudukkan diri di samping Andreas, dengan membawa semangkuk salad buah kesukaan Andreas ditangannya.

"Salad?"

"Ini cemilan kesukaan kamu." Esmira mulai menyendokkan salad dan menyodorkan nya kehadapan Andreas.

Andreas sedikit menjauhkan wajahnya. Dia merasa tidak memiliki ketertarikan pada makanan berwarna putih berisi sayur dan buah.

Esmira mendatarkan ekpresinya. "Eas, jangan membuat mom marah." Dia sudah menahan amarah sejak kemarin.

Andreas tak bergeming, dia tidak minat pada saladnya. Sedikit bergeser agak menjauh dari Esmira.

Abraham mengambil sodoran semangkok salad dari kakak iparnya. Sementara Esmira, dia menarik dagu Andreas dan mencengkram kuat rahangnya.

"Kesabaran mommy memiliki batas Andreas Halley!"

Andreas mengulum bibir, keberaniannya perlahan memudar begitu mendengar bentakan Esmira.

"Maaf." gumam Andreas hampir tak terdengar, membuat Esmira menghela nafas kasar.

"Eas ingin makan apa, hm?" Caden berdiri, menarik Andreas sedikit menjauh dari sang istri.

Andreas menatap Caden lama. Sang Daddy mengajaknya berbicara seperti merayu anak kecil.

"Lihat, kau membuat Mommy mu sedih!" Abraham meletakkan mangkuk salad keatas meja dengan kasar.

Andreas membuang muka, membuat Caden tersenyum samar.

"Mau minum susu hangat?" Caden mengusap rambut halus Andreas.

"Salad buahnya saja." ujar Andreas mengalah. Hatinya terasa tak nyaman, saat melirik wajah cantik Esmira yang kini berubah murung hanya karena tolakannya.

Dia dilanda dilema, sisi lain dirinya menolak setiap skinship atau perlakuan yang membuat dirinya seperti anak kecil.

Tetapi melihat wajah kecewa Esmira barang sekejap saja. Hatinya berdetak kencang seakan meronta ingin keluar.

"Enak?"

"Uhm, enak sekali." Awalnya Andreas merasa jika salad tidak akan enak. Apalagi memiliki campuran sayuran.

Tetapi dia salah, rasanya enak hingga Andreas lahap menerima suapan Caden.

Caden tersenyum jenaka, lihat.. Putra nya memang murni. Tanpa disuruh dan dipaksa berlaku seperti anak kecil yang begitu lugu.

Esmira yang memperhatikan, mengulum senyum diam-diam. Sifat manis bungsunya inilah yang ia rindukan.

「 Treated like a child 」

Di sekolah Gabriel dan Diego.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, kedua pemuda tampan itu kini tampak sedang berjalan beriringan kearah parkiran.

Tadi, Gabriel sempat mendapat telepon jika sang Ayah telah dibawa pulang ke Mansion.

"Aku tidak sabar ingin memeluk Ayah." celetuk Diego dengan wajah berseri.

"Paman Andreas sudah pulang?" Tanya pemuda berambut cokelat disebelah Gabriel. Pemuda yang tidak peduli peraturan sekolah dan berbuat seenaknya. Salah satu teman Gabriel, Kavin Kanarga.

"Iya, sekarang ayah berada dimansion!" Diego begitu semangat. Setelah beberapa hari wajahnya suram, hari ini wajahnya begitu berseri.

"Ayo kak, lebih baik kita cepat pulang!" Diego menarik tangan Gabriel untuk dia bawa ke mobil jemputan yang sudah stay menunggu mereka.

"Pelan-pelan." Diego menghiraukannya.

"Dion, jangan lupa kerjakan tugas Diego ya!" ujarnya pada pemuda yang sejak tadi diam menunduk, Dion Adhitama. Pemuda yang dikatakan teman Diego, namun nyatanya Diego memperlakukan Dion seperti babunya.

"Hahh." Dion menghela nafas berat.

Kavin yang mendengarnya, langsung merangkul bahu Dion dengan akrab.

"Malang sekali nasibmu, bro." prihatin Kavin terkekeh, yang hanya dibalas lirikan sinis oleh Dion.

「 Treated like a child 」

"Ayah!" teriak Diego, berlarian memasuki Mansion.

Dibelakangnya, Gabriel tetap berjalan dengan tenang. Memasang wajah datar melihat kehebohan sang adik.

Andreas yang tengah bersantai diruang keluarga menonton acara TV, langsung menoleh kearah kedatangan Diego yang berlari gesit menghampirinya.

Diego menjatuhkan diri pada sofa, berguling memeluk tubuh Andreas dengan erat. "Ayah! Diego rindu!"

"Kau belum mandi." Andreas tak menolak pelukan Diego, ia justru mengusap kepala sang anak yang mendusel manja dibahunya.

Diego mengerucutkan bibir. "Belumlah kan Diego aja baru aja sampai."

"Lalu tunggu apa lagi? Cepat mandi dan ganti baju. Kamu bau."

Sontak Diego mencium baunya sendiri. "Tidak bau, " Gumamnya.

"Kita mandi dulu." Gabriel menarik adiknya. Dia mendekati  Andreas dan mengecup pipi ayahnya sebelum berlalu pergi untuk membersihkan diri.

Sementara Andreas harus berdebat batin.

'Aku akan terbiasa.'

'Ciuman itu sebagai bentuk kasih sayang.'

'Aku harus bisa.'

'Tapi kenapa harus dicium sih?'








To be continued...

Treated like a child ( Slow Up ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang