Bab 5.

11.5K 1.1K 33
                                    


"Selamat pagi." Andreas berjalan mendekat kearah ruang makan, menyapa Caden dan Esmira yang telah berada disana.

"Selamat pagi, sayang." Esmira tersenyum hangat. Ia segera beranjak, menarik kursi yang biasa di duduki oleh Andreas.

"Pagi." balas Caden singkat, tanpa mengalihkan pandangan karena sedang meniup teh hijau hangat miliknya.

Daven dan Vandra tidak menginap, semalam mereka telah kembali ke kediaman masing-masing. Sedangkan Gabriel dan Diego, keduanya masih berada di kamar. Sedang bersiap sebelum turun untuk memulai sarapan.

"Ibu, tidak usah melakukan lagi." Andreas memandang Esmira.

"Kenapa? Mommy suka melakukannya." Esmira tetap dengan senyumannya.

Andreas menggeleng. "Tapi aku tidak suka."

Esmira berwajah masam. Huh, pagi-pagi sekali putranya itu-

Andreas berdiri dan memegang tangan ibunya lembut. "Mommy tidak harus melakukannya. Aku tidak mau mom merendahkan diri hanya untuk menarik kursi untukku." Wajah Andreas memelas.

Esmira tertegun. Wajah yang tadinya mengerut tak suka, kini langsung berubah menampilkan senyum kecil.

"Apa yang kau katakan, hm? Ayo duduk." Esmira memegang bahu Andreas, kembali mendudukkannya pada kursi dengan nyaman. "Dan lagi, Mommy sendiri yang ingin melakukannya untuk bungsu kesayangan Mommy ini." lanjutnya gemas.

Andreas menghela nafas. Namun saat melihat wajah senang Esmira, hatinya ikut terasa hangat.

"Terimakasih, Mom. Tapi tolong jangan melakukannya lagi, ya?" ucap Andreas, kembali memegang tangan Esmira dan mengusapnya pelan.

Esmira mengangguk, mengusap gemas rambut halus Andreas yang menatapnya seperti anak kecil. "Baiklah, demi anak mommy."

Andreas tersenyum tipis. "Tidak, tidak.. Jangan sawi," ujarnya ketika Esmira menaruh sawi di atas piringnya. "Mom!"

Esmira terkekeh, lihat wajah anak bungsunya. Kemarin aja sok-sokan nolak, sekarang malah bertingkah manis. Dia kan jadi makin sayang.

"Kau harus makan sayur, katanya sudah dewasa?" sahut Caden, dengan nada sedikit mengejek.

Tanpa sadar, Andreas sedikit menggembungkan pipi. "Orang dewasa kan juga ada yang tidak suka makan sayur."

"Dan kau ingin menjadi salah satunya?" Caden mengangkat sebelah alis. "Tentu kami tidak akan mengizinkan." lanjutnya saat Andreas akan menjawab.

"Kali ini aku tidak akan kalah dari daddy. Aku tidak mau makan sayur!" Andreas membalas tatapan Caden. Dia menantang pria tua itu.

Caden terkekeh.. "Lihat, Diego saja sudah lahap memakan sayuran."

"Itu Diego, bukan aku."

"Disini bocahnya Diego apa kau? Tidak ada orang dewasa yang memilah milih makanan."

"Ini masih pagi, kenapa Ayah dan kakek sudah berdebat?" Diego yang baru datang dengan menenteng tas sekolahnya, mengangkat alis bertanya.

"Ayah tidak mau makan sayur lagi?" Gabriel yang berjalan dibelakang Diego, langsung bisa menebak apa yang terjadi.

Bola mata Andreas melebar. "Kata siapa? Tidak tuh." elaknya. Langsung meraih piringnya dari tangan Esmira, yang telah diisi oleh nasi, lauk serta sayuran.

Bahu Esmira tampak bergetar menahan tawa. Sedangkan Caden, tersenyum miring melihat Andreas yang bertingkah menggemaskan. Bungsunya selalu bisa menghidupkan suasana di pagi hari.

Sarapan pagi sudah dimulai. Andreas memakan paksa sayuran karena di lihat oleh Diego. Bisa rusak imagenya di depan anak jika ketahuan bahwa dia tidak suka sayur.

Melihat Diego, Andreas tiba-tiba memiliki rencana. "Ekhem, Diego." berbalik kemudian memanggil Diego, Andreas berwajah serius.

"Ya ayah?"

Andreas tidak langsung menjawab. Dia mengambil sayuran di piring miliknya, lalu memindahkannya kepiring Diego. "Nah, ini makanlah. Kamu harus makan sayur. Mereka sehat untukmu juga perkembangan mu."

Diego mengangkat sebelah alis, tahu akan akal-akalan sang Ayah. Ia menunduk, menusuk sayur yang diberikan Andreas dengan garpu.

"Ayah." panggil Diego, membuat Andreas kembali menoleh kearahnya. "Buka mulut Ayah."

Andreas yang tengah menelan kunyahan daging segera menurut. Berpikir jika sang anak akan menyuapinya makanan. Namun sedetik kemudian, ia dibuat terdiam saat Diego justru menyuapkan sayuran kedalam mulutnya.

"Meski tidak suka, Ayah tetap harus makan sayuran." nasehat Diego, kembali memindahkan sayuran di piringnya ke piring Andreas.

"Aaa.." Andreas menganga karena merasakan tekstur sawi. Namun Diego cepat-cepat menutup rapat mulut ayahnya yang ingin memuntahkan kunyahan makananya.

"Telan ayah."

Andreas tampak menggeleng, dia tidak suka sama sayur. Pahit dan rasanya aneh. Andreas menatap Diego dengan tatapan memohon.

"Telan, Ayah, telan." Gabriel yang duduk dihadapan Andreas, berbicara seolah sedang menuntun seorang bayi untuk menelan makanannya.

Andreas mengerut tak suka, menatap Gabriel dengan sinis. Ia segera menutup mulut. Menelan paksa sayuran yang menjadi musuh bebuyutan, dan langsung menegak habis segelas air putih.

"Aku menyerah, lebih baik minum susu dari pada makan sayur." Andreas menjauhkan piringnya. Menatap Esmira meminta pengertian.

Esmira terkekeh geli. "Sebentar, Mommy buatkan susu." balasnya seraya beranjak.

Esmira memang jarang menyuruh Maid, jika hanya sekedar membuatkan susu ataupun camilan untuk anak serta cucunya.

Andreas bersedekap dada, melirik sinis pada Caden dan Gabriel. Yang kompak memasang wajah mengejek.

"Ayah tidak mau bicara sama kalian!" Ceritanya Andreas merajuk. Rencananya malah menyerang balik dirinya.

"Tidak apa-apa. Kami bisa menjejeli ayah sayur setiap hari." Jawaban tegas Gabriel di angguki Diego.

Andreas mendelik menatap keduanya. "Hey! Kalian mau jadi anak durhaka?!"

"Ayah lebih dulu nakal."

Andreas memasang wajah tak percaya. "Nakal katamu? Diego, aku ini Ayahmu. Ayah-mu, kau ingat?"

Diego mengangguk, membuat Andreas menghela nafas miris. "Kalau begitu jangan mengatakan Ayah nakal lagi!"

"Tidak mau." tolak Diego, mengangkat bahunya acuh.

"Hei?! Kau harus menghormati Ayah!"

"Baik Ayah, baik. Berhenti mengomel, maafkan Diego." ujar Diego mengalah, mengguncang tangan Andreas agar memaafkannya.

"Nah itu baru benar. Kau adalah putra ayah. Jadi harus menurut. Makan sayuran itu jangan membantah," Andreas sok bijak. Meniru seperti yang dilakukan Caden.

Andreas memandang serius Diego. "Kalau kau tidak menurut dan nakal. Nanti ayah kutuk jadi batu."

"Tidak mau! Kecuali kak Gabriel juga ikut dikutuk sekalian." Diego menodong Gabriel dengan sendok.

Gabriel mendelik tajam. "Kau minta ku tendang?" desisnya, yang dibalas cengiran oleh Diego.

"Pesanan datang." Esmira datang dengan segelas susu putih ditangannya. Ia mendekat, lalu meletakkan susu tersebut kehadapan Andreas.

"Terimakasih, Mom." Andreas tersenyum lebar pada Esmira, seraya meraih gelas susu dengan kedua tangannya.

Oh Andreas.. Tidaklah kau tau bahwa semua menatap dirimu gemas?



To be continued...

Treated like a child ( Slow Up ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang