Dikamar Diego, Andreas tampak mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Dengan sebungkus camilan dalam pelukan, ia menatap Diego yang sedang mengerjakan tugas.
"Psstt, Diego."
Diego tampak mengernyit, saat ada sebuah soal yang menurutnya terlalu rumit.
"Hei, ini Ayah, mau main game tidak?" bisik Andreas lebih keras, seraya mengetuk pelan pintu kamar sang putra. Namun Diego tak mereposn.
Andreas pun mengetuk lebih keras. "Diego!!" Sembari sedikit berteriak. Ayolah, Diego terlalu serius, padahal wajahnya sangat imut.
Diego yang merasa namanya di panggil pun melepaskan headset yang sejak tadi dia pasang di telinga. Berjalan kearah sang ayah yang sepertinya cengo ditempat. "Ada apa ayah?"
Andreas mendengus, pantas saja dipanggil pelan sang anak tak nyaut. Telinganya disumpel.
"Belum selesai mengerjakan tugas?"
Diego menggeleng, tangannya bergerak menarik sang Ayah masuk. "Belum, mumpung Ayah disini ayo temani Diego sampai selesai."
"Hanya menemani, oke?" lanjut Diego, saat melihat Andreas akan berjalan kearah meja belajarnya.
Andreas mendengus, memutar arah dan menjatuhkan diri pada kasur empuk Diego. "Oke, fine." tukasnya Diego menggeleng pelan sebelum duduk kembali dan menyelesaikan tugasnya.
Andreas uring-uringan, dirinya dilanda bosan karena Diego masih sibuk dengan kertasnya. Dia berguling-guling guna membuang rasa bosannya.
"Diego, belum selesai?"
"Belum, makan saja camilan Ayah." saut Diego tanpa menoleh.
"Tidak asik!" kesal Andreas, namun tetap bangkit untuk membuka bungkus camilan yang ia bawa.
Diego tersenyum, melirik sekilas sang Ayah yang tengah menampilkan wajah kesal. "Tadi Ayah pergi kemana sama kak Gabriel?"
"Membeli camilan."
Diego tidak percaya, penampilan Gabriel tidak seperti orang pergi membeli cemilan. "Ayah berbohong."
Andreas sudah menduga kalo Diego tidak gampang di kibuli. "Ayah pergi ke arena balap."
Tak!
"Apa?!" Diego meletakkan pensil ditangannya dengan kasar. Ia berbalik, menatap Andreas dari atas sampai bawah dengan tajam.
Andreas semakin kesal, ia melempar keripik ditangannya pada Diego. "Apa sih? Hanya sebentar, karena Gabriel langsung menyeret Ayah pulang."
"Apa saja yang terjadi selama disana?"
Andreas gugup, kenapa Diego seperti orang lain saja. "Tidak ada yang terjadi. Hanya.."
"Hanya?"
"Kakakmu kedatangan pacarnya."
"Pacar?"
"Iya, namanya Starla. Terus ketemu sama rival kakakmu. Namanya Dion."
Diego mengangguk-anggukkan kepala. Tanpa kata, ia kembali memutar tubuhnya menghadap meja belajar.
"Gadis yang Ayah maksud bukan pacar kak Gabriel. Dan Dion, dia sering kali menyebabkan masalah hingga membuat kak Gabriel sering dihukum saat di sekolah."
Mendengar penjelasan tentang Dion, Andreas seketika terpaku. "Benarkah?"
"Hmm."
Andreas meringis, rasa bersalah langsung melingkupi hatinya. Mengingat, saat tadi ia meminta Gabriel memaafkan Dion dengan mudahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Treated like a child ( Slow Up )
Teen FictionCollaboration with @glummzz Menurut tuan dan nyonya Halley, putra bungsunya akan tetap menjadi bayi kecilnya. Bahkan ketika dia beranjak dewasa dan memiliki putra, Bungsunya tetap menjadi kesayangannya. Tidak teralihkan meski dia memiliki banyak...