Setelah diperbolehkan keluar tanpa perantara. Andreas segera keluar melajukan mobilnya sendiri tanpa siapapun. Akhirnya dia bebas untuk hari ini.
Ada untungnya dia mendrama seperti anak kecil. Andreas bisa meminta hal yang mustahil dia dapat.
Andreas berjalan sebentar, berpikir sejenak.. Tempat santai apa yang cocok didatangi oleh om-om seperti dirinya.
Cafe? Bukan pilihan yang bagus. Disana pasti terdapat hanya sekali pemuda pemudi. Meski ada yang seusianya, pasti bersama istri maupun anak.
Taman? Tidak-tidak.. Bukan pilihan tepat. Jika bersama Diego, mungkin masih bisa di bicarakan. Tetapi dia sendiri.
Restoran? Memikirkannya saja Andreas sudah menebak betapa membosankan dia memakan makanan di tempat mewah sendirian.
Mall? Hey!! Dia sudah kepala tiga. Tidak mungkin bagi dirinya untuk ke pusat perbelanjaan yang dipenuhi kaum wanita.
"Aku akan mampir dulu ke kafe." putus Andreas akhirnya. Sudah lama ia tidak makan di luar, mencoba sedikit makanan manis mungkin tidak masalah.
Dalam perjalanan, Andreas menyetir sembari melamun. Dia mencoba mengingat bagaimana dirinya yang dulu.
Karena Andreas merasa bahwa terkadang dia bertindak seperti bukan dirinya. Dia mungkin melupakan, tetapi tubuhnya masih merespon dengan baik. Seakan mengingat setiap perlakuan keluarganya.
Apakah dirinya memang sangat manja? Lalu dia yang dengan senang hati menerima, atau karena terbiasa?
Pasalnya Andreas sadar bahwasanya dia juga terbiasa.
「 Treated like a child 」
Andreas memasuki sebuah kafe yang cukup terkenal dan banyak di gemari. Memilih kursi paling pojok dekat jendela, Andreas langsung mengatakan pesanannya begitu seorang pelayan datang menghampiri dan memberikan menu.
Mata Andreas meliar, menatap beberapa pengunjung kafe yang sibuk dengan kegiatan masing-masing. "Not bad." gumamnya, memejamkan mata sejenak seraya bersandar.
Disaat Andreas sedang menunggu pesanan seraya menikmati kebisingan sekitar, ia tiba-tiba dikejutkan oleh tendangan pada kursinya.
"Apa yang anak Daddy sepertimu lakukan disini?"
Andreas mengernyit tak terima, menatap tajam seorang pria asing yang kini berdiri dihadapannya dengan wajah arogan. Apa-apaan itu, padahal dia tidak mengenali sosok itu.
"Apa kau tidak punya sopan santun, huh?" ucap Andreas menegakkan tubuh. Dia memandang tajam, pria dihadapannya.
Edmund terkekeh sinis, melipat tangan didada dia bersuara. "Kenapa? Bukankah benar? Pecundang yang hanya bisa bersembunyi diketek 'Daddy' sepertimu sedang sendirian disini."
Hal itu membuat Andreas mengepalkan tangan. Dia berdiri dan menarik kerah Edmund. "Coba katakan lagi?" ujarnya dengan nada rendah.
Edmund semakin menarik ujung bibir. "Kenapa kau tidak terima? Bukankah itu faktanya. Meskipun kau sedikit berubah lebih berani, tak akan menghapus sisi memalukan yang kau miliki Andreas!"
Bugh!
Andreas memukul rahang Edmund hingga pria itu terjatuh. Banyak pasang mata yang melihat kearah mereka. Namun Andreas tidak peduli, dia hanya tak suka ucapan Edmund.
Pecundang? Siapa yang dikatakan pecundang.
"Bangun." Andreas menarik kerah Edmund, memaksanya untuk bangun dan kembali melayangkan pukulan telak di rahangnya.
"Si*lan kau!" maki Edmund, mencoba mendorong tangan Andreas dari kerahnya namun tak bisa.
Sudut bibir Andreas terangkat menarik senyum miring. "Sekarang siapa yang pecundang, hm?" desisnya, menepuk keras pipi Edmund hingga membuatnya meringis.
Tidak menunggu jawaban Edmund, Andreas menghantam tubuh pria itu ke arah meja. Menariknya lagi, dan mendorong kuat kearah meja yang lain.
Para pengunjung yang duduk di dekat sana sontak berteriak nyaring ketika makanan mereka ter porak-poranda sebab tubuh Edmund.
Andreas tanpa ampun menghajar Edmund. Seolah tak ada hari esok untuk perbuatannya. Karena darah Halley tetap mengalir deras di tubuhnya semanja apapun dirinya.
Di tengah kekacauan dan ke histerisan orang-orang, kerah Andreas tiba-tiba ditarik kencang dari belakang hingga Edmund yang diambang batas kesadaran akhirnya terlepas.
"Kau kelewatan." Daven mencengkram erat lengan Andreas, tak peduli meski sang adik meronta meminta dilepaskan.
Daven awalnya memasuki Kafe karena tak sengaja melihat ada mobil yang ia kenali terparkir di depan. Dan Daven sungguh tak menyangka, begitu ia menginjakkan kaki kedalam Kafe justru langsung disambut oleh pemandangan Andreas yang tengah mengamuk menghajar seseorang.
Tatapan tajam Daven melirik kearah asisten pribadinya, memberi kode agar membereskan kekacauan yang disebabkan oleh Andreas di Kafe ini.
"Lepas!" Andreas memberontak tak terima, saat tubuhnya langsung ditarik keluar dari Kafe oleh Daven.
"Diam!" bentak Daven, segera melempar tubuh Andreas kedalam mobil miliknya.
Andreas memberontak, dia berniat keluar dan kembali ke dalam cafe karena tak puas menghajar Edmund. Menurutnya, Pria itu harus diberi pelajaran agar tau siapa yang dia lawan.
Namun pergerakan Andreas harus terhenti ketika dari belakang satu orang bawahan Daven membungkam dirinya dengan sapu tangan bercampur obat bius.
Mereka bergerak cepat saat Andreas tak bisa ditangani. Daven juga tak bisa mengulur waktu, dia merasa marah dan harus cepat menghukum Andreas.
Blam!
Daven membanting pintu mobil setelah mendudukkan diri di samping Andreas, nafasnya terdengar sedikit memburu karena menahan amarah.
"Pulang ke Mansion." titah Daven pada sang bawahan, seraya menarik kepala Andreas yang telah sepenuhnya hilang kesadaran agar bersandar pada bahunya.
"Baik Tuan."
Daven marah bukan karena Andreas memukul seseorang. Meski dia tidak melihat, dia tau betul bahwa orang yang telah dihajar adiknya melakukan kesalahan. Karena tak mungkin adiknya menghajar seseorang tak bersalah.
Daven marah mengetahui bahwa, Adiknya melindungi diri sendiri dengan kekuatannya. Dia marah sebab jika adiknya seperti itu, maka keberadaan dirinya tak diperlukan.
Daven benci itu.
Daven tidak suka kalau adiknya berhenti bergantung padanya, terlebih pada keluarganya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Treated like a child ( Slow Up )
Teen FictionCollaboration with @glummzz Menurut tuan dan nyonya Halley, putra bungsunya akan tetap menjadi bayi kecilnya. Bahkan ketika dia beranjak dewasa dan memiliki putra, Bungsunya tetap menjadi kesayangannya. Tidak teralihkan meski dia memiliki banyak...