Bab 11

11K 1.1K 20
                                    


Gabriel sudah siap dengan jaket hitamnya. Memakai celana jeans dan kaos putih, kalung rantai berwarna perak yang mengalung apik leher, jam tangan serta sepak sneakers kekinian. Gabriel sangat tampan nyaris sempurna.

"Tentu dia menurun dari ayahnya. Ayahnya tampan, jadi anaknya pun tampan. Kau harus berterima kasih pada ayah karena menurunkan 30%  ketampanan ayah padamu." Andreas secara gamblang memuji Gabriel sekaligus dirinya. Andreas berdecak kagum karena Gabriel tampak sangat keren..

Gabriel berjalan mendekat. "Iya iya ayah tampan." Dia menyalimi tangan Andreas serta memeluk sang ayah.

"Ngomong-ngomong kamu mau kemana Gabriel?"

"Aku mau keluar sebentar."

"Ayah ikut!" seru Andreas langsung.

Gabriel menepuk dahinya. "Tidak boleh."

"Kenapa? Kau mau berbuat macam-macam ya diluar sana?" Andreas memicingkan mata. Berjalan mengelilingi Gabriel, dan kembali meneliti penampilannya.

"Bukan Ayah. Aku ingin pergi tempat yang berbahaya, jadi Ayah tidak boleh ikut."

Gabriel menahan bahu Andreas, menatap sang Ayah dengan tatapan serius.

"Bilang dulu mau pergi kemana?" Sebelum ada kejelasan, Andreas tidak akan langsung percaya. Dikira dia anak kecil yang mudah di bohongi apa?

Gabriel menghela nafas. Dia menatap ayahnya. "Aku janjian bersama teman untuk ke suatu tempat."

Andreas semakin memicingkan matanya. "Kau tidak berbuat nakal kan?!"

"Pokoknya ayah harus ikut, biar kamu tidak macam-macam. Ayah harus mengawasimu." Andreas bebal.

"Oma." Gabriel beralih pada Esmira. Wanita itu santai meminum tehnya.

Esmira menatap keduanya sekilas, kemudian menghela nafas. "Bawa saja, dari pada terus merengek. Oma yakin Gabriel bisa menjaga Ayah."

Hati Andreas tersentil mendengarnya. "Mommy apa-apaan sih?! Siapa yang merengek?! Siapa yang menjaga siapa?!"

Gabriel meringis kecil mendengar seruan sang Ayah. Dengan cepat, ia segera menarik lengan Andreas sebelum semakin mengamuk.

"Ayo, Ayah boleh ikut."

"Eh, eh! Tunggu dulu! Ayah mau ganti baju dulu, masa mau ikut ketemu temanmu hanya menggunakan piyama?!" Andreas menahan Gabriel yang terus menyeretnya.

Gabriel berhenti melangkah, pandangannya langsung meneliti penampilan Andreas dari atas sampai bawah. Rambut terbelah dua yang rapi, dan hanya mengenakan piyama berwarna kuning pastel polos. Ayahnya benar-benar manis.

"Ini sudah sempurna, Ayah sangat tampan." ucap Gabriel. Lain di hati lain di mulut.

"Benarkah?" Andreas meneliti penampilan dirinya. "Tidak ada orang tampan keluar menggunakan piyama Gabriel." Dia melepaskan tangan Gabriel.

"Pokoknya kamu tunggu saja. Ayah tidak akan lama." Andreas segera beranjak.

Gabriel bersedekap dada tersenyum jahil. "Tapi nanti jangan menangis jika ayah turun aku sudah tidak ada."

Yah, sekarang Andreas yang menghentikan langkahnya. "Gabriel!" Dia kembali pada Gabriel, menatap garang pemuda itu. "Ayah tidak akan menangis!" mulutnya berucap demikian, tetapi dia merangkul lengan Gabriel dan gantian menyeret putranya.

"Apa yang kamu lakukan Gabriel. Kita harus cepat-cepat pergi, nanti temanmu menunggu lama."

Gabriel pura-pura bingung, dia menaikkan satu alis. "Bukankah kata ayah tidak ada orang tampan keluar menggunakan piyama?"

Treated like a child ( Slow Up ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang