"Ayah."
Gabriel memecah keheningan di dalam mobil. Dia sudah tak tahan untuk berucap sejak tadi, ayahnya total abai padanya.
Andreas bergeming, dia mengalihkan pandangan yang semula menatap pemandangan luar kaca jendela mobil beralih pada Gabriel. "Ya nak, kenapa?"
"Ayah.. Aku minta maaf tad-"
Andreas menggeleng, dia tersenyum. "Kenapa minta maaf?"
"Aku tidak suka Ayah yang seperti ini." ungkap Gabriel langsung, tanpa menyembunyikan raut wajah sukanya.
Andreas menghela nafas, kemudian bersedekap dada kembali menatap keluar jendela. "Maka kau harus terbiasa."
Gabriel tertegun, ia tak menyangka jika Andreas akan berubah seperti ini. "Ayah-"
"Kita hampir sampai, apa kau ingin pergi ketempat lain? Ayah bisa meminta Rio mengantarmu, Ayah tahu betul Gabriel tidak akan betah berdiam di taman yang membosankan."
Tanpa menunggu jawaban Gabriel. Andreas keluar untuk mencari udara segar. Dia membutuhkan alam untuk ketenangan dirinya.
Tentu saja Gabriel tak akan menurut begitu saja. Dia mengikuti ayahnya. Menarik lengannya dan berkata. "Ayah, sungguh. Jangan membuatku marah!"
Gabriel sudah cukup diabaikan oleh sang ayah. Tak ingin lagi keterusan.
Andreas menghentak kasar tangan Gabriel. "Kau yang jangan membuat Ayah marah, apa yang sebenarnya kau inginkan, Gabriel?"
Gabriel tak ingin kalah, ia ikut menajamkan pandangan saat nada bicara sang Ayah berubah geram.
"Aku seperti tak mengenal Ayah, jangan berubah, aku mohon." Wajah Gabriel tampak frustasi.
"Kemari, Ayah akan menceritakan sesuatu." Andreas mengajak Gabriel, berjalan kearah salah pohon rindang yang berada disana.
Keduanya duduk dengan Gabriel yang berada di sisi kanan Andreas. Memandang ayahnya tak sabar. "Apa yang ingin ayah ceritakan."
Andreas memandang Gabriel, Dia berucap. "Kamu tau kan, penyebab ayah kecelakaan bulan lalu?" tanyanya. Wajah Gabriel mengetat ketika mendengarnya.
Ingin segera menjawab namun Andreas lebih dulu menyela. "Ayah rasa, mungkin memang benar ayah harus merubah sikap ayah."
"Kamu benar, jika ayah kekanak-kanakan."
Gabriel langsung meraih tangan Andreas, menautkan jemari lentik keduanya dan menggenggam tangan sang Ayah dengan erat.
"Kecelakaan itu terjadi bukan karena Ayah, dalang dibalik kecelakaan itu lah yang salah. Sikapku pada Ayah kemarin sudah melewati batas, maafkan aku. Ayah tidak perlu merubah apapun dari diri Ayah." suara Gabriel melembut, menyapa pendengaran Andreas dengan sopan.
Andreas tak menjawab, pandangannya tampak menerawang jauh keatas langit. Menikmati hembusan angin, Andreas membalas menggenggam tangan Gabriel.
"Kau tidak salah, wajar jika seorang anak tak tahan akan sikap kekanakan orang tuanya." ucap Andreas pelan.
Sudah cukup, Gabriel sudah cukup menahan sabar. Sejak tadi dia sudah mencoba untuk memahami ayahnya yang tengah marah.
Menuruti keinginan sang ayah hingga dia harus mengalah demi tidak membuat kemarahan sang ayah lebih besar.
Gabriel berdiri, memegang lengan sang ayah lalu menariknya kasar. Tak mengindahkan seruan Andreas yang meminta dilepaskan.
Dia mendorong kasar tubuh sang ayah ke mobil. Lalu ikut masuk di sebelah sang ayah. Mengkode supirnya untuk segera berjalan menuju mansion mereka.
Ayahnya harus dihukum.
「 Treated like a child 」
"Gabriel!" bentak Andreas, ia sudah kepalang emosi saat Gabriel kembali menariknya paksa untuk masuk kedalam Mansion.
"Apa yang terjadi?" Caden yang tengah duduk santai di ruang keluarga, dibuat terkejut melihat kedatangan sang bungsu yang ditarik oleh cucunya.
Gabriel membawa Andreas yang memberontak ke hadapan Caden. "Ayah harus di hukum, Opa. Ayah melewati batas, dia diam-diam bahkan menyalahkan dirinya sendiri." ucapnya dengan raut wajah emosi.
"Apa? Menyalahkan atas apa?!" tanya Caden dengan raut wajahnya tajam. Dia memandang putranya galak. Walau dia tidak tau dalam hal apa, tetapi pastinya serius mengingat cucunya yang emosi.
Andreas menggeleng ribut. "Tidak daddy, aku hanya sadar saja. Aku bukan menyalahkan diri. Tetapi hal itu merupakan fakta."
Caden semakin menyorot tajam. "Fakta apa?" Dia lebih mendekati sang putra.
"Ayah berkata jika dia kekanak-kanakan dan semua terjadi karena sikap dia, Opa." Tentu yang menjawab adalah Gabriel. Dia mencengkeram sedikit kuat tangan yang dia genggam.
"Apa sih?!" Andreas berusaha menyentak tangan Gabriel.
Caden memijat pangkal hidungnya, merasa pusing melihat pertengkaran keduanya yang saling tak mau mengalah. "Eas." panggilnya dengan tajam.
"Apa? Aku tidak salah, Dad!" seru Andreas masih membela diri. Membalas tatapan ayahnya dengan tatapan menuntut. Caden harus tau dia tidak salah.
"Ayah juga mengatakan hal aneh lainnya opa." Gabriel tak ingin kalah dari ayahnya. Sang ayah harus di beri hukuman karena berkata ngelantur. Entar itu darinya juga dari keluarganya.
"Jika opa ada disana. Opa pasti melakukan hal sama dengaku." Pemuda itu meyakinkan yang lebih tua.
Andreas menyugar rambut frustasi dengan tangan yang satu satunya. "Bisa kita hentikan semua ini? Jangan selalu berlebihan dalam memperlakukanku." ujarnya berusaha tenang. Meski dia terlarut dalam kenyamanan diperlakukan manja, tapi di ingat lagi, sungguh memalukan.
Sedetik setelah Andreas mengatakan itu, ia langsung dibuat meringis karena Caden tiba-tiba mencengkram pipinya.
"Ulangi perkataanmu barusan." dingin Caden dengan tatapan tajam, tak peduli meski Andreas meronta kesakitan karena ia menguatkan cengkraman.
"Lepaskan dad, sakit!" seru Andreas, memukul-mukul tangan sang Daddy agar terlepas dari pipinya. Dia memandang tajam Caden, justru tatapannya itu mengundang rasa Gemas sendiri bagi mereka.
Caden menghela nafas. Dia tak melepaskan cengkramannya. Mengelus rahang sang putra, Caden berkata. "Andreas, jangan pernah berubah. Kami suka ketika kamu bergantung pada kami."
"Jangan mempermasalahkan segala sesuatu yang terjadi. Jangan dengarkan perkataan orang lain atau omong kosong mereka. Hindari seluruh pemikiran konyol yang terlintas di otak kecilmu."
Caden mengetuk pelan dahi Andreas. Pria itu sontak mengerucutkan bibir tanpa disadari. Memegang dahinya dia berseru. "Apasih daddy ketuk-ketuk."
"Makanya jangan nakal." datar Caden.
Gabriel memalingkan wajah. Melepas genggaman pada tangan Andreas dan segera melangkah pergi dari sana.
To be continued...
Hey ketemu lagi... Terakhir up 27 Juni.. Sekarang udah 25 Juli ▼・ᴥ・▼
KAMU SEDANG MEMBACA
Treated like a child ( Slow Up )
Teen FictionCollaboration with @glummzz Menurut tuan dan nyonya Halley, putra bungsunya akan tetap menjadi bayi kecilnya. Bahkan ketika dia beranjak dewasa dan memiliki putra, Bungsunya tetap menjadi kesayangannya. Tidak teralihkan meski dia memiliki banyak...