Soerabaja, 1892Jefferson tidak tahu harus bereaksi bagaimana saat dia tiba-tiba dipindahtugaskan dari Batavia ke Soerabaja oleh gubernur Hindia Belanda, niat hati ingin protes, namun tidak ingin memperpanjang konflik dengan atasan dan pada akhirnya berangkat dengan pasrah.
Siang itu, dia sudah tiba di stasiun Soerabaja, ada banyak delman yang sedang menunggu penumpang, tak luput para pria yang lebih tua itu menawari Jeff tumpangan dengan sopan. Sesungguhnya ia tak sampai hati menolak, tapi dia sudah dijanjikan untuk dijemput dengan kereta. Katanya, namanya kereta setan.
"Sir Jeff!"
Ah, itu dia. Jeff tersenyum dan melambai kecil pada seorang pria belanda yang menjemputnya, dia kenal pemuda itu, namanya Hans. Hans sempat menetap di Batavia saat usianya masih 14 tahun, dan sekarang pemuda ini sudah beranjak 19 tahun. Oh, betapa waktu cepat sekali berlalu.
"Sudah lama sekali kita tak bertemu, bagaimana kabarmu, Sir?"
Jeff tertawa kecil dan menjabat tangan Hans, "baik, Hans. Bagaimana denganmu?" Lalu naik ke kereta, duduk di samping Hans yang menyetir.
"Yah, begini begini saja, niets speciaals." (Tidak ada yang istimewa). Lalu Hans berujar lagi setelah kereta berjalan, "pakai topimu, Sir Jeff, Soerabaja sangat panas."
Pria yang lebih tua mengangguk setuju, memakai kembali topi fedora putihnya yang selaras dengan setelan putih gading yang ia kenakan. Ini adalah pertama kali Jefferson mengunjungi Soerabaja, dan dia tak pernah berekspektasi cuacanya akan sepanas ini.
"Kantormu ada di dekat desaku, sebelum mengantarmu ke kantor aku akan membawamu ke rumahku dulu untuk bertemu ayah." Saran Hans.
Jeff hanya manggut-manggut mendengarnya, dia juga tidak tahu akan menetap dimana dan rumah siapa, hanya diberitahu jika keluarga bangsawan Haghen akan mengurus tempat tinggalnya. Beruntung dia kenal dekat dengan salah satu anak keluarga bangsawan Haghen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Liana
Historical FictionSoerabaja, Hindia Belanda, 1892 "Tolong jangan berikan mawarmu yang indah kepada pria lain, Liana." Jefferson bersua dengan mata polos yang legam khas wanita pribumi, hatinya bergetar dan lidahnya kelu. Air wajahnya yang selalu tenang bahkan tak mam...