2. Dia, Liana Saraswati

6.3K 939 259
                                    

~ Selamat Membaca ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


~ Selamat Membaca ~

Perempuan pribumi dalam balutan kebaya usang itu terdiam selama 5 detik, lantas kembali berucap. "Apakah Sir Jefferson ingin seikat mawar?"

Sang pria tersenyum penuh arti, sangat tipis. "Ku bilang, aku ingin datang lagi esok, Liana."

Memutar tubuhnya menghadap Jefferson, Liana mendongak setelah sebelumnya menjaga jarak sebanyak dua langkah. Kebingungan melanda karena Sang pria kolonial mengulang kalimatnya. Apakah Jeff pikir Liana tuli?

"Maksud saya... apakah Sir Jeff ingin datang lagi untuk mendapatkan seikat mawar? Besok saya baru bisa merangkaikan mawar yang masih sangat segar untuk anda."

Senyum Jefferson langsung memudar, lantas berdehamlah ia. "Ya, ya— iya tentu saja, itu maksudku."

Liana hanya mengangguk sopan, kemudian kembali berjalan di depan Jefferson, membawanya berkeliling kebun mawar di sore hari itu— beruntung sinar matahari sudah tidak seterik tadi.

Pria belanda di belakang membusungkan dadanya sedikit setelah sejak tadi ia bertingkah canggung, mengembalikan pesona kewibawaannya. Netra beningnya tidak fokus pada mawar-mawar lokal yang tumbuh di sekitar, malah terpaku pada perempuan kecil yang masih sibuk menjelaskan. Aneh.

Mereka tidak mengelilingi seluruh kebun itu— tentu saja, tidak mungkin Liana membawa Jefferson berkeliling kebun seluas tiga hektar tersebut, mungkin pria ini bisa pingsan karena tak terbiasa.

"Apakah ada lagi yang ingin Sir Jeff ketahui tentang mawar-mawar ini?" Tanya Si gadis pribumi setelah mereka berteduh di gubuk.

"Di mana kau tinggal, Liana?" Jefferson membuka topi fedoranya, membuat beberapa anak rambutnya jatuh menyentuh alis.

Lagi. Liana bingung. Dia menatap Jeff sesaat yang masih bertahan dengan wajahnya yang... sok ramah.

"Maksud saya... mungkin Sir Jeff masih memiliki pertanyaan mengenai mawar di kebun ini yang belum saya jelaskan."

"Bukankah kau juga bagian dari mawar-mawar ini?"

Gadis itu termenung di tempatnya. Bingung. Semakin lama, dia merasa setiap kata, frasa, hingga kalimat yang meluncur dari mulut Sang Residen Soerabaja itu semakin nyeleneh.

"Maaf?"

Jefferson lantas tertawa melihat kebingungan Si gadis pribumi. Tatapan polos yang nampaknya benar-benar tidak mengerti, atau memang dirinya yang terlalu tinggi dalam mengungkap kata.

Mawar LianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang