13. Bertaut

3.2K 456 304
                                    


Hai semua, mohon maaf sekali karena ternyata Mawar Liana harus hiatus begitu lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hai semua, mohon maaf sekali karena ternyata Mawar Liana harus hiatus begitu lama. Maaf karena membuat teman-teman sekalian harus menunggu. Sekarang Sir Jefferson dan Liana siap menemani kalian kembali!

Jangan lupa beri komentar yang banyak agar aku semangat menulis! Aku harap kalian mau mengomentari setiap kalimat yang aku buat dengan sepenuh hati! ദ്ദി(˵ •̀ ᴗ - ˵ ) ✧


Selamat Membaca



Dua pria itu bersilih pandang, reaksinya nampak begitu berlawanan. Duduklah di bangku kayu dekat jendela berkawat dua pasang manusia dalam bilik beraroma pecel yang khas, tak lupa dengan hawa yang lumayan panas.

"Wat is dit?"

Ditanya seperti itu oleh sang residen, Max Dehaan sempat berdeham sejenak seraya menegakkan punggung. "Wat bedoel je?" (Apa maksudmu?)

Sementara dua perempuan yang lain hanya membisu dengan gestur canggung, tak berani untuk menyuara di antara kedua petinggi Belanda di sisi mereka. Sesekali, Liana dan Rahayu saling tatap, seolah tengah berkomunikasi dalam batin.

"Siapa yang menyangka rupanya kekasihmu adalah putri seorang priyayi?" Jefferson terkekeh pelan, "sungguh bernyali besar dirimu, Max."

"Maaf, aku tak bermaksud untuk menyembunyikannya darimu," intonasi si asisten terdengar merasa bersalah— mengarah ke gugup.

"Pantas kau tak pernah protes saat tahu aku dekat dengan Liana." Jefferson menyambung, entah apakah dia memiliki maksud lain dalam kalimat itu, tapi cukup untuk menarik reaksi kebingungan sang jelita di sisinya. Kemudian, netra keemasan Jefferson beralih pada Rahayu, wanita itu nampak sungkan.

"Kom op, meneer. Bent u van plan mij nu te ondervragen?" (Ayolah, meneer. Apa kau berniat menginterogasiku sekarang?)

Pria yang lebih tua hanya mengangkat bahu main-main, kemudian ia angkat tangannya untuk memanggil pemilik warung, seorang wanita paruh baya yang telah beruban separuh rambutnya. "Mbok, kopi ireng siji, teh siji, pecel e loro," (kopi hitam satu, teh satu, pecelnya dua) tukasnya cepat.

"Nggeh, Tuan."

Di sampingnya, Liana melebarkan mata sekilas, terkejut bukan main karena sang residen baru saja berbicara dengan bahasa jawa, bahkan sangat fasih dan tak kaku sedikit pun. Maksudnya... selama Liana mendengarnya bicara aksen Jefferson selalu ringan dan lembut sehari-harinya, tak cocok dengan Bahasa Jawa yang medhok.

"Kau tak boleh minum kopi," nadanya melembut kala menatap si pribumi yang masih takjub, "tak apa dengan teh, bukan?"

Gadis itu dengan cepat mengangguk, raut linglungnya masih tersisa di parasnya. "Sir Jeff bisa berbicara Jawa," lantas ia berbisik.

Mawar LianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang