empat

1.4K 93 18
                                    

Yang ditakutkan Kala sejak akan menutup matanya malam tadi adalah saat dia terbangun sikap Rega akan kembali dingin terhadapnya. Dan benar saja, semua ketakutannya terjadi tepat saat pagi hari mereka berpapasan di tikungan dapur.

"Selamat pagi, Kak," sapa Kala dengan senyuman lebarnya. "Udah sehat?"

"Hm."

Semuanya sudah Kala antisipasi, tak apa, dia sama sekali tidak terluka. Dengan wajah yang masih tampak bahagia, anak itu segera berjalan untuk menyapu halaman, sama seperti hari libur biasanya. Kala senang, dia sudah punya kenangan manis dengan kakaknya dan jika Rega akan bersikap dingin selamanya tidak apa, kejadian kemarin cukup untuk membuat Kala selalu berbahagia. Benar, sebegitu sederhana keinginan Kala. Bahkan hanya dengan sikap hangat Rega dalam waktu sehari saja itu sudah lebih dari cukup baginya.

"Kak Pandu, selamat pagi!" Kala berteriak pada sosok yang sedang mencuci mobil di rumah sebelah.

Si tampan yang mendengar pekikan ceria adik kesayangannya segera menoleh, melambai dengan senyum lebarnya.

"Mau nyapu ya?" tanya Pandu yang mulai membilas mobilnya.

"Iya, Kak." Kala mengangkat sapu lidi yang dipegangnya. "Tumben Kak Pandu gak lari pagi?"

"Lagi pengen nyantai, Kal."

Kala mengangguk-angguk kecil kemudian mulai menyapu halaman dengan senandung pelan. Dia tampak bahagia sekali pagi ini.

"Cerah banget itu wajah, matahari kalah kayaknya," goda Pandu yang entah sejak kapan sudah ada di depan pagar rumah Kala.

"He he, lagi seneng dong. Kak Pandu mau masuk?" tawar Kala yang sedang membuka pagar rumahnya.

Pandu menggeleng. "Nggak usah, mau lihat adiknya Kakak nyapu aja."

Kala terkekeh, kembali menyapu dengan Pandu yang memperhatikan tiap gerak-geriknya. Bertepatan dengan selesainya kegiatan menyapu, dua orang datang dengan banyak barang bawaan.

"Nenek, Kakek," pekik Kala yang langsung melempar sapu lidinya. Dia berlari kemudian menghambur dalam pelukan dua tamu yang ternyata adalah nenek dan kakeknya.

"Woah, cucu Nenek sudah besar. Ganteng sekali," ucap Nenek yang sudah membalas erat pelukan cucunya.

"He he, makasih, Nek. Nenek sama Kakek apa kabar? Oh ya, naik apa ke sini?" tanya Kala dengan mata berbinar.

"Sehat, Kal, kita berangkat naik kereta. Nenek kamu tuh maksa mau berkunjung, katanya udah lama nggak buatin kue ulang tahun untuk cucu kecilnya ini." Kakek merenggangkan pelukan, beralih mengusap lembut surai Kala.

"Nenek masih inget ulang tahun Kala?"

"Ya ingetlah, Sayang. Oh iya, ini siapa?" Nenek menoleh pada Pandu yang masih ada di halaman rumah keluarga Kala.

"Saya Pandu, Nek, Kek. Saya tetangga di sini, itu rumahnya," jelas Pandu sambil menunjuk rumahnya.

"Oalah, ganteng sekali. Nenek udah lama nggak ke sini, jadi nggak tahu anak-anak mudanya." Nenek tertawa kecil. "Tapi, besok cucu kesayangan Nenek ini ulang tahun, jadi Nenek harus berkunjung biar bisa buat kue spesial untuk dia."

"Oooh, jadi ulang tahun Kala besok ya? Pantes cerah terus wajahnya," Pandu menatap geli pada Kala yang kini menunduk malu.

Niat hati ingin pura-pura tak ingat untuk membuat kejutan sepertinya gagal. Dia harus menyiapkan rencana lain untuk memberi Kala hadiah.

"Iya. Orang tua kamu ada di dalam, Sayang?" tanya Nenek yang kembali menjinjing barang bawaannya karena saat berpelukan barang bawaan itu dia lepas begitu saja.

retak; geminifourthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang