Takdir Menjadi Perempuan | Part 6 | Pemulihan

917 5 0
                                    

Selama satu bulan ini, Mbak Dwi telah menjadi penopang utama dalam kehidupanku. Dia selalu ada untuk memberikan dukungan, baik secara emosional maupun praktis. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa melewati hari-hari berat ini tanpa dirinya. Dia membantuku beradaptasi dengan segala perubahan, dari cara berpakaian hingga cara bersosialisasi. Perlahan-lahan, aku mulai menemukan ritme baru dalam hidupku. Mbak Dwi, dengan kebaikan hatinya, telah menjadi sahabat sekaligus keluarga bagiku.

Setiap pagi, aku bangun dengan perasaan syukur karena memiliki seseorang seperti Mbak Dwi di sisiku. Kehadirannya yang penuh perhatian dan kasih sayang membuatku merasa diterima dan dihargai. Kami menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, tertawa, dan kadang-kadang menangis. Dia selalu ada untuk mendengarkan keluh kesahku, memberikan nasihat yang bijak, dan memastikan bahwa aku merasa nyaman dalam setiap langkah yang kuambil.

Mbak Dwi mengajariku banyak hal. Dia membantuku memilih pakaian yang sesuai dengan tubuh baruku, mengajarkanku cara merias wajah, dan memberi tips tentang cara bersosialisasi sebagai seorang wanita. Setiap hari adalah pelajaran baru, dan Mbak Dwi selalu sabar dan pengertian. Dia tidak pernah membuatku merasa bodoh atau tidak kompeten. Sebaliknya, dia memberiku dorongan untuk terus belajar dan tumbuh.

Namun, meski dia sangat membantu, aku belum pernah menceritakan kebenaran tentang siapa aku sebenarnya sebelum semua ini terjadi. Setiap kali kami berbicara, ada perasaan bersalah yang menggerogoti hatiku. Aku merasa seperti penipu, menyembunyikan identitas asliku dari seseorang yang begitu baik dan peduli. Aku tahu bahwa Mbak Dwi layak mengetahui kebenaran, dan aku juga perlu membebaskan diri dari beban rahasia ini.

Pernah suatu malam, ketika kami sedang duduk di teras menikmati secangkir teh, aku hampir memberanikan diri untuk menceritakan semuanya. Namun, ketakutan akan reaksi Mbak Dwi menahan lidahku. Bagaimana jika dia tidak bisa menerima kenyataan ini? Bagaimana jika dia marah dan merasa dikhianati? Pikiran-pikiran ini terus menghalangi niatku untuk berbicara.

Tetapi, semakin lama aku menahan diri, semakin besar rasa bersalah yang kurasakan. Aku merasa tidak adil terhadap Mbak Dwi, yang telah memberikan begitu banyak tanpa mengetahui kebenaran. Di sisi lain, aku juga merasa terkurung dalam kebohongan ini. Aku ingin sekali bisa jujur, mengungkapkan semuanya, dan melihat apakah hubungan kami bisa bertahan dengan kebenaran yang terungkap.


Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.

Takdir Menjadi PerempuanWhere stories live. Discover now