Suatu hari, Ustadz Yusuf mengirimiku pesan yang membuat hatiku berdebar. "Rahma, gimana kalau kita jalan-jalan di taman kota yang sering kita kunjungi? Aku ingin habiskan waktu sama kamu hari ini," tulisnya. Senyum langsung merekah di wajahku saat membaca pesannya. Taman kota itu memang memiliki kenangan khusus bagi kami berdua; tempat di mana banyak percakapan penting dan momen manis telah terjadi.
Aku segera membalas pesan itu dengan penuh antusias, "Boleh, Ustadz Yusuf. Aku akan siap-siap sekarang."
Aku langsung bergegas menuju kamar mandi, membiarkan air hangat mengalir di tubuhku, memberikan rasa segar dan tenang. Semburan air yang hangat membantu meredakan ketegangan yang kurasakan, memberikan sensasi menenangkan yang perlahan-lahan menyapu bersih rasa cemas dan lelah. Setelah mandi, aku berdiri di depan cermin, membiarkan diriku sejenak menikmati perasaan segar dan bersih yang menyelimuti tubuhku.
Aku mulai memilih pakaian yang nyaman dan sopan, memastikan penampilanku rapi dan enak dilihat. Lemari pakaianku penuh dengan pilihan, tetapi hari ini aku tahu persis apa yang ingin kupakai. Aku mengenakan set gamis tunik dan jilbab berwarna coklat lembut yang selalu menjadi favoritku. Warnanya yang netral dan lembut memberikan kesan tenang dan elegan, membuatku merasa nyaman dan percaya diri.
Aku memadukan gamis tunik itu dengan jilbab yang senada, memastikan setiap lipatan dan tatanan rapi. Setelah memastikan jilbabku terpasang dengan sempurna, aku mengambil parfum kesukaanku dari meja rias. Aroma bunga yang segar segera memenuhi udara, memberikan perasaan nyaman yang menenangkan. Aku menyemprotkan parfum itu di beberapa titik – di belakang telinga, di pergelangan tangan, dan sedikit di leher – menciptakan aroma yang lembut dan menyegarkan setiap kali aku bergerak.
Sambil bersiap, pikiranku melayang ke Ustadz Yusuf, membayangkan momen-momen manis yang akan kami habiskan bersama di taman kota. Perasaan berdebar dan antusias semakin menguat, membuatku semakin tidak sabar untuk bertemu dengannya. Setiap kali aku memikirkan senyumnya yang hangat dan sikapnya yang penuh perhatian, hatiku terasa hangat dan tenang.
Tiba-tiba, ponselku bergetar, muncul notifikasi pesan dari Ustadz Yusuf. "Aku sudah di depan kosan kamu," tulisnya singkat. Aku merasakan debaran di dada semakin kuat, dengan cepat aku menyelesaikan persiapanku dan mengambil tas kecilku. Aku pun membalas pesannya dengan antusias, "Oke, Ustadz. Aku segera keluar."
Setelah memastikan semuanya siap, aku memeriksa penampilanku sekali lagi di cermin. Setiap detail terlihat sempurna, dan senyum kecil menghiasi wajahku saat aku menyadari betapa tenangnya diriku hari ini. Dengan langkah ringan, aku mengambil tas kecilku, memastikan semua keperluan ada di dalamnya – ponsel, dompet, dan beberapa kepserluan kecil lainnya.
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
YOU ARE READING
Takdir Menjadi Perempuan
General FictionRahman, seorang ustadz muda yang berdedikasi, bersama sahabatnya Aiman, terlibat dalam kisah cinta segitiga dengan perempuan bernama Aisyah. Setelah Rahman melamar Aisyah, kebencian tumbuh dalam hati Aiman. Suatu malam, Rahman diculik oleh orang tid...