Suatu hari, saat aku sedang bersiap untuk mengikuti kursus memasak dengan Pak Budi, ada pengumuman bahwa akan ada seorang murid baru yang akan bergabung dengan kelas kami. Aku tidak terlalu memikirkannya, karena biasanya selalu ada peserta baru yang bergabung. Namun, ketika aku melihat wajah murid baru itu, hatiku langsung berdetak kencang dan rasa terkejut membuatku tidak bisa berkata apa-apa. Di depan mataku, berdiri Aisyah, calon istriku.
"A...Aisyah?" ucapku dalam hati, penuh keterkejutan.
Aisyah terlihat sama cantiknya seperti yang kuingat, dengan senyum manis dan mata yang penuh kehangatan. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya—seperti ada beban yang ia bawa. Senyumannya yang dulu begitu cerah kini terlihat sedikit pudar, dan matanya menyiratkan perasaan yang mendalam, seolah-olah dia telah melalui banyak hal sejak terakhir kali kami bertemu.
Aku merasakan campuran perasaan yang membingungkan—senang, cemas, dan terkejut—semuanya bercampur menjadi satu. Aisyah berjalan dengan anggun ke depan kelas, berdiri di samping Pak Budi yang siap memperkenalkannya kepada kami.
Pak Budi, dengan senyum hangatnya, mulai berbicara. "Teman-teman, hari ini kita kedatangan murid baru. Ini Aisyah, dia bakal gabung sama kita mulai hari ini. Tolong sambut dengan hangat dan bantu dia menyesuaikan diri di kelas."
Aisyah tersenyum dan melambaikan tangan dengan sedikit canggung. "Hai semuanya, senang bisa gabung di sini. Aku sangat menantikan belajar banyak dari kalian."
Aku mencoba mengendalikan diri, berusaha agar tidak terlihat terlalu terkejut. Namun, pandangan kami bertemu, tanpa sadar, aku menunduk dan berpura-pura fokus pada alat-alat memasak di depanku.
Karena masih baru, Pak Budi menyuruh Aisyah untuk berpasangan denganku. "Rahma, karena kamu sudah cukup mahir, saya minta tolong kamu untuk membantu Aisyah menyesuaikan diri di kelas ini ya," katanya sambil tersenyum.
Aku mengangguk, mencoba menutupi kegugupanku. "O-oke, Pak Budi," jawabku.
Aisyah berjalan mendekat dan berdiri di sampingku. Kami saling berkenalan dengan suasana yang sedikit canggung namun penuh rasa ingin tahu.
"Hai, aku Aisyah," katanya dengan senyum.
Aku membalas senyumnya dan mencoba memperkenalkan diri dengan tenang. "Hai, Aisyah. Aku Rahma. Senang kenal sama kamu."
Aisyah menatapku sejenak, seolah-olah mencoba mengenali lebih dalam. "Makasih banget udah mau bantu aku, Mbak Rahma. Aku masih baru di sini dan belum terlalu ngerti semuanya."
Aku mencoba menahan perasaan aneh yang menyelimutiku saat Aisyah memanggilku "Mbak Rahma." Dulu, dia selalu memanggilku "Mas Rahman," dan perubahan ini membuat hatiku terasa campur aduk. Tapi aku berusaha tetap tenang dan fokus pada tugas yang ada.
Aku mengangguk, berusaha memberikan rasa nyaman. "Nggak masalah, Aisyah. Aku senang bisa bantu. Kita bisa mulai dari langkah-langkah dasar dulu, ya."
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
YOU ARE READING
Takdir Menjadi Perempuan
General FictionRahman, seorang ustadz muda yang berdedikasi, bersama sahabatnya Aiman, terlibat dalam kisah cinta segitiga dengan perempuan bernama Aisyah. Setelah Rahman melamar Aisyah, kebencian tumbuh dalam hati Aiman. Suatu malam, Rahman diculik oleh orang tid...