Takdir Menjadi Perempuan | Part 13 | Lembaran Baru

523 4 0
                                    

Saat malam semakin larut, aku melihat jam di dinding dan menyadari bahwa sudah cukup larut. Hujan di luar masih turun dengan deras, membuat suasana semakin nyaman dan tenang di dalam kos.

"Aisyah, udah malam nih. Gimana kalau kita tidur sekarang?" kataku dengan lembut.

Aisyah mengangguk setuju. "Iya, Mbak. Udah cukup larut juga."

Aku bangkit dari tempat duduk dan mengajak Aisyah menuju kamar tidur. "Kamu mau tidur di kamar Mbak Dwi atau mau tidur bareng aku?" tanyaku dengan nada bercanda, berharap bisa sedikit mencairkan suasana.

Aisyah tersenyum dan tanpa ragu menjawab, "Aku mau tidur bareng kamu aja deh, Mbak."

Aku terkejut mendengar jawabannya, tidak menyangka dia akan memilih untuk tidur bersamaku. "Oh, beneran? Yaudah, yuk," kataku sambil berusaha menyembunyikan rasa terkejutku dengan senyuman.

Kami menuju kamar tidurku. Aku membereskan tempat tidur, memastikan bahwa ada cukup ruang untuk kami berdua. "Kamu nyaman di sini, kan?" tanyaku, memastikan bahwa dia merasa baik-baik saja dengan keputusannya.

Aisyah mengangguk sambil tersenyum. "Nyaman, Mbak. Terima kasih ya."

Aku membuka lemari pakaian, mencari dua set piyama yang nyaman untuk kami. Setelah beberapa saat, aku menemukan dua piyama yang cocok. Aku mengambil salah satunya dan menyerahkannya kepada Aisyah dengan senyum. "Ini buat kamu, Aisyah," kataku.

Aisyah menerima piyama itu dengan senyum cerah. "Makasih, Mbak Rahma."

Aku juga mengambil satu piyama untuk diriku sendiri, memilih yang paling nyaman untuk dipakai tidur. Tiba-tiba, Aisyah langsung membuka gamis yang dipakainya di depanku. Aku pun refleks menutup mukaku dengan tangan, merasa sedikit malu.

"Ih, Mbak ngapain tutup mata sih? Kan kita udah sama-sama perempuan sekarang," katanya sambil tertawa, nada suaranya ceria dan menghibur.

Aku merasakan wajahku memanas, namun ikut tertawa kecil. "Hehe, iya juga ya," kataku sambil menurunkan tangan perlahan, melihat Aisyah yang sedang melepas gamisnya.

Aisyah hanya tersenyum dan melanjutkan mengganti pakaiannya. "Santai aja, Mbak," katanya dengan suara lembut, menenangkan perasaanku yang sedikit gugup.

Aku pun melihat tubuh Aisyah yang hanya dengan balutan bra dan celana dalam berwarna kuning. Ini pertama kalinya aku melihatnya begitu, karena saat kami berhubungan dulu, kami selalu menjaga hubungan dengan cara islami. Tubuhnya ramping dengan lekuk yang indah, kulitnya halus dan cerah. Pemandangan ini membuat hatiku berdebar, meski aku tahu harus menjaga pandangan dan sikapku.

Aisyah tampak tidak terganggu sedikitpun, aku berusaha menjaga pandangan dengan sopan, meskipun sulit untuk tidak mengagumi keindahan ini.

Aku melihat setiap detail tubuhnya, dari garis-garis halus di sekitar pinggang hingga kelembutan kulitnya yang berkilau di bawah cahaya lampu kamar. Aku ingat betapa kami dulu saat masih berhubungan selalu menjaga batasan-batasan, saling menghormati privasi dan keyakinan masing-masing. Meskipun begitu, momen ini terasa berbeda, menciptakan perasaan yang campur aduk dalam diriku.

Tanpa kuduga, Aisyah tiba-tiba melepaskan bra-nya. Aku terkejut dan merasa canggung, tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Aku hanya bisa terdiam, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Payudaranya yang indah dan proporsional, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil terlihat jelas di hadapanku. Ini adalah pemandangan yang baru bagiku, dan aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagum serta sedikit canggung yang memenuhi pikiranku.

Melihatku yang terdiam, Aisyah tersenyum jahil dan berkata dengan nada meledek, "Kok malah bengong sih, Mbak?" ucapnya sambil membusungkan dadanya sedikit, membuat payudaranya semakin terlihat jelas. "Mbak mau pegang, haha?"


Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio. 

Takdir Menjadi PerempuanWhere stories live. Discover now