Di sela-sela cerita-ceritanya, Ustadz Yusuf sesekali melemparkan candaan yang membuat kami berdua tertawa. Tawa kami menggema di sudut kafe yang tenang itu. Kejenakaan dan keceriaan yang dia bawa ke dalam percakapan membuatku merasa lebih hidup, lebih terhubung dengan dunia di sekitarku. Aku merasa bahwa, meskipun luka di hatiku masih ada, kehangatan dari percakapan ini memberikan secercah harapan.
Kehadiran Ustadz Yusuf yang selalu ada untukku, mendengarkan setiap keluh kesahku, dan mencoba menghibur dengan cara yang sederhana namun tulus, membuatku merasa tidak sendirian. Setiap senyumnya, setiap candaannya, seolah-olah menjadi obat yang perlahan-lahan menyembuhkan luka di hatiku.
Saat sore semakin larut, kami masih duduk di kafe itu, menikmati kebersamaan yang begitu berharga. Ustadz Yusuf terus berbicara, kadang serius, kadang bercanda, tetapi selalu dengan niat yang tulus untuk membuatku merasa lebih baik.
"Aku ingin kamu tahu, Rahma, bahwa apapun yang terjadi, kamu selalu punya kami di sisimu," katanya dengan lembut. "Kamu nggak sendirian, dan kita akan melalui ini bersama."
Kata-katanyaitu menghangatkan hatiku. Aku mengangguk pelan, merasakan air mata menggenangdi sudut mataku. Tiba-tiba, Ustadz Yusuf menatapku dengan mata yang penuh kehangatan dan ketulusan. Aku merasakan seolah-olah ada sesuatu yang lebih dalam yang ingin dia katakan, dan aku menunggu dengan cemas namun berharap.
"Rahma," Ustadz Yusuf melanjutkan dengan suara yang lebih pelan dan hati-hati, "ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu."
Aku menatapnya, mencoba membaca ekspresi di wajahnya. Dia terlihat sedikit gugup, tetapi juga tegas. Aku merasa jantungku berdebar-debar, tidak tahu apa yang akan dia katakan.
"Aku sudah lama mengenalmu, Rahma," katanya dengan suara yang semakin lembut. "Selama ini, aku selalu mengagumi kekuatan dan keberanianmu. Meskipun banyak hal yang telah kamu lalui, kamu tetap berusaha bangkit dan melanjutkan hidup."
Dia berhenti sejenak, mengambil napas dalam-dalam seolah-olah sedang mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan. "Aku juga tahu bahwa perasaanku ini mungkin mengejutkanmu, tapi aku harus jujur. Aku sudah lama memiliki perasaan lebih dari sekadar teman padamu, Rahma."
Aku terkejut mendengar pengakuannya. Ustadz Yusuf, yang selalu ada di sampingku, yang selalu memberikan dukungan tanpa syarat, ternyata menyimpan perasaan yang sama sepertiku. Aku tidak tahu harus berkata apa, perasaan campur aduk memenuhi pikiranku.
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
YOU ARE READING
Takdir Menjadi Perempuan
General FictionRahman, seorang ustadz muda yang berdedikasi, bersama sahabatnya Aiman, terlibat dalam kisah cinta segitiga dengan perempuan bernama Aisyah. Setelah Rahman melamar Aisyah, kebencian tumbuh dalam hati Aiman. Suatu malam, Rahman diculik oleh orang tid...